Search This Blog

Showing posts with label PGSD Kelas V. Show all posts
Showing posts with label PGSD Kelas V. Show all posts

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING TOPIK SIFAT-SIFAT CAHAYA UNTUK KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0051) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING TOPIK SIFAT-SIFAT CAHAYA UNTUK KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas 5

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Dalam UU 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terdapat sejumlah pasal yang berkaitan dengan KTSP, pasal 1 ayat (19) menjelaskan definisi operasional kurikulum. Menurut pasal 1 ayat (19), "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. "Definisi tersebut menegaskan bahwa kurikulum dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pembelajaran. Bukan buku teks yang sebenarnya lebih berperan sebagai salah satu sumber pembelajaran. 
Perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari adanya perubahan yang ada di dalamnya seperti kualitas guru, kurikulum, proses pembelajaran, sarana dan prasarana, sumber belajar, metode pembelajaran, metode pembelajaran. Sebagai dampaknya adalah diperkayanya sumber dan media pembelajaran. 
Belajar dan pembelajaran memiliki konsep yang berbeda namun saling berkaitan. Belajar dapat di artikan sebagai proses perubahan tingkah laku manusia. Sebagaimana diungkapkan oleh Bell-Gredle (1986 : 1) dalam buku Teori Belajar dan Pembelajaran hal (15) " Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh kemampuan, ketrampilan, dan sikap tersebut di peroleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat". Belajar merupakan proses tindakan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan yang keadaan berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya dan juga belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting dalam kehidupan masyarakat tradisional dan modern. 
Belajar dimulai dengan adanya dorongan semangat yang dalam diri seseorang yang akan menimbulkan adanya peningkatan dalam hasil belajar siswa. Kegiatan belajar yang akan di lakukan menyesuaikan tingkah laku seseorang dalam upaya meningkatkan kemampuan berfikir pada diri seseorang. Dalam hal ini belajar perilaku mengembangkan diri melalui penyesuaian tingkah laku. 
Sedangkan pembelajaran berkaitan dengan komunikasi timbal balik siswa dengan guru. Pembelajaran merupakan aktivitas pendidik atau guru secara terencana melalui desain agar siswa dapat belajar secara aktif dan lebih menekankan pada sumber belajar yang disediakan (Dimyati dan Mudjiono). Proses pembelajaran yang baik ialah yang memungkinkan terjadinya relasi antara stimulus dan respon dengan baik. 
Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus dapat menumbuhkan proses belajar yang baik yang dapat memacu peserta didik untuk berfikir kreatif dan aktif. Kegiatan pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik dan media dalam rangka membangun proses belajar antara lain membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. 
Keterkaitan antara dua konsep ini yaitu upaya guru merencanakan kegiatan belajar untuk siswa dengan memfasilitasi agar siswa dapat berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan perilaku pada diri siswa. Perubahan tersebut mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Muhammad Rohman (2013 : 68) perubahan yang terjadi memiliki karakteristik : (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan perbuatan. 
Menuju pada karakteristik tersebut, aktivitas belajar siswa merupakan suatu kegiatan yang menjadi ciri berlangsungnya suatu pembelajaran. Aktifitas ini tentunya melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Aktivitas yang mudah teramati dalam pembelajaran adalah aktivitas fisik berupa gerak motorik siswa seperti memperagakan sesuatu atau memperagakan suatu model. Aktivitas lain yang juga perlu mendapat perhatian yaitu aktivitas mental siswa. Aktivitas mental ini juga dikatakan sebagai proses berfikir siswa berupa mengingat, menalar, dan menganalisis suatu materi pembelajaran. Meskipun tidak dapat diamati oleh indera, namun aktivitas mental ini menjadi ciri bagi siswa memahami materi pembelajaran belum. 
Selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk memadukan aktifitas fisik dan mental mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung dengan aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan perlu adanya suatu perangkat pembelajaran yang mendukung terciptanya suasana pembelajaran tersebut. Salah satu perangkat pembelajaran yang dapat digunakan yaitu Lembar Kerja Siswa atau disebut dengan LKS. 
Lembar kerja Siswa merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran (Hidayah dan Sugiarto, 2006 : 8). Secara umum LKS adalah perangkat pembelajaran sebagai perlengkapan sarana pendukung Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
"Lembar Kerja Siswa juga merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran yang menunjang kepada pencapaian indikator melalui berbuat dan berfikir sehingga siswa memperoleh kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor". 
Sementara itu, menurut (Lestari, 2006 : 16) LKS dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan produk bahasan dan tujuan pembelajarannya. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan sebagai tahap pemahaman konsep, karena LKS dirancang untuk membimbing siswa dalam pembelajaran. LKS dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari sebelumnya yaitu penanaman konsep. 
Lembar kerja siswa mempunyai kriteria kualitas, Menurut Hendro Darodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992) penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik. LKS juga berperan membantu guru dalam mengarahkan siswa menemukan jawaban melalui aktivitas sendiri. Dengan adanya LKS diharapkan siswa dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dan menuangkan ide-ide kreatifnya baik secara perorangan maupun kelompok mampu berfikir kritis dan menjalin kerjasama yang baik dengan anggota kelompok. 
