Search This Blog

Showing posts with label IPA kelas IV. Show all posts
Showing posts with label IPA kelas IV. Show all posts

SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SUMBER DAYA ALAM SISWA KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0038) : SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SUMBER DAYA ALAM SISWA KELAS IV

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki manusia secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu yang setinggi-tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosio-budaya dimana dia hidup (Taufiq 2010 : 1.2).
Crow and crow (1960) dalam Taufiq (2010 : 1.3) mengemukakan bahwa harus diyakini fungsi utama pendidikan adalah bimbingan terhadap individu manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga dia memperoleh kepuasan dalam seluruh aspek kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan pasal 3 menyebutkan : 
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka perlu diwujudkan melalui pendidikan yang bermutu di setiap satuan pendidikan. Salah satu upaya untuk menciptakan pendidikan yang bermutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV Standar Proses pasal 19 yaitu dengan menyelenggarakan proses pembelajaran pada satuan pendidikan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Rochman Natawidjaja (Taufiq 2010 : 5.21) mengemukakan lima unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa di sekolah, yaitu unsur tujuan, pribadi siswa, bahan pelajaran, perlakuan guru, dan fasilitas. Guru adalah faktor kunci dalam kegiatan belajar anak di sekolah. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah karena sebagai manajer pembelajaran, membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran secara efektif, menguasai materi dan metode pembelajaran, mengevaluasi proses dan hasil belajar, memotivasi dan membantu tiap anak untuk mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangan dan kesempatan yang dimiliki anak.
Guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga bisa membuat siswa merasa nyaman, aktif dan berminat mengikuti proses pembelajaran yang nantinya bisa berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan karena hasil belajar siswa dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran yang baik harus disesuaikan dengan karakteristik perkembangan dari siswa, sehingga siswa dapat menerima dan memahami materi dengan baik.
Sanjaya (2009 : 135) mengemukakan bahwa dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa. Pembelajaran yang berorientasi pada siswa ditegaskan pula oleh Silberman (2009 : 6) bahwa ketika belajar secara pasif, siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa daya tarik pada hasil. Ketika belajar secara aktif, siswa mencari sesuatu. Siswa ingin menjawab pertanyaan, memerlukan informasi untuk menyelesaikan masalah, atau menyelidiki cara untuk melakukan pekerjaan. Dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran IPA guru harus mampu menggunakan model pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa sehingga siswa berminat untuk ikut serta dalam pembelajaran dan menjadi tertarik untuk belajar IPA.
Pembelajaran yang berorientasi pada siswa menuntut guru untuk kreatif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Salah satu cara yang digunakan agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran yaitu dengan penggunaan model pembelajaran tertentu. Semua mata pelajaran membutuhkan penerapan model, metode dan teknik pembelajaran tertentu. Namun dalam penerapannya tetap perlu disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, karena tidak semua model, metode dan teknik dapat digunakan untuk semua materi. Salah satu mata pelajaran yang perlu menggunakan model pembelajaran yang sesuai yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Sesuai dengan pendapat Darmodjo (1992) dalam Samatowa (2011 : 3) bahwa IPA secara singkat dapat diartikan sebagai pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya. Maka dengan mata pelajaran IPA diharapkan dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan objektif. IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari alam dan lingkungan sekitar. IPA penting bagi siswa karena dengan IPA, diharapkan siswa dapat mengenal lingkungan alam dan sumber daya yang ada di sekitarnya, sehingga dapat menggunakan sumber daya alam tersebut dengan sebaik-baiknya serta dapat memelihara, menjaga dan melestarikannya. Maka salah satu materi IPA yang ada di SD kelas IV semester 2 yaitu materi tentang sumber daya alam. Dengan materi sumber daya alam siswa bisa menjadi mengetahui arti dari sumber daya alam, jenis-jenis sumber daya alam, dan cara memanfaatkannya.
Samatowa (2011 : 2) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan bagi siswa untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus pembelajaran IPA di SD ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup. Selain itu, dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak siswa memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar.
