Search This Blog

Showing posts with label IPS kelas III. Show all posts
Showing posts with label IPS kelas III. Show all posts

SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN STRATEGI CARD SORT DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS III

(KODE : PENDPGSD-0037) : SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN STRATEGI CARD SORT DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS III

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjalani keberlangsungan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan sebuah proses penting dalam kehidupan manusia, karena melalui proses ini manusia dibentuk dan dilahirkan sebagai seorang manusia yang utuh dan sebenarnya. Menurut Munib, dkk (2011 : 34), pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi siswa agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1 pengertian pendidikan yaitu sebagai berikut : 
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.
Tujuan yang ingin dicapai setelah seseorang memperoleh pendidikan yaitu adanya perubahan dalam diri orang tersebut ke arah yang lebih baik seperti, dari belum tahu menjadi tahu dan yang sebelumnya tidak memiliki keterampilan kemudian memiliki keterampilan. Dalam Bab II Pasal 3 Undang-Undang tersebut, dinyatakan bahwa : 
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, pemerintah secara bertahap berusaha meningkatkan kualitas pendidikan pada setiap jenjang pendidikan. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu dengan dicanangkannya program wajib belajar 9 tahun. Program tersebut ditempuh pada jenjang pendidikan dasar, yaitu Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab X Pasal 37 Ayat 1 dinyatakan bahwa "pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat". Untuk mewujudkan pendidikan wajib belajar 9 tahun yang berkualitas, pemerintah menentukan standar pelaksanaan pendidikan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyatakan bahwa : 
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Berdasarkan Permendikbud tersebut, pembelajaran harus dilakukan dengan efektif dan efisien guna mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kurikulum. Pada jenjang pendidikan dasar khususnya Sekolah Dasar, kurikulum yang digunakan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang digunakan untuk mengatur proses pendidikan dan kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat beberapa mata pelajaran yang harus diberikan kepada siswa di tingkat Sekolah Dasar, salah satunya yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji beberapa disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah. Menurut Nasution (1975) dalam Soewarso dan Widiarto (2009 : 2), IPS adalah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya, dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial meliputi geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan psikologi sosial. Kajian IPS yaitu tentang hubungan antarmanusia. Latar telaahnya yaitu kehidupan nyata manusia (Soewarso, 2013 : 3). Menurut Barth dan Shemis (1980) dalam Soewarso (2013 : 3), hal-hal yang dikaji dalam IPS yaitu : (1) pengetahuan, (2) pengolahan informasi, (3) telaah nilai dan keyakinan, dan (4) peran serta dalam kehidupan. Keempat butir bahan belajar tersebut menjadi jalan bagi pencapaian tujuan IPS. Menurut Sumaatmaja (2006) dalam Gunawan (2013 : 18), "tujuan Pendidikan IPS yaitu membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara".
IPS juga merupakan ilmu sosial yang sangat penting untuk bekal dalam bermasyarakat, sehingga mampu menciptakan kehidupan yang serasi. Melalui pendidikan IPS di sekolah, diharapkan dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannya serta mampu memecahkan masalah sosial dengan baik, sehingga pada akhirnya siswa yang belajar IPS dapat terbina menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Namun, dalam proses pembelajaran dalam kelas sering kali ditemui beberapa kendala, baik dari faktor guru, siswa, maupun sarana dan prasarana yang kurang mendukung di sekolah. Hal ini mengakibatkan tujuan proses pembelajaran tercapai kurang maksimal.