Kondisi ideal yang diharapkan tersebut ternyata masih belum tercapai. Hal ini terlihat dari hasil observasi yang dilakukan penelitian di SDN X. Dari hasil wawancara dengan salah satu guru kelas V di sekolah SDN X ternyata sebagian besar guru di SDN X hanya menggunakan LKS yang sudah disediakan pada buku teks sebagai bahan kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Padahal LKS tersebut sebenarnya bukanlah LKS yang benar-benar secara maksimal membantu siswa untuk aktif, kreatif, dan inovatif menuangkan ide-idenya serta memadukan aktivitas fisik dan mental mereka dalam proses pembelajaran, karena hanya menyajikan soal-soal latihan untuk menjawab oleh siswa secara tertulis saja. Masih sangat minim LKS yang secara kreatif dirancang oleh masing-masing guru dengan tujuan untuk mengkolaborasikan aktivitas fisik dan mental siswa dalam proses pembelajaran. Masih banyak yang mengeluhkan bahwa LKS hanya berisi latihan soal-soal untuk dikerjakan pada jam pembelajaran kosong atau sebagai pengganti jika guru berhalangan hadir dan untuk tugas rumah yang harus di kerjakan di rumah. Namun seharusnya LKS lebih tepatnya untuk soal evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dan seberapa siswa memahami pembelajaran yang ditangkap. Dari permasalahan ini di temukan bahwa siswa jadi kurang aktif selama mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung, proses pembelajaran terkesan membosankan bagi peserta didik dan menjadikan keberhasilan pembelajaran menjadi rendah. 
Lembar Kerja Siswa berupa LKS yang didalamnya berisi rangkaian kegiatan dan tugas-tugas yang harus dilakukan siswa dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan juga aktivitas siswa berdasarkan model inkuiri terbimbing sehingga dapat mencapai kompetensi yang di harapkan. Penelitian ini diberi judul "PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING TOPIK SIFAT-SIFAT CAHAYA UNTUK KELAS V".

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF SUBTEMA HUBUNGAN MAKHLUK HIDUP DALAM EKOSISTEM PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0050) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF SUBTEMA HUBUNGAN MAKHLUK HIDUP DALAM EKOSISTEM PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas 5

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kunci yang nantinya akan membuka pintu ke arah modernisasi dan kemajuan suatu bangsa. Tujuan pendidikan nasional Indonesia terdapat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sanjaya, 2011 : 65). 
Salah satu sarana yang dipakai untuk memfasilitasi pendidikan di Indonesia adalah sekolah. Setiap sekolah memiliki tujuan institusional yang harus dicapai oleh semua lembaga pendidikan sesuai dengan peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab V Pasal 26 menjelaskan bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Sanjaya, 2011 : 66). 
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 37 ayat 1 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; j. muatan lokal (Sanjaya, 2011 : 136). 
Salah satu implementasi pendidikan tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah pada mata pelajaran IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS diajarkan secara terpadu yang memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Mata pelajaran IPS mengarahkan siswa untuk dapat menjadi warga negara indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Lom, 2006 : 575). 
Mata pelajaran IPS pada standar isi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2007 : 575) memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan : a. mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan; b. berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; c. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; d. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal, nasional, dan global. Adapun ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a. manusia, tempat, dan lingkungan; b. waktu, keberlanjutan, dan perubahan; c. sistem sosial dan budaya; dan d. perilaku ekonomi dan kesejahteraan. 
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat dilihat dari Standar Isi (SI) yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, yang diturunkan dari Standar Kelulusan sebagai rujukan pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan sesuai karakter siswa dan kebutuhan daerah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. (Sanjaya, 2011 : 127) 
Kenyataan di lapangan masih banyak permasalahan dikemukakan Depdiknas mengenai standar isi mata pelajaran IPS yaitu pada pelaksanaan KTSP yang diberlakukan sejak tahun 2006 menimbulkan berbagai permasalahan yaitu guru masih berorientasi pada buku teks, tidak mengacu pada dokumen kurikulum. Buku teks dianggap sudah menjabarkan kurikulum. Kondisi ini jelas salah, karena seharusnya guru sendiri yang harus menjabarkan dan mengembangkan kurikulum. Ada suatu kecenderungan pemahaman yang salah bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran yang cenderung pada hafalan. Guru dalam menerapkan metode pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas guru, bukan pada aktivitas siswa. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang variatif. Pada umumnya sarana untuk mendukung pembelajaran IPS masih kurang. (Depdiknas, 2007 : 6-7). 
Berdasarkan identifikasi masalah pembelajaran IPS yang terjadi di Kelas 5 SD Negeri X dari peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi selama pembelajaran awal menunjukkan rendahnya kualitas pembelajaran IPS. Hasil refleksi didapatkan permasalahan dalam pembelajaran IPS yaitu siswa kurang berkonsentrasi, siswa tidak merespon pertanyaan dari guru, siswa kurang aktif dalam kegiatan diskusi, siswa mengalami kesulitan dalam penguasaan materi, siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran, dan siswa malas mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan. 