Hurriyati (2010) berpendapat bahwa IPA tidak dapat diajarkan sebagai suatu materi pengetahuan, yang disampaikan dengan metoda ceramah melainkan melalui pembelajaran siswa aktif. Namun dalam kenyataannya guru belum banyak menerapkan model pembelajaran inovatif yang mampu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru masih lebih suka mengajar dengan model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered instruction).
Philip R Wallace (Sunarto : 2009) mengatakan bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada guru, guru hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Pembelajaran model tersebut biasa disebut dengan pembelajaran konvensional. Hal ini diungkapkan oleh Brooks dan Brooks (1993) dalam Warpala (2009) penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses "meniru" dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes standar.
Hamdani (2011 : 166) menyebutkan dalam pembelajaran konvensional juga dikenal adanya belajar kelompok, namun memiliki perbedaan yang prinsipil dengan kerja kelompok di pembelajaran kooperatif diantaranya yaitu memfokuskan pada prestasi individu, dalam proses belajar hanya sedikit terjadi proses diskusi antar siswa, kemampuan sosial diabaikan, pembentukan kelompok diabaikan bahkan tidak ada, yang ada berupa kelompok besar yaitu kelas.
Pembelajaran yang masih berpusat pada guru juga disampaikan oleh guru kelas IV SD X, bahwa pembelajaran IPA masih dilaksanakan secara konvensional, guru masih mendominasi proses pembelajaran dan menyajikan pembelajaran dengan metode pembelajaran yang monoton yaitu ceramah, pemberian soal latihan dan pekerjaan rumah serta jarang menggunakan media pembelajaran. Kurangnya variasi dalam proses pembelajaran ini akan berpengaruh terhadap partisipasi dan perhatian siswa terhadap materi pelajaran, padahal partisipasi dan perhatian merupakan beberapa tanda bahwa siswa memiliki minat untuk belajar pelajaran tersebut. Padahal minat memiliki peranan yang penting dalam proses belajar siswa.
Minat merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi belajar siswa. Menurut Sunarto (2009) apabila seseorang memiliki minat yang besar terhadap suatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. Apabila minat belajar siswa terhadap IPA kurang, maka bisa berdampak juga pada hasil belajar siswa kurang baik. Ini terbukti dari data yang peneliti peroleh di sekolah tempat penelitian, prosentase hasil belajar siswa yang mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA masih kurang dari 75%. Hasil belajar tersebut menunjukkan guru perlu mengadakan variasi dalam pembelajaran yang dapat memudahkan pemahaman siswa serta dapat menumbuhkan bahkan meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran IPA.
Alternatif yang sesuai dengan permasalahan tersebut yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif. Dengan model pembelajaran ini, keaktifan dan kemampuan interaksi siswa dapat meningkat. Suprijono (2012 : 54) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Menurut Johnson, Johnson and Holubec (2010), "Cooperative learning is the instructional use of small groups so that students work together to maximize their own and each other's learning". Pendapat tersebut bermakna bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerja sama untuk memaksimalkan diri mereka dan untuk belajar satu sama lain.
Model pembelajaran kelompok menurut Sanjaya (2009 : 241) yaitu rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu adanya : (1) peserta dalam kelompok; (2) aturan kelompok; (3) upaya belajar setiap anggota kelompok; (4) tujuan yang harus dicapai. H. Karli dan Yuliariatiningsih dalam Hamdani (2011 : 165) juga menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih.
Prinsip pembelajaran kelompok pada pembelajaran kooperatif menurut Hamdani (2011 : 166) diantaranya yaitu (1) memfokuskan pada prestasi kelompok. (2) Sesama anggota kelompok akan saling membantu, mendorong, dan saling memotivasi dalam proses belajar. (3) Setiap anggota kelompok akan saling bertanggung jawab demi tercapainya kerja kelompok yang optimal. (4) Kepemimpinan menjadi tanggung jawab semua anggota kelompok.
