Search This Blog

Showing posts with label contoh tesis pendidikan matematika. Show all posts
Showing posts with label contoh tesis pendidikan matematika. Show all posts

TESIS MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MELALUI PENDEKATAN OPEN ENDED

(KODE : PASCSARJ-0312) : TESIS MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MELALUI PENDEKATAN OPEN ENDED (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended
Aliran konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu dibangun secara aktif oleh individu sendiri (Suparno, 1997). Piaget dalam Labinowicz (Depdiknas, 2003) memandang bahwa ilmu pengetahuan bukan sebagai hal yang diserap secara pasif dari lingkungan atau dibentuk dalam pikiran siswa. Namun, ia memandang bahwa ilmu pengetahuan sebagai suatu hal yang secara aktif dikonstruksi siswa dalam proses adaptasi terhadap lingkungannya. Sebagai konsekuensinya, hal tersebut mendorong ke arah terbentuknya suatu pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dengan prinsip "konstruktif bukan menggunakan prinsip "transmission of knowledge".
Selanjutnya menurut Karli dan Yuliariatiningsih (Noor, 2007) bahwa dalam pembelajaran perolehan pengetahuan diawali dengan adanya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat di atasi melalui kegiatan kajian tugas mandiri. Pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya (Karli dan Yuliariatiningsih dalam Noor, 2007). Oleh karena itu menurut pandangan ini, tujuan pembelajaran adalah membangun pemahaman, sehingga belajar tidak ditekankan untuk memperoleh pengetahuan yang banyak, tetapi yang utama adalah memberikan interpretasi melalui skemata yang dimiliki siswa (Hudoyo dalam Noor, 2007).
Salah satu pendekatan pembelajaran yang didasari oleh pandangan konstruktivisme adalah pendekatan open ended. Menurut Shimada dan Becker (1997) munculnya pendekatan open ended berawal dari pandangan bagaimana menilai kemampuan siswa secara objektif kemampuan berfikir tingkat tinggi matematika. Seperti diketahui bahwa dalam pembelajaran matematika, rangkaian pengetahuan, keterampilan, konsep-konsep, prinsip-prinsip atau aturan-aturan biasanya diberikan pada siswa dalam langkah sistematis. Tentu saja rangkaian tersebut tidak diajarkan secara langsung terpisah-pisah atau masing-masing, namun harus disadari sebagai rangkaian yang terintegrasi dengan kemampuan dan sikap setiap siswa.
Dalam pembelajaran siswa diberikan berbagai masalah dari suatu topik, kemudian diselesaikan dengan caranya sendiri dan berbagai cara. Masalah yang diambil untuk tugas matematika dapat diperoleh dari masalah yang kontekstual (real world) dan masalah dalam matematika (Shimada dan Becker, 1997). Masalah kontekstual dapat diambil dari masalah-masalah keseharian atau masalah-masalah yang dapat dipahami oleh pikiran siswa.
tesis pendidikan matematika-3
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran dengan pendekatan open ended, terlihat bahwa terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam pendekatan ini, sebagaimana dikemukakan Sawada (Shimada dan Becker, 1997) adalah sebagai berikut :
1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan lebih sering mengekspresikan ide.
2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
3. Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
4. Siswa secara intrinsic termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
5. Siswa menjadi kaya akan pengalaman dalam menemukan dan menerima pengakuan dari siswa lainnya.
Adapun kelemahan dari pendekatan open ended adalah sebagai berikut :
1. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
2. Sulit bagi guru untuk menyajikan masalah secara sempurna. Seringkali siswa menghadapi kesulitan untuk memahami bagaimana caranya merespon atau menjawab permasalahan yang diberikan.
3. Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena mereka merasa kesulitan dalam mengajukan kesimpulan secara tepat dan jelas.
Menurut Sawada (Shimada dan Becker, 1997) untuk mengembangkan rencana pembelajaran dengan pendekatan ini, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Tuliskan semua respon yang diharapkan muncul dari siswa (berupa jawaban yang beragam atas permasalahan yang diajukan oleh guru).
2. Tujuan permasalahan yang diajukan oleh guru kepada siswa, harus jelas.
3. Sajikan permasalahan semenarik mungkin.
4. Lengkapi prinsip "posing problem" sehingga siswa memahami dengan mudah maksud dari permasalahan itu.
5. Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi jawaban.
Nohda (Suherman, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran open ended bertujuan untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang dapat digarisbawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh idea-idea matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Selain itu, pendekatan open ended dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam proses pengajaran matematika. Sehingga siswa memahami bahwa proses dalam penyelesaian masalah berperan sama pentingnya seperti hasil akhir dari pemecahan masalah itu. Menurut Sawada (Suherman, 2003) bahwa sebenarnya tidak mudah dalam mengembangkan problem open ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan beragam kemampuan. Melalui penelitian yang panjang di Jepang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi problem tersebut, diantaranya :
1. Sajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
2. Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
3. Sajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konektor.
4. Sajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
5. Berikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
6. Berikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasi dari pekerjaannya.

TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

(KODE : PASCSARJ-0311) : TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemahaman Matematik
Pemahaman merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar dan pemecahan masalah, baik di dalam proses belajar itu sendiri maupun di dalam kehidupan sehari-hari seperti yang tercantum dalam Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional. Kemampuan untuk memahami konsep menjadi landasan untuk berpikir dalam menyelesaikan persoalan .
Jika dihubungkan dengan pandangan matematika sebagai proses dan produk, maka aspek pemahaman matematik harus memuat pemahaman proses dan pemahaman produk. Contoh pemahaman produk dalam matematika yaitu pemahaman konsep, postulat, rumus, hukum, pernyataan, teorema dan lain-lain. Sedangkan pemahaman proses, terbatas pada proses mengenai aspek kognitif yang sesuai dengan aspek kognitif pemahaman. Jika dikaitkan dengan taksonomi tujuan dari Bloom, maka pemahaman proses matematik meliputi menghitung, merumuskan, membuat simbol, mengabstraksi, membandingkan, mengemukakan, menginterpretasi dan mengekstrapolasi.
Dalam matematika, produk dan proses tersusun secara sistematis dan terstruktur. Dengan demikian, maka pemahaman proses dan produk juga berhubungan dengan pandangan matematika sebagai ilmu deduktif dan terstruktur. Pemahaman matematik dihubungkan dengan pandangan matematika sebagai bahasa yaitu bahasa simbol, terlukis dalam simbolisasi, dan formulasi yaitu mengubah pernyataan ke dalam bentuk rumus, simbol atau gambar.
Wahyudin (2008) menyatakan pemahaman menawarkan cara-cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan gagasan-gagasan tentang beragam fenomena yang luas. Orang-orang yang menggunakan nalar dan berfikir secara analitis cenderung memperhatikan pola-pola, struktur, atau keteraturan-keteraturan baik itu dalam situasi-situasi dunia nyata maupun dalam obyek simbolis. Pada pokoknya, suatu bukti matematika adalah suatu cara yang formal untuk mengekspresikan jenis-jenis pemahaman dan justifikasi tertentu.
tesis pendidikan matematika-2
Beberapa indikator mengenai pemahaman menurut Sumarmo (2003, 2004) diantaranya adalah :
• Pemahaman mekanikal, instrumental, komputasional, dan knowing how to : melaksanakan perhitungan rutin, algoritmik dan menerapkan rumus pada kasus serupa.
• Pemahaman rasional, relasional, fungsional, dan knowing how to : membuktikan kebenaran, mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, mengerjakan kegiatan matematik secara sadar, dan memperkirakan suatu kebenaran tanpa ragu
Sebagai contoh, siswa yang memiliki pemahaman instrumental terampil menyelesaikan persamaan kuadrat 2x2 + Sx + 3 = 0 dengan menggunakan rumus abc, tetapi pekerjaannya salah apabila diberikan Sx + 2x2 + 3 = 0, karena siswa menganggap bahwa a = 5, b = 2, dan c = 3. Akan tetapi siswa yang memiliki pemahaman relasional dapat menyelesaikan persamaan kuadrat tersebut walau bentuknya berbeda-beda.
Contoh lain misalnya, siswa terampil menyelesaikan persamaan linear 4-5 = 2-1, namun ia tidak menyadari apa yang dikerjakannya. Dengan kata lain siswa hanya memahami urutan pengerjaan atau algoritma, tetapi ia tidak menyadari proses yang dilakukannya. Copeland (dalam Sumarmo, 1987) menyebutkan keadaan subjek seperti ini baru pada tahap knowing how to do dan belum sampai pada taraf knowing yang sebenarnya. Dalam pengertian knowing termuat kesadaran akan proses yang sedang berlangsung.
Pemahaman konsep akan berkembang apabila guru dapat membantu siswa mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberi mereka contoh yang tepat dan menarik dari suatu konsep. Satu dari beberapa ide yang diterima di komunitas pendidikan matematika adalah ide bahwa siswa harus memahami matematika. Hampir semua teori belajar menjadikan pemahaman sebagai tujuan dari pembelajaran (Dahlan, 2004).