Permasalahan tersebut disebabkan karena guru kurang menguasai kelas, pembelajaran lebih berpusat pada guru, guru sudah menggunakan media akan tetapi belum inovatif sehingga siswa lebih cenderung pasif, penggunaan variasi kurang berakibat kegiatan pembelajaran berlangsung monoton, manajemen kelompok dari guru yang kurang baik menyebabkan pembelajaran berlangsung tidak kondusif, pembelajaran kurang efektif karena materi banyak tidak sebanding dengan waktu yang terbatas. 
Rendahnya hasil belajar siswa di Kelas 5 SDN X memperkuat permasalahan pembelajaran IPS, analisis data kuantitatif yang diperoleh bersama kolaborator berupa data dokumen hasil belajar ulangan harian mata pelajaran IPS ditunjukkan rendahnya nilai rata-rata hasil belajar siswa, sebanyak 57,1% atau 8 siswa dari 14 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan 42,9% atau 6 siswa dari 14 siswa telah mendapat nilai diatas KKM. 
Peneliti bersama tim kolaborator berinisiatif menetapkan alternatif tindakan dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar untuk mengatasi permasalahan di kelas 5 SD Negeri X pada pembelajaran IPS. 
Turney (1973) (dalam Mulyasa, 2011 : 69) mengungkapkan delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Selanjutnya, menurut Diedrich (dalam Hamalik, 2009 : 172) menggolongkan aktivitas belajar siswa meliputi visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, motor activities, mental activities, dan emosional activities. Sedangkan, menurut Hamdani dalam Suprijono (2011 : 6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. 
Alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS adalah menggunakan model Quantum Teaching dan Learning dengan media flashcard. Quantum Teaching dan Learning adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Kegiatan pembelajaran di kelas dengan model quantum teaching dan learning memaksimalkan interaksi antara guru, siswa, suasana maupun sarana fisik yang ada di dalam kelas untuk melejitkan prestasi belajar (DePorter, 2010 : 34). 
Model Quantum Teaching dan Learning menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu butuh dan ingin terus belajar (A'la, 2012 : 24). Hal tersebut dapat dicapai sejalan pendapat DePorter (2010 : 35) dengan penerapan konsep "bawalah dunia siswa ke dunia guru, dan antarkan dunia guru ke dunia siswa" yang berarti kegiatan ini dilakukan dengan cara mengaitkan apa yang akan diajarkan guru dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademis siswa. 
Dunia siswa dan guru sangat berbeda karena menurut Piaget (dalam Baharuddin, 2012 : 123) menyatakan bahwa karakteristik siswa kelas 5 berada pada tahap concrete operational, siswa dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mempelajari IPS pada hakekatnya adalah menelaah interaksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik dan social-budaya). Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. 
Pada dasarnya pelaksanaan komponen rancangan model Quantum Teaching and Learning, dikenal dengan singkatan "TANDUR" yang merupakan kepanjangan dari tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan (DePorter, 2010 : 39). Sehingga dalam pembelajaran IPS menggunakan model Quantum Teaching dan Learning telah dirancang dengan menyenangkan, mengaitkan materi dengan kehidupan siswa sehari-hari, sehingga dapat menyimpulkan suatu peristiwa lain melalui pembelajaran yang bermakna. 
Komunikasi dalam proses pembelajaran IPS sering terjadi penyimpangan sehingga komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan, dan kurangnya minat siswa. Salah satu usaha untuk mengatasinya dengan menggunakan media secara terintegrasi dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan fungsi media dalam kegiatan pembelajaran disamping sebagai penyaji stimulus informasi dan sikap, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi serta mengatur langkah-langkah kemajuan yang akan memberikan umpan balik. 
Model Quantum Teaching dan Learning didukung dengan adanya flashcard sehingga komunikasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran berjalan efektif. Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang ukurannya seukuran postcard atau sekitar 25x30 cm. Gambar yang ada pada media ini merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan pada bagian belakangnya. dan media ini hanya cocok untuk kelompok kecil yang tidak lebih dari 25 orang. (Sarwono, 2009 : 103). Flashcard menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk memberi respons yang diinginkan. Gambar garis dapat digunakan pada media flashcard (kartu kecil yang berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu) (Arsyad, 2010 : 119). Media flashcard pada pembelajaran IPS memberikan pengalaman langsung yang menunjukkan penerapan learning by doing karena pengalaman yang didapatkan siswa memberi dampak langsung terhadap perolehan dan pertumbuhan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap siswa (Sukiman, 2012 : 33). 
Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka peneliti dan kolaborator memutuskan melakukan tindakan dengan menerapkan model Quantum Teaching dan Learning dengan media flashcard agar dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengajar, aktivitas siswa, dan hasil belajar IPS siswa kelas 5 SD Negeri X. Diharapkan dalam penerapannya siswa secara aktif kreatif, bersosialisasi baik serta dapat dengan mudah memahami materi. 