Selain itu, ada 5 bagian dasar dari kooperatif menurut Johnson and Johnson (2010 : 8-9) yaitu : (1) Harus ada rasa saling ketergantungan positif yang kuat, jadi setiap individu-individu percaya mereka berhubungan dengan yang lain sehingga mereka tidak dapat sukses kecuali dengan bekerja sama. (2) Setiap anggota kelompok harus menjadi pribadi yang bertanggung jawab untuk bekerja atas bagian pekerjaannya. (3) Teman bekerja sama harus berkesempatan untuk mengembangkan kesuksesan yang lain dengan saling membantu, mendorong, dan saling memuji dengan yang lainnya untuk berusaha agar berprestasi. (4) Kerjasama memerlukan keterampilan dalam berhubungan dan kelompok kecil, seperti kepemimpinan, membuat keputusan, membangun kepercayaan, dan keterampilan mengatasi permasalahan. (5) Kelompok kooperatif memerlukan proses berkelompok, yang mana keberadaannya ketika anggota kelompok berdiskusi bagaimana baiknya mereka mencapai tujuan mereka dan mempertahankan hubungan kerjasama.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa pembelajaran kooperatif selain memberikan aktivitas belajar yang menyenangkan bagi siswa dan bisa mengaktifkan siswa di kelas, pembelajaran kooperatif juga ternyata memiliki manfaat melatih kemampuan sosial siswa. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat dari Kagan bahwa "cooperative learning has a positive impact on the social skills of students" yang artinya yaitu pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif pada keterampilan sosial siswa. Pembelajaran kooperatif membelajarkan siswa untuk bertanggung jawab dan bekerjasama dengan teman anggota sekelompok untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah secara bersama-sama.
Salah satu teknik dari model kooperatif yaitu teknik quick on the draw. Teknik quick on the draw merupakan salah satu teknik pembelajaran yang berlandaskan konsep pembelajaran kooperatif yang digagas oleh Paul Ginnis. Dalam teknik ini Ginnis menginginkan agar siswa bekerja sama secara kooperatif pada kelompok-kelompok kecil dengan tujuan untuk menjadi kelompok pertama yang menyelesaikan satu set pertanyaan yang telah disiapkan oleh guru (Syahrir 2012). Quick on the draw dapat diartikan berpikir cepat atau mengambil dengan cepat (Echols dan Shadily 2000 : 197).
Teknik quick on the draw termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena jika dilihat dari langkah-langkah pelaksanaannya teknik quick on the draw ini memuat unsur-unsur penting yang ada dalam pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran teknik quick on the draw yaitu guru menyiapkan satu set pertanyaan. Tiap pertanyaan ditulis di kartu yang berbeda dengan warna kertas yang berbeda. Letakkan satu set pertanyaan tersebut di atas meja guru. Kelas dibagi menjadi 3 atau 4 kelompok. Berikan setiap kelompok materi sumber. Saat permainan mulai, satu orang dari kelompok lari ke meja guru mengambil pertanyaan pertama. Dengan menggunakan sumber materi, kelompok menjawab dan menulis jawaban di lembar terpisah. Jawaban dibawa ke guru oleh orang kedua, guru memeriksa jawaban, jika jawabannya akurat dan lengkap, pertanyaan kedua mereka ambil begitu seterusnya. Yang menjadi pemenang adalah kelompok yang pertama menjawab semua pertanyaan.
Teknik pembelajaran quick on the draw ini sangat sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar. Sesuai dengan pendapat Hurlock (2008 : 146) yang menyebutkan bahwa masa anak sekolah dasar merupakan masa berkelompok dan masa bermain. Selain itu, menurut Danim (2010 : 62) keterampilan motorik pada anak usia sekolah dasar, salah satu diantaranya bahwa anak-anak suka lari. Dengan menerapkan teknik pembelajaran quick on the draw maka guru sudah menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan harapannya dapat meningkatkan keaktifan siswa, minat dan hasil belajar siswa.
