Search This Blog

SKRIPSI PEMANFAATAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN PKN KELAS XI

(KODE : PEND-PKN-0004) : SKRIPSI PEMANFAATAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN PKN KELAS XI

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran atau proses belajar mengajar adalah proses yang diatur dengan langkah-langkah tertentu, agar pelaksanaannya mencapai hasil yang diharapkan. Langkah-langkah tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk perencanaan mengajar. Proses penyusunan perencanaan pengajaran memerlukan pemikiran-pemikiran sistematis untuk memproyeksikan/memperkirakan mengenai apa yang akan dilakukan dalam waktu melaksanakan pengajaran.
Pengajaran di ruang kelas merupakan salah satu usaha pendidikan kepada siswa, konsep, dan ketrampilan membaca, menulis, menghitung, dan sikap yang tepat sebagai alat untuk belajar lebih lanjut yang harus dibangun pada awal pendidikan siswa yang secara luas disebut ketrampilan pendidikan dasar. "Menyampaikan informasi-informasi yang terkandung pada pengetahuan dalam kegiatan pendidikan sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Guru harus menyiapkan pengalaman yang siap pakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pendekatan kepada siswa dan sebagainya".
Agar tercapai tujuan tersebut, maka guru harus betul-betul memahami konsep, petunjuk, serta nilai-nilai yang perlu diperhatikan pada penyusun silabus dan persiapan pengajaran. Sehingga guru dapat menjadikan bentuk pengalaman belajar yang diberikan menjadi bermakna bagi siswa. Oleh karena itu, kurikulum nasional yang diwujudkan dalam kelas merupakan pengejawantahan dari kemampuan dan keahlian guru (Madjid, 2005 : 251-252).
Program studi "pendidikan seni" tentunya perlu dirancang sesuai dengan sasarannya, yaitu berupa kemampuan apa yang dimiliki oleh lulusannya. Akankah setelah lulus itu sesuai dengan kaidah bekerja sebagai guru di SD, ataukah SLTP, atau SMU, ataukah harus bisa dimana saja. Kalau demikian halnya, bahan-bahan ajar yang dikuasainya adalah khasanah teknik seni untuk dipraktikkan dan dihayati, teknik-teknik perangsangan untuk menimbulkan kepercayaan dan mengekspresikan ide seni. Serta teknik-teknik perangsangan untuk menghidupkan daya imajinasi dan kreasi (Sedyawati, 2006 : 307-308).
Menurut (Widaghdo, 2003 : 27) menyatakan bahwa budaya atau kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia dengan budinya berupa segenap sumber jiwa, yakni cipta, rasa, dan karsa. Adapun kultur berasal dari kata latin colere, yang dapat berarti mengolah tanah, menggarap sesuatu, menanam, memelihara, menghuni, menghormati, dan menyucikan. Alam digarap menjadi berbagai alat kerja manusia dan ini merupakan budaya yang bertujuan serta bermanfaat. Tetapi alam dapat juga dapat ditelaah oleh budi manusia dan digali dasar-dasarnya yang dalam di sini budaya yang tujuannya memperoleh pengetahuan. Di samping dua faktor itu yang berupa manfaat dan pengetahuan, budaya dapat diusahakan demi keindahan dan permainan, juga demi nilai-nilai dari realitas yang dikandung olehnya. Dengan demikian, seni, permainan, sport, magi, dan agama masuk ke dalam budaya. Di situlah nampak kerja spiritual manusia di dalam memberi bentuk kehidupannya. Itulah semua aspek etika dari daya menciptakan budaya.
Dalam bentangan Indonesia bam dewasa ini, maka yang dimaksud dengan kebudayaan "lokal" mestinya lebih tepat disebut kebudayaan "sub bangsa" atau “suku bangsa". Memang pada umumnya suatu suku bangsa (golongan etnik) itu mempunyai sesuatu "tanah asal" tertentu di Indonesia ini, yang bisa meliputi wilayah yang kecil sampai ke yang lebih luas atau yang bercabang-cabang. Namun kenyataan pun menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu terdapat mobilitas penduduk yang menyebabkan perluasan jelajah suatu suku bangsa keluar dari cara asalnya, dan menyelip diantara kawasan hunian suku-suku bangsa lain, munculnya kolonial Bugis di berbagai penjuru Indonesia adalah contoh yang paling tipikal. Fakta itulah yang menyebabkan istilah "lokal" untuk menjelaskan kebudayaan tidaklah tepat. Lebih tidak tepat lagi jika kesatuan kebudayaan itu dikaitkan sebagai penentu dalam penataan administrasi kewilayahan. Suatu suku bangsa dapat menghuni lebih dari satu kabupaten atau propinsi, dan sebaliknya di dalam satu propinsi, kabupaten, ataupun bahkan satu kecamatan bisa terdapat lebih dari satu suku bangsa yang sama-sama, asli, yang tinggal di wilayah yang bersangkutan (Sedyawati, 2006 : 381-382).
Budaya lokal sebagai sumber belajar siswa di sekolahan terkait belum melakukan pembelajaran dengan optimal. Padahal di daerah X sendiri terdapat budaya lokal sebagai sumber belajar yang berkaitan langsung dengan mata pelajaran seperti PKn, sejarah dan antropologi budaya. 
Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan yang ingin peneliti ungkapkan bagaimanakah pemanfaatan budaya lokal di atas, penulis menulis sebuah judul "PEMANFAATAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN PKN KELAS XI DI MA X".

Artikel Terkait

Previous
Next Post »