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji masalah tersebut dengan melakukan penelitian tindakan kelas tentang "PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING DAN LEARNING DENGAN MEDIA FLASHCARD SISWA KELAS 5 SD NEGERI X". 

SKRIPSI PGSD IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK DALAM KURIKULUM 2013 DI KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0048) : SKRIPSI PGSD IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK DALAM KURIKULUM 2013 DI KELAS V

contoh skripsi pgsd kurikulum 2013 kelas 5

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mengalami perkembangan terus-menerus seiring dengan perkembangan zaman. Perkembangan pendidikan dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah perkembangan kebutuhan masyarakat baik masyarakat lokal maupun masyarakat global dan perkembangan ilmu mengenai pendidikan itu sendiri. Perubahan kebutuhan masyarakat merupakan dampak dari perkembangan peradaban manusia, tidak bisa dipungkiri kehidupan sosial dan teknologi sangat berpengaruh terhadap dunia pendidikan saat ini. Selain hal tersebut, tokoh-tokoh dan juga pakar pendidikan juga mempunyai andil yang besar dalam perkembangan dunia pendidikan, inovasi-inovasi pendidikan semakin berkembang pesat dan memperkaya kazanah keilmuan dalam dunia pendidikan. Perkembangan-perkembangan tersebut yang akhirnya mempengaruhi arah atau tujuan yang ingin dicapai dari suatu pendidikan. 
Pada hakikatnya tujuan dari pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas ke depan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Arti penting dari diselenggarakannya pendidikan itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas manusia agar lebih baik dalam segala aspek kehidupan. 
Di Indonesia pendidikan diselenggarakan untuk mewujudkan salah satu tujuan dari negara ini yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah sejak zaman pasca kemerdekaan sampai dengan pemerintahan saat ini mencoba untuk mewujudkan hal tersebut dengan terus menerus memperbaiki dan meningkatkan proses dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan selalu mengembangkan dan memperbaiki kurikulum pendidikan. Seperti yang kita ketahui kurikulum merupakan acuan dasar dalam penyelenggaraan pendidikan oleh sebab itu kurikulum mempunyai peran besar dalam tercapai atau tidaknya suatu tujuan pendidikan. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan penyelenggara negara berperan besar dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Salah satu kebijakan yang saat ini menjadi isu hangat adalah diterapkannya kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini merupakan perkembangan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Terdapat beberapa perbedaan dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum 2013 merupakan kurikulum dengan berbasis kompetensi dan karakter khususnya untuk sekolah dasar. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi dan menekankan pada pengembangan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. Perbedaan lain yang nampak adalah sistem integrasi pada semua mapel menggunakan tema serta sistem penilaian yang digunakan yaitu penilaian autentik. Sistem tematik integratif pada KTSP hanya dilaksanakan untuk kelas I, II, dan III dan dalam kurikulum terbaru ini sistem ini digunakan untuk semua kelas yaitu kelas I-VI. 
Proses pembelajaran menjadi bagian terpenting pembaharuan dalam Kurikulum 2013, yaitu proses pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pemeran utama dan harus aktif. Pembelajaran yang aktif serta berbasis kompetensi dan karakter diharapkan siswa tidak perlu menghafal lagi dalam menguasai kompetensi yang diharapkan tapi kompetensi tersebut akan dikuasai melalui pengalaman langsung saat pembelajaran. 
Selain menekankan pada proses pembelajaran, proses penilaian juga menjadi titik berat dalam kurikulum ini. Kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Penilaian autentik diharapkan mampu menggambarkan secara utuh mengenai kondisi peserta didik yang sesungguhnya dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Menurut Wiggins dalam Abdul Majid (2014 : 73), berpendapat bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan dan Iain-lain dianggap telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Melihat kekurangan tersebut, dalam kurikulum ini mengadopsi penilaian autentik agar diperoleh gambaran kondisi peserta didik yang sebenarnya untuk digunakan sebagai refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan maupun sebagai sarana pertanggungjawaban kepada pihak intern serta ekstern sekolah. 
Penilaian autentik dilaksanakan selama proses pembelajaran untuk melihat ketercapaian kompetensi siswa, tidak hanya pada aspek pengetahuan saja namun juga pada aspek sikap dan keterampilan, oleh karena itu dalam pelaksanaan penilaian autentik pendidik dituntut untuk cermat, teliti, serta objektif sehingga nilai yang dihasilkan menggunakan penilaian autentik ini benar-benar representatif dan autentik menggambarkan keadaan siswa yang sebenarnya. Hasil penilaian yang baik akan memudahkan berbagai pihak baik pihak intern maupun ekstern sekolah untuk mengadakan kegiatan refleksi dan evaluasi sehingga kualitas pendidikan akan semakin meningkat dengan kualitas penilaian tersebut. 