Keadaan yang demikian juga terjadi dalam proses pembelajaran IPS di kelas III Sekolah Dasar Negeri X. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III, diperoleh keterangan bahwa selama ini guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional, dimana aktivitas kelas cenderung berpusat pada guru. Dalam proses pembelajarannya guru sangat mendominasi kelas, sedangkan siswa lebih banyak mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru, sehingga siswa cenderung bosan saat proses pembelajaran yang berakibat hasil belajar menurun. Hal inilah yang membuat rata-rata nilai UAS IPS di Sekolah Dasar Negeri X masih rendah. Dari 26 siswa kelas III, terdapat 10 siswa yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 65. Dengan kata lain, hanya sekitar 61% siswa yang melampaui KKM.
Memperhatikan permasalahan di atas, perlu adanya solusi untuk menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas tersebut. Dalam hal ini, guru dapat melakukan suatu inovasi baru terhadap pembelajarannya. Agar pembelajaran IPS terlaksana dengan baik, sedapat mungkin guru harus mampu membangkitkan minat belajar pada anak didiknya dengan menggunakan strategi pembelajaran yang disukai siswa. Menurut Sumantri dan Syaodih (2007 : 6.3-4), karakteristik siswa pada usia sekolah dasar masih senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan/memperagakan sesuatu secara langsung. Melihat perkembangan anak usia SD yang masih senang dalam bermain, guru hendaknya merancang strategi pembelajaran yang melibatkan anak untuk aktif. Dalam hal ini, guru dapat menerapkan pembelajaran aktif dalam pembelajaran IPS. Pembelajaran aktif merupakan suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Dalam hal ini, yang mendominasi kegiatan pembelajaran yaitu siswa, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator saja. Salah satu strategi pembelajaran aktif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS yaitu strategi card sort. 
Sebelumnya, strategi card sort telah diterapkan dalam pembelajaran pada jenjang sekolah dasar yang dilaksanakan oleh Widyawati (2012) dari Fakultas Ilmu Pendidikan STAIN Salatiga dengan judul "PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI METODE CARD SORT PADA MATA PELAJARAN IPS POKOK BAHASAN PENINGGALAN SEJARAH DARI MASA HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA KELAS V DI MI MUHAMMADIYAH TEJOBANG KECAMATAN SIMO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang menerapkan strategi card sort lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal tersebut dilihat dari rata-rata hasil tes formatif pada setiap siklus. Pada pra-siklus yaitu 48, siklus I menjadi 52, siklus II menjadi 58,67, dan siklus III menjadi 71,33. Hasil tersebut menjadi bukti empiris terhadap penerapan strategi card sort di kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran.
Kajian empiris di atas, menjadi landasan peneliti untuk menguji keefektifan strategi card sort dalam pembelajaran IPS pada kelas III Sekolah Dasar Negeri X. Strategi card sort merupakan strategi pembelajaran yang berisi kegiatan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, klasifikasi, fakta tentang objek, atau mereview informasi. Strategi card sort merupakan sebuah strategi pembelajaran yang membantu siswa untuk mendapat pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara aktif serta menjadikan belajar tidak terlupakan. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang didalamnya terdapat nuansa bermain (Zaini, Munthe, dan Aryani, 2008 : 50). Penerapan strategi card sort dalam proses pembelajaran diharapkan tidaklah menjemukan, karena strategi ini berpusat pada siswa, sehingga menuntut siswa untuk lebih aktif dan guru sebagai fasilitator saja. Gerakan fisik yang dominan dalam strategi ini dapat membantu mendinamiskan kelas yang jenuh atau bosan, sehingga dapat membuat siswa tidak jenuh selama mengikuti pembelajaran IPS. Selain itu, penerapan strategi pembelajaran ini juga diharapkan siswa akan merasa nyaman dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, materi yang disampaikan guru akan mudah diterima oleh siswa. Kemudahan dan kesesuaian penerimaan materi ajar yang disampaikan oleh guru akan menjadikan prestasi baik akademik maupun interaksi dengan masyarakat dapat diraih.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti berminat untuk mengadakan penelitian eksperimen dengan judul "KEEFEKTIFAN STRATEGI CARD SORT DALAM PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS III DI SEKOLAH DASAR NEGERI X”.

SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS III

(KODE : PENDPGSD-0036) : SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS III

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang sudah semakin modern harus diimbangi dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). SDM yang berkualitas akan mampu memanfaatkan perkembangan IPTEK semaksimal mungkin. Pendidikan sebagai sarana dan wahana yang sangat baik dalam pembinaan SDM yang berkualitas perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara baik oleh pemerintah, pengelola pendidikan, dan masyarakat.
Pendidikan merupakan hak setiap manusia, dan merupakan kewajiban bagi manusia untuk mengikuti pendidikan. Berkaitan dengan hak dan kewajiban pendidikan bagi setiap manusia, di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) Pasal 31 Ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan, selanjutnya dalam Ayat 2 juga disebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Manusia dengan adanya pendidikan, akan mampu mengembangkan pola pikir, dan kemampuan yang dimiliki, sehingga bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, dan bangsa.
Hal tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1 bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Munib, dkk (2011 : 34) juga berpendapat : "Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat atau tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan". Lebih lanjut, Rusman (2012 : 201) menyatakan bahwa pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta atau kreativitas, sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Pendidikan di Indonesia dapat ditempuh melalui 3 jalur, yakni pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Pasal 1 Ayat 2, pendidikan formal adalah "jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi". Pendidikan formal tersebut dapat diselenggarakan melalui sekolah.
Pada hakikatnya, sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang menyediakan banyak kegiatan belajar, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman pendidikan. Pendidikan diharapkan tidak hanya membentuk manusia yang bermartabat saja, tetapi juga mampu menjadi pilar peradaban bangsa yang bermartabat. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 3 yaitu : 
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Demi tercapainya fungsi dan tujuan pendidikan tersebut, maka pendidikan di Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Kurikulum dibentuk agar tujuan pendidikan dapat terlaksana dan tercapai tepat sasaran. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab I Pasal 1 Ayat 19 menyatakan bahwa : 
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum pendidikan dasar (SD/MI/SLB) dan menengah menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab X Pasal 37 Ayat 1, wajib memuat 10 mata pelajaran, salah satunya yakni Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Susanto (2013 : 137) menyatakan bahwa, IPS merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di tingkat dasar dan menengah.
IPS dikenal sebagai mata pelajaran yang memiliki cakupan materi yang luas, sehingga pembelajaran IPS harus dikemas dalam pembelajaran yang menarik. Proses pembelajaran IPS yang masih berpusat pada guru dan memonopoli peran sebagai sumber informasi, sudah sepantasnya diubah dengan menerapkan metode atau model pembelajaran yang bervariasi. Hal ini sesuai dengan proses pembelajaran yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang menjelaskan bahwa : Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kenyataannya, masih banyak guru yang melaksanakan pembelajaran IPS dengan menggunakan metode pembelajaran yang cenderung monoton, yaitu masih menggunakan pembelajaran konvensional berupa metode ceramah dan tanya jawab yang berpusat pada guru. Dalam situasi tersebut, maka peran guru dan buku-buku teks masih merupakan sumber belajar yang sangat utama. Siswa hanya berperan sebagai objek belajar yang harus bisa menghafal semua materi yang telah disampaikan oleh guru. Cara-cara yang demikian cenderung membuat siswa lebih bersikap apatis, baik terhadap mata pelajaran itu sendiri maupun terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
Metode ceramah memang memudahkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, tetapi di sisi lain kurang dapat mengaktifkan siswa dan dapat membuat siswa cepat bosan terhadap proses pembelajaran. Terlebih lagi, pembelajaran yang menggunakan metode ceramah cenderung mengarahkan siswa untuk mencatat materi yang telah atau akan disampaikan oleh guru. 
Kegiatan pembelajaran yang demikian, menurut Windura (2013 : 21-3) hanya melibatkan satu belahan otak saja, yaitu belahan otak kiri. Padahal pada kenyataannya, otak mempunyai sifat untuk selalu menyeimbangkan kedua belahannya. Sifat menyeimbangkan otak ini ditunjukkan saat keadaan sedang jenuh. Ketika siswa yang sudah kelebihan beban otak kirinya saat belajar di kelas, maka otak kanan juga akan menyeimbangkannya dengan beberapa hal, yaitu : (1) menggambar atau mencoret-coret apa saja yang sesuai dengan lamunannya; (2) melamunkan sesuatu, kemudian mengajak bercerita teman di sebelahnya mengenai lamunannya; (3) tidak konsentrasi; (4) bosan; (5) mengantuk; dan (6) tidur. Oleh karena itu, guru perlu menggunakan metode atau model pembelajaran lain yang dalam proses pembelajaran mampu melibatkan kedua belahan otak dalam berpikir, sehingga dapat mengingat informasi jauh lebih mudah dan pembelajaran menjadi lebih kondusif.
Permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran IPS juga dialami Sekolah Dasar (SD) Negeri X khususnya kelas III. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III SD Negeri X diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa pada Ulangan Akhir Semester (UAS) semester gasal kurang optimal, dari 27 siswa, 33% diantaranya masih mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 70. Setelah dianalisis, keadaan demikian didasarkan oleh beberapa penyebab, yaitu : (1) model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran IPS masih menggunakan metode konvensional, dan berpusat pada guru; (2) penggunaan metode pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek kognitif saja, sehingga pengembangan aspek afektif, dan psikomotorik siswa belum optimal; dan (3) pada pelaksanaan pembelajaran IPS, guru jarang menerapkan model pembelajaran yang inovatif, dan masih terfokus pada kegiatan siswa yang berupa mencatat, serta menghafal materi pelajaran.
Berdasarkan permasalahan yang ada pada kelas tersebut, guru dituntut harus mempunyai kombinasi metode atau model pembelajaran lainnya, agar suasana pembelajaran menjadi lebih baik. Hal tersebut dikarenakan guru merupakan subjek yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Rusman (2012 : 58) menyatakan bahwa pada umumnya guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam proses pendidikan, karena guru memegang peranan dalam proses pembelajaran yang merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, guru dituntut untuk menguasai berbagai kompetensi, salah satunya yaitu kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya (Chatib, 2013 : 28). Guru harus mengerti dan bisa mempraktikkan konsep pedagogik yang efektif agar tujuan pendidikan tercapai.
Berdasarkan permasalahan dalam proses pembelajaran IPS yang terjadi pada kelas III SD Negeri X maka diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran IPS. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan berinovasi menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan siswa, dan materi pembelajaran. Model pembelajaran tersebut tentunya yang mampu melibatkan kedua belahan otak selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, akan diujicobakan dengan menerapkan model pembelajaran Mind Mapping.
Mind Mapping menurut Buzan (2013 : 4) merupakan "cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak". Melalui Mind Mapping, siswa memetakan konsep-konsep ilmu yang diperoleh dari buku pada selembar kertas dalam bentuk simbol-simbol, kata-kata, gambar, serta garis-garis dengan berbagai warna sehingga dalam hal ini siswa menciptakan media belajar sendiri. 
Swadarma (2013 : 7) menyebutkan bahwa Mind Mapping bekerja dengan memadukan dan mengembangkan potensi kerja kedua belahan otak dalam proses belajar, sehingga menjadi mudah untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik melalui tulisan maupun lisan. Mind Mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak, maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk, dan sebagainya, memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima. Hal tersebut menyebabkan siswa dapat memahami materi pelajaran secara lebih mendalam dan mengingatnya lagi dengan mudah. Selain itu, melalui model pembelajaran Mind Mapping, siswa mampu berperan aktif dan bekerjasama dalam membangun pengetahuannya. 
Dengan demikian, model pembelajaran Mind Mapping diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk menggunakan model pembelajaran Mind Mapping pada pembelajaran IPS materi sejarah uang dan penggunaan uang sesuai kebutuhan agar dapat membuat siswa mampu memahami materi serta mengingat materi pembelajaran dengan mudah. Melalui model pembelajaran Mind Mapping, diharapkan siswa dapat membangun pengetahuan dan pemahaman terhadap materi sejarah uang dan penggunaan uang sesuai kebutuhan yang sebagian besar berisi tentang hafalan.
Keberhasilan penggunaan model pembelajaran Mind Mapping telah dibuktikan oleh penelitian terdahulu. Setyaningrum dari Universitas Negeri Yogyakarta telah membuktikan keefektifan Mind Mapping pada tahun 2012 dengan judul penelitian "Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu Kelas 3 di SLB As-Syifa Lombok Timur". Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Mind Mapping terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SLB As-Syifa Lombok Timur. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, Subiyati (2012) dengan judul "Perbedaan Pengaruh Penggunaan Metode Mind Map dan Metode Ceramah terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri Keputran A Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012", yang menyatakan bahwa penerapan Mind Mapping terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Hasil tersebut menjadi bukti empiris terhadap penerapan model pembelajaran Mind Mapping di kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran.  
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk melaksanakan penelitian dengan judul "KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI X". Dengan harapan, peneliti dapat membandingkan hasil belajar siswa antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Mind Mapping dan pembelajaran konvensional.