Sampai saat ini teknik pembelajaran quick on the draw belum banyak digunakan dalam proses pembelajaran khususnya materi sumber daya alam. Oleh karena itu, peneliti tertarik ingin mengetahui : KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW DALAM PEMBELAJARAN IPA KHUSUSNYA MATERI SUMBER DAYA ALAM DI KELAS IV.

SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA

SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA

(KODE : PTK-0171) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA (IPA KELAS IV)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2003 bertujuan bahwa semua peserta didik diharapkan menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menciptakan generasi bangsa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandir, menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Pada saat ini telah diselesaikan dua standar dan siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL). Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah telah disahkan menteri dengan peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006. Disamping itu, pemerintah dalam hal ini menteri pendidikan nasional juga telah mengeluarkan peraturan No. 24 Tahun 2006 tanggal 02 Juni 2006 tentang pelaksanaan permen No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi dan permen No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (E. Mulyasa, 2007 : 11).
Mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan : 1) menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari; 2) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan Teknologi; 3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 4) ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, 5) menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan (Depdiknas, 2004 : 6).
Pembelajaran dengan menghubungkan lingkungan belajar yang guru ciptakan, maka membantu siswa dalam melangkah ke tahap perkembangan kognitif selanjutnya. Oleh karena siswa sekolah dasar akan belajar lebih efektif bila mempergunakan benda-benda konkrit, diberi kesempatan untuk memikirkan apa yang mereka kerjakan dan berbagi pengalaman dengan teman-temannya (Srini M. Iskandar, 2001 : 31).
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Hal ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapan kehidupan mereka sehari-hari. Tujuh komponen utama pendekatan kontekstual adalah : konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, penilaian sebenarnya (Trianto, 2007 : 103).
Peran guru yang terpenting adalah meningkatkan keinginan siswa atau motivasi untuk belajar. Memahami siswa agar nantinya mampu menyediakan pengalaman-pengalaman pembelajaran menarik, bernilai, secara intrinsik memotivasi, menantang, dan berguna bagi mereka (Kellough, 2000) dalam (David A. Jacobsen et.al, 2009 : 11).
Untuk mencapai pembelajaran ideal guru dituntut untuk mengaktualisasikan kompetensinya sehingga siswa termotivasi dalam pembelajaran. Motivasi belajar siswa rendah, strategi apapun digunakan guru dalam pembelajaran tidak akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai general trait motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan siswa yang relatif stabil dalam kegiatan pembelajaran; sedangkan sebagai suatu situation-spesifik state, motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan yang tidak stabil dalam kegiatan pembelajaran, dalam arti motivasi belajar siswa bisa meningkat dan bisa menurun (Keller : 1987) dalam (Wena Made, 2009 : 34)
Kenyataan yang ada di SDN X guru mengajar dengan menggunakan ceramah sehingga siswa kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran IPA. Terbukti hanya 31,57 % siswa yang memperoleh hasil belajar di atas KKM dan 62,43% memperoleh hasil belajar di bawah KKM, diketahui bahwa KKM di SDN X pada pelajaran IPA yaitu 60.
Hasil penelitian Wahyuningsih Puji Lestari (2005) dilakukan di SD Negeri Proyonanggan 15 Batang menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan siswa, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Diah Nugraheni (2007) dilakukan di SD Negeri 01 Kedungmundu Semarang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri melalui media dalam pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual memiliki keunggulan yaitu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, melibatkan siswa dalam kehidupan realistik sehingga dapat menciptakan pembelajaran bermakna yang mendorong motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan perbaikan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul "PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA SISWA KELAS IV SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka disusun perumusan masalah sebagai berikut : 
a. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ?
b. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa ?