Pelaksanaan penilaian autentik di sekolah dasar tidak lepas dari peran penting guru itu sendiri. Dalam penilaian autentik guru memiliki peran sebagai pengembang atau perencana instrumen penilaian dan evaluasi sekaligus sebagai pelaksana. Kemampuan menilai dan mengevaluasi merupakan salah satu bagian dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai oleh guru. 
Pelaksanaan penilaian autentik ditemukan beberapa permasalahan berkaitan dalam pengimplementasian nya khususnya di sekolah dasar. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Z guru kelas IV di SD X yang juga sudah menerapkan Kurikulum 2013, beliau menjelaskan beberapa permasalahan yang dialami saat melaksanakan penilaian autentik yaitu yang pertama adalah dalam penilaian autentik terlalu banyak komponen-komponen (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) yang harus diperhatikan secara bersamaan sehingga menyulitkan guru, selanjutnya yang kedua adalah penilaian sikap yang menuntut pengamatan secara detail dengan jumlah siswa yang banyak sehingga guru mengalami kesulitan dalam melaksanakan penilaian. Berdasarkan hasil wawancara juga didapatkan informasi bahwa penilaian autentik menjadi kesulitan tersendiri bagi guru-guru dalam penerapannya. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Sekolah SD X Bapak J dalam wawancara yang menyatakan salah satu kesulitan di dalam penerapan kurikulum 2013 adalah penilaian autentik. 
SDN X merupakan salah satu sekolah dasar yang menerapkan kurikulum 2013 ini, namun berbeda dengan sekolah dasar lain yang baru menerapkannya pada kelas I dan kelas IV, SDN X sudah melaksanakannya di semua kelas sejak tahun 2013 dan dijadikan sebagai SD percontohan untuk penerapan Kurikulum 2013. Pelaksanaan Kurikulum 2013 di SDN X didukung dengan adanya guru yang ahli dan profesional hal tersebut terbukti dengan adanya guru yang menjadi instruktur untuk Kurikulum 2013. Kelas VB SDN X merupakan kelas yang diampu oleh guru yang menjadi instruktur nasional untuk Kurikulum 2013 sehingga secara formal pelaksanaan kurikulum 2013 khususnya dalam penilaian autentik di kelas tersebut sangat terbantu oleh kualitas tenaga pendidiknya. 
Mengingat akan pentingnya permasalahan tersebut dan melihat potensi yang ada maka perlu dilakukan kajian dengan melakukan penelitian dengan judul "IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK DALAM KURIKULUM 2013 DI KELAS V SDN X". 

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS CERITA BERGAMBAR MELALUI PENDEKATAN DISCOVERY LEARNING PADA MAPEL IPA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0047) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS CERITA BERGAMBAR MELALUI PENDEKATAN DISCOVERY LEARNING PADA MAPEL IPA KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas 5

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menjadi tumpuan harapan untuk dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, karena pendidikan yang berlangsung di sekolah keberadaannya disengaja, direncanakan, serta diatur sedemikian rupa melalui tata cara dan mekanisme yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Standar Kompetensi IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari hari. Sedangkan dalam Standar Isi kurikulum KTSP 2006 dinyatakan bahwa Standar Kompetensi IPA diberikan kepada peserta dengan pola pembelajaran interaktif, strategi pembelajaran dalam menyajikan materi secara verbal diubah menggunakan strategi pembelajaran yang lebih inovatif, munculnya kesadaran bahwa sumber belajar dan media pembelajaran dapat diperoleh dari berbagai cara serta teknologi pembelajaran berbasis teknologi informasi (TI) sudah mulai diterapkan. 
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mempunyai beberapa mata pelajaran yang laksanakan di sekolah dasar, IPA dalam pelaksanaannya lebih mengedepankan keaktifan siswa baik aktif mencari, memproses dan mengolah perolehan belajarnya. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam Pelaksanaannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih mengedepankan keaktifan siswa baik aktif mencari, memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Selain itu menurut BSNP (2006 : 11) kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam terkembang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). 
Namun kenyataannya pembelajaran sampai sekarang ini guru yang masih menggunakan metode ceramah tanpa memperhatikan model mengajar yang inovatif, kreatif, serta penggunaan media yang sesuai belum dilakukan secara maksimal, guru masih mendominasi atau menjadi pusat perhatian selama proses pembelajaran (teacher centered). Sebagian besar siswa sangat pasif dan malas pada saat pembelajaran siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Pemilihan strategi pembelajaran yang kurang tepat oleh guru, siswa tidak diarahkan untuk bertukar pikiran dengan siswa lain yang menuntut mereka untuk berpikir kritis serta siswa cenderung cepat lupa dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini menjadikan pemahaman siswa kurang terhadap materi yang diajarkan oleh guru sehingga menjadikan hasil belajar rendah. 
Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran dan media yang tepat agar siswa menjadi aktif dan dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang optimal. Peran guru dalam proses membelajarkan siswa semakin penting karena di masa depan guru tidak lagi merupakan sumber informasi atau penyampaian pengetahuan kepada siswa melainkan lebih merupakan fasilitator yang mempermudah siswa belajar. 