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA

(KODE : PTK-0140) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA (IPS KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi ilmu pengetahuan sosial dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Hal ini dikarenakan di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat akibat kehidupan masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat. Mata pelajaran IPS bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial dan juga berupaya membina dan mengembangkan peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga masyarakat dan warga negara yang memiliki perhatian, kepedulian sosial yang bertanggung jawab.
Tujuan pembelajaran IPS menurut Nursid Sumaatmadja dalam Hidayati (2008 : 24) adalah untuk membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat. Dan Ruang lingkup mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial meliputi aspek-aspek di antaranya 1) Manusia, tempat, dan lingkungan. 2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan. 3) Sistem, sosial dan budaya. 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Depdiknas, 2006 : 575).
Berdasarkan tujuan dari pendidikan IPS, dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Menurut Azis Wahab (1986) dalam Trianto, kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan agar pembelajaran IPS benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengkondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan (2010 : 174).
Dan hasil observasi yang dilakukan pada PPL 1 dan PPL 2 di SDN X pada bulan September dan Oktober menunjukkan bahwa pembelajaran IPS siswa kelas 3 SDN X masih kurang optimal. Hal ini disebabkan karena minimnya strategi yang dilakukan guru saat mengajar. Cara mengajar guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Sedangkan pada saat tanya jawab hanya siswa-siswa yang pandai saja yang mau menunjukkan jari untuk menjawab pertanyaan dari guru. Selain itu guru kurang memanfaatkan media, sehingga mengakibatkan minat belajar siswa rendah. Hal tersebut menyebabkan nilai hasil belajar siswa masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan 63,6% siswa atau 7 dari 11 siswa mengalami ketidaktuntasan belajar, sedangkan 36,4% atau 4 dari 11 siswa mengalami ketuntasan belajar. Nilai ketuntasan minimal mata pelajaran IPS di SDN X adalah 60. Dan rata-rata kelas sebesar 53,6 dengan nilai terendah adalah 15 dan tertinggi adalah 95.
Dengan melihat data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran IPS pada kelas tiga SDN X maka perlu sekali adanya peningkatan kualitas pembelajarannya, agar hasil belajar IPS pada kelas tiga dapat meningkat. Hal ini senada dengan pendapat Soewarsono yang menyebutkan bahwa perbaikan pengajaran sangat penting bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar yang baik bagi siswa (Sugiarti, 2009 : 4). Dan setelah melihat permasalahan yang ada pada pembelajaran IPS di kelas tiga SDN X maka peneliti menetapkan alternatif pemecahan masalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan model cooperative learning (pembelajaran kooperatif) tipe Teams Games Tournament (TGT). Dan pelaksanaan pembelajaran IPS dalam kelas III tersebut dilakukan secara tematik bersama dengan mata pelajaran lain yang masih berkaitan. Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 bahwa pembelajaran untuk kelas I, II dan III dilaksanakan dengan pendekatan tematik (Trianto, 2010 : 78).
Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu model pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku ras yang berbeda. TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan si stem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik mereka setara (Slavin, 2009 : 163-165).
Adapun manfaat dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan pembelajaran IPS agar lebih bermakna bagi siswa dalam pengalaman belajarnya. Selain itu guru juga dapat mengasah kreativitasnya untuk menemukan hal-hal yang baru sehingga anak tidak merasa bosan dalam belajar dengan pola pengajaran yang sama. Dari ulasan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji dengan judul "PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA KELAS III SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Rencana Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana cara meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas 3 SDN X ?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat diperinci sebagai berikut : 
a. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
b. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
c. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
2. Pemecahan Masalah
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan beberapa tahap siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPS dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT). Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) meliputi : 
a. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran.
b. Guru menyajikan informasi kepada siswa.
c. Guru membentuk kelompok belajar untuk mendiskusikan materi dan membantu setiap kelompok yang belum mampu menguasai materi.
d. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan lembar kerja.
e. Guru menjelaskan peraturan turnamen dan mengatur penempatan meja untuk turnamen
f. Guru mengawasi jalannya turnamen
g. Penghitungan perolehan skor dari tiap siswa dan kelompok belajar
h. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan adalah : 
1. Tujuan umum
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas 3 SDN X.
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS materi uang pada kelas 3 SDN X.
b. Meningkatkan aktivitas siswa dalam mata pelajaran IPS materi uang pada kelas 3 SDN X.
c. Meningkatkan hasil belajar IPS materi jual uang pada siswa kelas 3 SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut : 
1. Manfaat Praktis 
a. Siswa
Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS. Selanjutnya diharapkan hasil belajar akan meningkat.
b. Guru
Memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang model pembelajaran yang inovatif sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang bervariasi.
c. Sekolah
Dengan menerapkan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT), kita dapat memberikan masukan bagi kepala sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran para guru. Selain itu dengan peningkatan hasil belajar siswa, sekolah dapat menaikkan KKM mata pelajaran IPS. 
2. Manfaat Teoritis 
a. Peneliti
Berguna untuk menambah wawasan tentang pembelajaran dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) khususnya mata pelajaran IPS.