c. Apakah pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
2. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dilaksanakan dengan penelitian tindakan kelas, dengan tahapan beberapa siklus, setiap siklusnya dari beberapa tahapan yaitu : 
a. Perencanaan
1) Menyusun RPP
2) Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran
3) Menyiapkan LKS
4) Menyiapkan lembar observasi
5) Menyiapkan lembar evaluasi
b. Pelaksanaan
1) Guru membagi siswa dalam kelompok
2) Penjelasan singkat materi pelajaran
3) Siswa berdiskusi kelompok
4) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
5) Pembahasan LKS
6) Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi
7) Guru memberikan evaluasi
c. Observasi
1) Pengamatan motivasi belajar siswa
2) Pengamatan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa
d. refleksi
1) Mengevaluasi hasil observasi
2) Menganalisis hasil pembelajaran e. Revisi
Dilakukan sebagai perbaikan berdasarkan permasalahan dan kekurangan yang muncul sehingga perlu diadakan perbaikan pada siklus berikutnya.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas IV dengan pendekatan kontekstual.
2. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.
b) Meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa SDN X pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual
c) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Siswa : 
a) Dapat meningkatkan pengetahuan siswa dan motivasi belajar IPA pada materi rangka manusia.
b) Dapat meningkatkan ketrampilan siswa dalam pembelajaran IPA pada materi rangka manusia.
2. Bagi guru : 
a) Sebagai referensi bagi guru dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
b) Menambah informasi bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
c) Guru menjadi aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran.
d) Guru termotivasi untuk meningkatkan ketrampilan memilih strategi pembelajaran bervariasi sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3. Bagi Sekolah : 
a) Dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran inovatif.
b) Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MACROMEDIA FLASH DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MACROMEDIA FLASH DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA

(KODE : PTK-0167) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MACROMEDIA FLASH DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (IPA KELAS IV)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Pendidikan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu proses belajar merupakan suatu kegiatan yang pokok atau utama dalam dunia pendidikan. Manusia tidak akan pernah berhenti belajar karena setiap langkah manusia dalam hidupnya akan dihadapkan pada permasalahan yang membutuhkan pemecahan dan menuntut manusia untuk belajar menghadapinya. Belajar merupakan suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak bisa menjadi bisa sehingga proses belajar akan mengarah pada tujuan dari belajar itu sendiri. Usaha- usaha untuk mendidik dan mengajar dilakukan sejak manusia lahir dengan mengenalkan berbagai hal yang paling sederhana melalui stimulus lingkungan, misalnya bunyi, warna, rasa, bentuk dan sebagainya.
Guru adalah orang yang penting statusnya di dalam kegiatan belajar mengajar, karena guru memegang tugas yang paling penting yaitu mengatur dan mengemudikan bahtera kehidupan kelas. Bagaimana suasana kelas berlangsung merupakan hasil kerja dari guru. Suasana dapat hidup, siswa belajar tekun tapi tidak merasa terkekang atau sebagainya, suasana muram, siswa belajar kurang bersemangat dan diliputi suasana takut. Itu semuanya sebagai akibat dari hasil pemikiran dan upaya guru. Walaupun konsep pendidikan hari ini khususnya di Indonesia memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran bersama siswa namun penularan jiwa pendidik oleh guru terhadap siswa tidak boleh ditinggalkan.
Masalah pendidikan dan pembelajaran merupakan masalah yang perlu diperhatikan, dimana banyak faktor yang mempengaruhinya salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah guru. Guru merupakan komponen pembelajaran yang memegang peranan penting dan utama karena keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh faktor guru.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam undang-undang RI no : 20 tahun 2003 pada bab ke II, pasal 3 yang berbunyi : "pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Secara garis besar pendidikan adalah upaya membentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan yang diinginkan dalam kebiasaan dan sifatnya.
Proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang di dalamnya terjadi proses siswa belajar dan guru mengajar dalam konteks interaktif, dan terjadi interaksi edukatif antara guru dan siswa, sehingga terdapat perubahan dalam diri siswa baik perubahan pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan atau sikap. Sebagaimana diketahui bahwa dalam metodologi pembelajaran, ada dua aspek yang paling penting, yakni metode mengajar dan media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar. Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa yang pada gilirannya diharapkan mampu mempertinggi hasil belajar siswa.
Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik seperti yang di alami oleh siswa selama ini, yaitu menggunakan konsep yang abstrak dengan metode ceramah. Menurut Grinder dalam Silberum dari tiap 30 siswa, 22 diantara rata-rata dapat belajar efektif selama gurunya menghadirkan kegiatan belajar yang kombinasi antara visual auditory dan kinestetik. Dalam pembelajaran Tony stock well menyebutkan bahwa “to learn anything fast and affectively you have to see it, hear it, and feel it”. Yang artinya untuk dapat belajar dengan tepat dan efektif kamu harus melihat, mendengar dan merasakannya.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kalangan manusia dan berperan dalam proses pendidikan dan perkembangan teknologi, kenyataannya Ilmu pengetahuan alam (IPA) tidak diminati dan kurang diperhatikan apalagi kurangnya pendidik yang kurang menerapkan konsep IPA. Terlihat pada cara pembelajaran IPA serta kurikulum yang diberlakukan yang mempersulit pihak sekolah dan siswa. Masalah yang dihadapi oleh pendidikan IPA sendiri berupa materi/kurikulum, guru, media pembelajaran, fasilitas dan komunikasi antara guru dengan siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPA, beliau menyatakan : 
"Metode yang sering saya gunakan yakni metode ceramah, di isi dengan diskusi kadang penguasaan dan tanya jawab. Saya jarang banget pakai media apa lagi dengan media/aplikasi komputer yang bisa menampilkan sesuatu yang bergerak, suara dan yang abstrak menjadi nyata. Saya yang lebih aktif menerangkan jadi siswa kebanyakan cuma mendengarkan penjelasan saya, ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah mereka juga masih rendah, kemampuan mereka masih kurang dalam melakukan percobaan, belum semua siswa dapat menunjukkan kemampuan dalam perbuatan dan mereka di dalam kelas masih rame sendiri, malas untuk belajar".
Dari pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan, pembelajaran di MI X khususnya kelas IV kurang berpusat pada siswa, ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah oleh siswa masih rendah, kemampuan dan ketrampilan siswa melakukan percobaan masih rendah, belum semua siswa dapat menunjukkan kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan dan karakter siswa kelas IV MI X yang rata-rata adalah siswa yang aktif namun dalam artian negatif, perlu disalurkan ke dalam kegiatan pembelajaran di kelas yang aktif dan terkontrol.
Dalam hal ini siswa tidak hanya mengetahui dan memahami materi pelajaran namun juga menerapkannya ke dalam pengalaman langsung/tingkah laku. Tingkah laku siswa selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Segala upaya yang menyangkut kegiatan atau aktifitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif. Menurut Benjamin Bloom ada enam tingkatan dalam domain kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada penelitian ini peneliti memfokuskan diri pada kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar pada materi IPA. Dimana dalam penerapannya harus melewati tingkatan-tingkatan sebelumnya, yakni pengetahuan dan pemahaman. Namun pada dasarnya penelitian ini tidak mengesampingkan tingkatan-tingkatan setelah tingkat aplikasi, yakni analisis, sintesis dan evaluasi. Alasannya pada siswa sekolah dasar cara berpikirnya masih dalam tahap operasi konkret. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibau, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, lembaga pendidikan harus mampu menerapkan media pembelajaran yang sudah ada. Dalam proses belajar mengajar di kelas yang ada hanya media pembelajaran dan guru sebagai sumber belajar, maka komunikasi antara guru dan siswa tidak akan berjalan secara lancar. Hal ini terkait dengan permasalahan dalam proses belajar mengajar.
Media pembelajaran merupakan salah satu unsur yang amat penting dalam proses belajar mengajar yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada siswa yang berupa alat, selain itu media pembelajaran merupakan salah satu cara untuk peningkatan kualitas hasil belajar dan berkomunikasi dengan siswa agar
lebih efektif. Oleh karena itu penggunaan media pembelajaran saat proses belajar mengajar sangat diperlukan.