Cara-cara mengajar konvensional, sudah selayaknya untuk diperbarui dan dikembangkan seiring dengan kemajuan teknologi. Seiring berkembang pesatnya teknologi berbasis IT, guru dituntut untuk mampu menyajikan pembelajaran yang kreatif, penggunaan teknologi yang efisien yang bertujuan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, inovatif, menumbuhkan semangat siswa sehingga hasil belajar siswa tercapai secara optimal. Armstrong dalam Sudjana (1988 : 148) menjelaskan bahwa tugas dan tanggung jawab guru digolongkan dalam 5 jenis, yaitu : 1) tanggung jawab dalam pengajaran, 2) tanggung jawab dalam memberikan bimbingan, 3) tanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum, 4) tanggung jawab dalam mengembangkan profesi, 5) tanggung jawab dalam membina hubungan baik dengan masyarakat. 
Permasalahan tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil belajar di kelas khususnya pada mata pelajaran IPA di SD Negeri X. Rendahnya nilai hasil belajar siswa harus segera diatasi, hasil belajar siswa kelas V SDN X dikatakan belum berhasil. Pelaksanaan pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang diperoleh siswa sudah mencapai standar yang ditentukan. Pembelajaran dengan metode ceramah ini sering digunakan oleh guru IPA di SD Negeri X pada siswa kelas V akibatnya proses pembelajarannya masih bersifat monoton dimana siswa kelihatan pasif hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, dan hanya guru saja yang kelihatan aktif. Dari Hasil ulangan harian, menunjukan data yang diperoleh dari hasil ulangan harian IPA masih dibawah KKM 70. Terbukti dari 15 siswa hanya 5 siswa atau 33,33% yang berhasil memenuhi KKM, sedangkan 10 siswa atau 63,67% belum memenuhi KKM. Ada lebih dari 50% siswa yang belum memenuhi KKM, berarti kegiatan pembelajaran ini belum berhasil. 
Melihat permasalahan yang muncul sebagai tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan tersebut akan dilakukan alternatif tindakan dengan menggunakan pembelajaran melalui pendekatan inkuiri berbantuan multimedia interaktif. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai variasi untuk merangsang siswa agar menumbuh kembangkan semangat siswa, dengan penyajian pembelajaran yang menarik. pendekatan inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan penyelidikan masalah, menyusun hipotesa, merencanakan eksperimen, serta membuat kesimpulan dari hasil yang telah didapatkan. Dalam pembelajaran inkuiri ini siswa dituntut aktif untuk menemukan sendiri pemahaman mereka terhadap materi yang dipelajari, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang bertugas merangsang dan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari. pembelajaran inkuiri dengan memanfaatkan multimedia interaktif diduga mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X. 
Dengan berbantuan multimedia interaktif diharapkan mampu mengatasi sikap pasif, sehingga peserta didik menjadi lebih semangat dan lebih mandiri dalam belajar. memberikan rangsangan, pengalaman, dan persepsi yang sama terhadap materi belajar. Juga dapat memaksimalkan efek visual dan memberikan interaksi berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat. Dengan multimedia interaktif juga dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran karena adanya kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup. 
Berdasarkan latar belakang yang ada maka peneliti akan mengkaji masalah tersebut melalui penelitian tindakan kelas dengan judul "PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN INKUIRI BERBANTUAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA SISWA KELAS V SD NEGERI X"

SKRIPSI PGSD KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN SENI MUSIK KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0040) : SKRIPSI PGSD KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN SENI MUSIK KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas v

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak dapat dikerjakan menjadi mudah dikerjakan oleh orang lain. Agar tidak tertinggal dan ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka manusia sadar bahwa pendidikan itu sangat penting.
Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat. Dunia sudah mengakui bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Dengan pendidikan, manusia mempunyai sikap bertanggung jawab dan dapat mengembangkan kemampuan dan bakat secara optimal. Oleh karena itu kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak usia sekolah perlu ditingkatkan, terutama pada tingkat sekolah dasar. Sekolah dasar merupakan tahap awal yang harus dilalui seseorang untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan sekolah dasar merupakan satuan pendidikan formal pertama yang mempunyai tanggung jawab untuk dapat mengembangkan sikap dan kemampuan dasar bagi siswa agar dapat menyesuaikan diri di lingkungan masyarakat. Sebagaimana tercantum pada PP No. 28 tahun 2005 tentang tujuan pendidikan dasar yaitu : "Pendidikan dasar memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota, masyarakat, dan warga negara serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah".
Proses pendidikan yang ada di sekolah pada umumnya berlangsung melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang terjadi merupakan proses belajar mengajar yang terjadi antara guru dan siswa. Guru sangat berperan penting dalam kegiatan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar yang berlangsung dapat mencapai tujuan dari pembelajaran.
Proses belajar mengajar merupakan proses yang mengandung serangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi inilah yang menjadi syarat utama dalam berlangsungnya proses belajar mengajar, sehingga kedudukan guru sangat penting dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional (Usman, 2006 : 4).