Dalam proses belajar mengajar ini ada salah satu fungsi media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi, iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Oleh karena itu, proses belajar mengajar yang di selenggarakan di sekolah atau lembaga formal, dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan diri siswa secara terencana, baik perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan atau sikap. Proses belajar mengajar di sekolah atau di lembaga formal sangat dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Lingkungan belajar tersebut antara lain meliputi : siswa, guru, karyawan sekolah, bahan atau materi pelajaran (buku paket, majalah, makalah dan sebagainya), sumber belajar lain yang mendukung dan fasilitas belajar (laboratorium, pusat sumber belajar, perpustakaan yang lengkap dan sebagainya).
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, disamping guru dituntut mampu menggunakan alat-alat yang digunakan, guru dituntut juga mampu mengembangkan media pembelajaran yang akan digunakan, karena media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar, demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar. Penggunaan media pembelajaran dalam tahap orientasi pembelajaran akan membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan, isi pelajaran pada saat itu.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan juga mendorong guru untuk mengadakan upaya pembaharuan dalam proses belajar dan memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Guru di tuntut untuk mampu menggunakan alat-alat yang bisa memudahkannya dalam menjalankan proses belajar mengajar dan memudahkan siswa dalam belajar, baik alat bantu yang sesuai dengan perkembangan zaman seperti komputer, slide dan sebagainya. Ataupun alat bantu mengajar yang sederhana, murah dan efisien seperti gambar, grafik, video dan animasi. Untuk mencapai tujuan pembelajaran di samping guru di tuntut mampu menggunakan alat-alat tersebut, guru juga di tuntut untuk mampu mengembangkan media pembelajaran yang akan digunakan tetapi tersedia, karena media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pembelajaran. Sehingga seorang guru disamping menguasai keilmuan pendidikan juga harus multi fungsi termasuk mengusai tata cara pengoperasian seluruh media pembelajaran pendidikan.
Media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar banyak sekali, begitu juga dalam pembelajaran IPA juga bisa menggunakan media pembelajaran untuk memudahkan guru, siswa dalam belajar. Media yang dimanfaatkan dalam pembelajaran IPA, antara lain : laptop, LCD, video, gambar dan sebagainya. Media-media tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, sehingga dapat memudahkan dalam mempelajari mata pelajaran IPA yang ada di sekolah-sekolah terutama di lembaga formal. Penggunaan macromedia flash dalam pembelajaran dapat menampilkan materi IPA pokok bahasan daur hidup beragam jenis makhluk hidup kelas IV dengan lebih jelas karena disertai gambar dan animasi yang berkaitan dengan materi. 
Disini macromedia flash di maksud adalah media yang dimanfaatkan dalam pembelajaran IPA, yang berupa suatu program aplikasi yang digunakan untuk mengolah gambar vektor dan animasi. Objek-objek yang dapat diolah untuk membuat animasi selain gambar vektor (yang dibuat secara langsung dari flash) adalah gambar-gambar bitmap yang diimpor serta objek suara (sound) dan objek yang berekstensi. Kemampuan flash dalam mengolah dalam berbagai jenis objek kemudahan dalam proses pembuatan animasi, serta kecilnya ukuran file animasi. Media tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, sehingga dapat memudahkan dalam mempelajari mata pelajaran IPA yang ada di sekolah-sekolah terutama di lembaga formal. Selain itu penggunaan macro media flash dalam pembelajaran dapat meringankan biaya pendidikan. Adapun kekurangan media pembelajaran ini adalah hanya bisa di jalankan melalui media komputer maupun laptop dan tidak adanya efek suara berupa narasi. Selain itu media ini hanya bisa digunakan di sekolah yang memiliki fasilitas seperangkat keras komputer (hardware) ataupun lab komputer.
Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu Esti Dewi Septiana, bahwasanya hasil analisis data uji coba perseorangan dapat diketahui tingkat validitas media pembelajaran yang dikembangkan sebesar menurut ahli materi, ahli media, uji kelompok kecil dan uji kelompok besar didapatkan rata-rata persentase 89,20%. Angka ini pada tabel kriteria kelayakan memenuhi kriteria valid dan secara keseluruhan dinyatakan baik serta dapat digunakan dalam pembelajaran. Sedangkan tinjauan terdahulu yang pernah dilakukan oleh Novita Restuti, sesungguhnya hasil penelitiannya menunjukkan rata-rata nilai kelas eksperimen adalah 77,31 sedangkan kelas kontrol adalah 65,38. Hal ini menunjukkan kelas yang di ajar dengan menggunakan macromedia flash profesional 8 mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi dari pada kelas yang diajar dengan tidak menggunakan media pembelajaran macromedia flash profesional 8.
Melihat kondisi pengelolaan kelas di dunia pendidikan sejak dulu sampai sekarang memang masalah yang tidak pernah absen dari agenda kegiatan guru. Semua itu tidak lain guna kepentingan belajar anak didik. Media merupakan salah satu alat yang sangat penting digunakan oleh seorang guru dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa, karena dengan adanya media yang cocok yang digunakan oleh guru siswa diharapkan raj in belajar dan tidak merasa bosan pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, mengingat mata pelajaran IPA adalah merupakan ilmu yang mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kalangan manusia dan berperan dalam proses pendidikan dan perkembangan teknologi. Namun kenyataan yang ada di Madrasah Ibtidaiah X dari hasil pengamatan peneliti, siswa kelas IV masih rendah hasil belajarnya terutama pada mata pelajaran IPA karena guru pendidikan IPA sangat jarang sekali menggunakan media yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa. Selain itu terkadang siswa selalu menganggap sulit pelajaran IPA sehingga mereka malas untuk belajar sehingga hasil belajarnya rendah karena siswa dapat belajar dengan tepat dan efektif itu harus melihat, mendengar dan merasakannya, siswa dalam mengorganisasikan materi yang telah di ketahui juga masih rendah, dan masih banyak siswa yang kurang bisa mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Hal inilah yang membuat hasil belajar siswa masih rendah dan malas untuk belajar pada mata pelajaran IPA.
Dengan adanya deskripsi tersebut, peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas ke dalam pembelajaran IPA pada Madrasah Ibtidaiah (MI) X dengan media macromedia flash, dan ditekankan pada materi daur hidup beragam jenis makhluk hidup. Dengan harapan penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya materi daur hidup beragam jenis makhluk hidup. Peneliti mencoba meneliti lebih lanjut dalam penelitian tindakan kelas dengan judul "PENGGUNAAN MACROMEDIA FLASH DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS IV MI X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 
1. Bagaimana perencanaan penggunaan macro media flash dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas IV MI X ?
2. Bagaimana pelaksanaan penggunaan macro media flash dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas IV MI X ?
3. Bagaimana penilaian penggunaan macro media flash dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas IV MI X ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 
1. Mengetahui perencanaan penggunaan macro media flash dalam
pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas IV MI X.
2. Mengetahui pelaksanaan penggunaan macro media flash dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas IV MI X.
3. Mengetahui penilaian penggunaan macro media flash dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas IV MI X.

D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 
1. Bagi siswa
- Membantu siswa yang bermasalah atau mengalami kesulitan pelajaran.
- Memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar.
- Mengembangkan daya nalar serta berpikir lebih kreatif, sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.
2. Bagi guru
Sebagai masukan dalam merancang kegiatan belajar mengajar serta dalam memberikan bimbingan kepada siswa untuk dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam meraih prestasi belajar siswa, serta memperhatikan media-media yang akan diterapkan dalam pembelajaran
3. Bagi Sekolah
- Sebagai bahan masukan bagi para pendidik tentang perlunya media pembelajaran IPA dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa khususnya di kelas IV MI X.
- Adanya inovasi pembelajaran.
- Tercapainya pengembangan kurikulum tingkat sekolah.
- Peningkatan profesionalisme guru.
4. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman yang berharga dan menambah wawasan dan khasanah keilmuan pada khususnya, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dengan wawasan yang lebih luas baik secara teoritis maupun secara praktis.