Sesuai dengan UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 yaitu : Guru adalah pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia ini.
Guru merupakan jabatan atau profesi yang menuntut keahlian khusus. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, guru profesional harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan penjabatan. Sebutan guru profesional juga mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya (Djam'an, 2007 : 1.3).
Guru harus memiliki 4 Kompetensi yang dikuasai, salah satunya yaitu kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pengenalan karakteristik peserta didik, penguasaan prinsip-prinsip belajar dan teori pembelajaran, pengembangan kurikulum, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mendidik, serta penilaian dan evaluasi (Antonius, 2015 : 115). Berdasarkan uraian tersebut, salah satu hal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kompetensi pedagogik guru. Keberhasilan peserta didik dalam memahami pengetahuan dalam pembelajaran dan mengembangkan potensi yang dimilikinya sangat tergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh guru dalam mengajar.
Pembelajaran seni musik merupakan salah satu bidang seni dalam mata pelajaran SBK yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kreativitas seni pada siswa. Pembelajaran seni musik mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat musik, apresiasi karya musik dengan menyesuaikan kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas di sekolah tersebut. Dalam pembelajaran seni musik guru perlu merencanakan, memilih, serta mempersiapkan pembelajaran dengan baik agar kegiatan yang dilakukan dapat mengembangkan potensi seni yang ada dalam diri siswa. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru harus mampu menggunakan variasi mengajar yang sesuai dengan tujuan, materi, serta kebutuhan siswa sehingga guru dapat melakukan evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, penguasaan kompetensi pedagogik guru sangat berperan dalam pembelajaran seni musik tersebut, guru harus mampu memahami potensi peserta didik untuk menciptakan pembelajaran seni musik yang menarik bagi siswa, menguasai materi pembelajaran yang tercakup dalam standar isi, dan mengelola pembelajaran sesuai dengan fasilitas yang tersedia di sekolah.
Peran guru sangat menentukan keberhasilan peserta didiknya, karena guru lah yang sehari-hari secara langsung berinteraksi sepenuhnya dengan siswanya dan mengetahui perkembangan peserta didiknya. Guru sebagai ujung tombak dalam melaksanakan pembelajaran di kelas semestinya mempunyai kompetensi mengajar yang mampu mengelola pembelajaran dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas bahwa salah satu hal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kompetensi guru. Keberhasilan peserta didik dalam memahami pengetahuan dalam pembelajaran dan mengembangkan potensi yang dimilikinya sangat tergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh guru dalam mengajar. Berdasarkan pemantauan implementasi standar nasional pendidikan yang dilakukan oleh BSNP (2009) mengenai standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, guru yang sudah menguasai sub kompetensi pedagogik sebanyak 42%, guru telah menguasai kompetensi kepribadian sebanyak 76%, guru telah menguasai kompetensi sosial sebanyak 75%, dan guru yang telah menguasai kompetensi profesional sebanyak 39% guru.
Pentingnya seorang guru memiliki kompetensi pedagogik bertujuan agar guru mampu mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, penguasaan teori belajar dan prinsip pembelajaran, pengembangan kurikulum, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mendidik, pengembangan potensi peserta didik dan melakukan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Selanjutnya guru dapat mengerti banyak model dan media pembelajaran serta dapat menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan pada peserta didik seperti halnya dalam pembelajaran seni musik.
Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Khoirul Ummah, dkk, pada tahun 2013 dengan judul penelitian "ANALISIS KOMPETENSI GURU MATEMATIKA BERDASARKAN PERSEPSI SISWA" hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik yang dimiliki guru matematika termasuk dalam kategori baik sekali, begitu juga kompetensi profesional yang dimiliki guru matematika masuk pada kategori baik sekali. Sehingga kompetensi guru matematika tersebut sudah terpenuhi atau tercapai dengan kata lain guru matematika di sekolah tersebut kompeten dalam bidangnya.
Hasil jurnal penelitian yang dilakukan oleh Anik Widiastuti pada tahun 2012 dengan judul "KOMPETENSI MENGAJAR GURU IPS SMP DI KABUPATEN SLEMAN". Hasil penelitian menunjukkan kompetensi mengajar guru SMP di Kabupaten Sleman didominasi oleh guru yang memiliki kompetensi mengajar dalam kategori sedang. Sementara itu yang termasuk dalam kategori rendah hanya sebagian kecil dari seluruh responden yaitu sebanyak 10,96%. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru IPS SMP di Kabupaten Sleman telah memiliki kompetensi yang memadai, karena yang tergolong dalam kategori rendah hanya sebagian kecil, yaitu 10,96% saja.
Hal tersebut dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Irma Febrianis, dkk, pada tahun 2014 dengan judul "PEDAGOGICAL COMPETENCE-BASED TRAINING NEEDS ANALYSIS FOR NATURAL SCIENCE TEACHERS". Hasil jurnal penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik yang dikuasai guru IPA SMP di Pekanbaru di bawah standar. Tingkat penguasaan kompetensi pedagogik guru IPA SMP Pekanbaru masih dibawah standar ideal yang minimal harus mencapai 7,0.
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti ingin mengkaji sejauh mana kompetensi pedagogik yang dimiliki guru dalam pembelajaran seni musik kelas V SD X. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka peneliti akan melakukan penelitian deskriptif dengan judul "KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN SENI MUSIK KELAS V SD X".

SKRIPSI PGSD KINERJA GURU DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPS BERBASIS KTSP KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0039) : SKRIPSI PGSD KINERJA GURU DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPS BERBASIS KTSP KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas v

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan. Kualitas pendidikan suatu bangsa pun akan mempengaruhi maju dan tidaknya bangsa itu sendiri. Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 menyebutkan bahwa fungsi dari pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu melalui perkembangan kurikulum. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2015).
Pada tahun 2006 terdapat kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang sering disebut dengan KTSP 2006 menurut Permendikbud No. 61 Tahun 2014 Pasal 1 adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Karakteristik KTSP yaitu berbasis kompetensi dan karakter, proses pembelajaran menggunakan EEK (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi), serta menggunakan penilaian berbasis kelas. Tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum (Mulyasa 2011 : 22).
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi meliputi delapan mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
Delapan mata pelajaran tersebut antara lain pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Umu Pengetahuan Sosial, seni budaya dan keterampilan, serta pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Mengacu pada standar isi, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran terpadu yang diwajibkan pada tingkat pendidikan dasar. IPS merupakan mata pelajaran yang memberikan informasi baru seperti seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial yang bersumber dari kehidupan sosial masyarakat (Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Nasional, 2007). Dalam era globalisasi, IPS menjadi salah satu ilmu dasar untuk meraih informasi dari berbagai penjuru dunia. Tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku peserta didik, yaitu : 1) pengetahuan dan pemahaman, 2) sikap hidup belajar, 3) nilai-nilai sosial dan sikap, 4) keterampilan. Tercapai tidaknya tujuan tersebut ditentukan oleh kualitas pembelajaran dan guru sebagai faktor utama dalam proses pembelajaran (Hamalik dalam Hidayati 2008 : 1-24).
Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam proses pembelajaran, kinerja guru merupakan faktor utama yang akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan pembelajaran. Menurut Rusman (2014 : 50), kinerja guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar sesuai yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses. Apabila seorang guru telah membuat perencanaan pembelajaran yang matang namun tidak didukung dengan pelaksanaan pembelajaran yang optimal, maka pembelajaran tersebut belum dapat dikatakan berhasil.
Demikian pula dalam pelaksanaan pembelajaran IPS. Materi IPS yang banyak mengharuskan guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang mendukung. Guru harus dapat menghilangkan pandangan siswa mengenai pembelajaran IPS yang membosankan dan terkesan hanya transfer pengetahuan. Dengan demikian kinerja guru, terutama dalam pelaksanaan pembelajaran harus lebih ditingkatkan, yaitu menyesuaikan pembelajaran dengan RPP yang telah dibuat sehingga meminimalisir improvisasi, menggunakan metode dan media pembelajaran yang bervariasi, serta mengembangkan keterampilan dasar mengajar.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada SD Negeri X, bahwa kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran tergolong baik. Kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPS telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses, antara lain guru telah menggunakan metode dan media pembelajaran yang bervariasi dan sesuai dengan pembelajaran IPS, sumber belajar mata pelajaran IPS diambil dari berbagai sumber, serta guru telah mengembangkan keterampilan dasar mengajar.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di SD Negeri X. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk mengetahui kinerja guru yang ideal terutama dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan standar proses yang telah ditetapkan.
Penelitian yang relevan dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ida Waluyati pada tahun 2012 dengan judul "EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMP/MTS DI KOTA BIMA". Penelitian tersebut menggunakan analisis data dengan teknik deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran nyata tentang pelaksanaan pembelajaran IPS SMP/MTS di kota Bima. Berdasarkan hasil analisis data, kesesuaian antara pelaksanaan proses pembelajaran IPS di kota Bima dengan standar proses pendidikan berada pada kategori cukup baik atau cukup sesuai. Terdapat 27,27% guru IPS yang termasuk dalam kategori baik atau sesuai dan 9,09% termasuk dalam kategori kurang baik atau kurang sesuai.
Penelitian lain yang relevan dalam hal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Riana Sri Palupi pada tahun 2013 yang membahas mengenai pembelajaran IPS. Judul penelitannya adalah "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPS DI SMK NASIONAL PATI". Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPS di SMK Nasional Pati cukup baik, meskipun terdapat keterbatasan dana, sarana prasarana, dan jumlah guru. Pelaksanaan pembelajaran IPS dilakukan sesuai dengan rencana yang disusun. Media pembelajaran berbasis teknologi seperti LCD pun sudah digunakan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti mengkaji permasalahan melalui penelitian deskriptif kualitatif dengan judul "KINERJA GURU DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPS BERBASIS KTSP KELAS V SD NEGERI X".