B. Penalaran Matematik
Selain kemampuan pemahaman siswa, ada kemampuan lain yang harus termuat dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan penalaran. Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukan kemampuan pemahaman dan penalaran. Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dapat dievaluasi.
Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik kesimpulan. Suherman dan Winataputra (1994) menyatakan bahwa proses penarikan kesimpulan dapat terjadi dari masalah-masalah yang bersifat individual kepada masalah-masalah yang bersifat umum, atau sebaliknya dari masalah yang bersifat umum kepada sesuatu yang bersifat khusus.
Broody (dalam Dahlan, 2004) menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan apabila siswa diperkenalkan dengan penalaran yaitu :
1. Jika siswa melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri maka siswa akan lebih mudah memahaminya. Hal ini akan lebih membantu siswa dalam memahami proses yang telah disiapkan dengan cara doing mathematics dan eksplorasi matematika.
2. Jika siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan bernalarnya, maka akan mendorong mereka untuk melakukan guessing atau dugaan-dugaan. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan menghilangkan rasa takut salah pada diri siswa ketika diminta untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
3. Membantu siswa untuk memahami nilai balikan yang negatif (negative feedback) dalam memutuskan suatu jawaban. Siswa perlu memahami bahwa dugaan yang salah dapat menghilangkan kemungkinan yang pasti dengan berbagai pertimbangan lebih jauh dan dapat melihat informasi yang sangat bernilai (invaluable/extremely valuable).

TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN GENERALISASI SISWA DALAM MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED

(KODE : PASCSARJ-0310) : TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN GENERALISASI SISWA DALAM MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)



BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kemampuan Pemahaman Matematik
Titik awal penelaahan filosofi tentang keilmiahan pemahaman, kebenaran ide-ide matematika oleh para matematikawan dalam sepanjang sejarah, sangat dipengaruhi oleh intuisi seseorang (human intuition) yang secara fundamental berasal dari pikiran manusia, hingga suatu saat akan berada pada suatu kestabilan atau tetap, dan hal ini menurut Nunez (dalam Dahlan, 2004) menjadi faktor yang sangat berguna dalam mempelajari matematika
Kata "Pemahaman" merupakan terjemahan dari understanding, yang kemudian ditafsirkan oleh beberapa orang ahli di bidangnya. Menurut Driver (dalam Chairany, 2007) pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan, yang terdiri dari tiga aspek kemampuan yaitu kemampuan mengenal, menjelaskan, dan menarik kesimpulan. Dalam proses belajar dan memecahkan masalah matematika, pemahaman merupakan bagian yang sangat penting, sampai pada aplikasi dalam kehidupan nyata.
Beberapa pengertian pemahaman menurut para ahli antara lain menurut Pollastek, membedakan dua jenis pemahaman : (1) Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja, (2) Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Sedangkan Skemp (dalam Sumarmo, 1987) membedakan dua jenis pemahaman : (1) Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja, (2) Pemahaman relasional, yaitu dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Dalam hal ini termuat jaringan (network) suatu skema atau struktur dengan keterkaitan yang tinggi sehingga dapat digunakan pada proses penyelesaian masalah yang lebih luas. Selanjutnya pengertian tentang pemahaman terus berkembang, dalam hal ini Copeland, mempunyai pendapat dalam kaitannya dengan pemahaman yaitu :
1. Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara rutin/ algoritmik.
2. Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakan.
Polya (1973), membedakan pemahaman ke dalam empat jenis yaitu : (1) Pemahaman mekanis, diartikan sebagai kemampuan mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin dalam perhitungan sederhana, (2) Pemahaman induktif, merupakan kemampuan dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa, (3) Pemahaman rasional, adalah ketika dapat membuktikan kebenaran atas sesuatu, (4) Pemahaman intuitif, adalah kemampuan dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum melakukan analisis secara detil dan menyeluruh. 
Senada dengan para ahli lainnya berkaitan dengan pemahaman, Bloom membedakan tiga jenis pemahaman yaitu : (1) Translation (pengubahan), misalnya mampu mengubah soal berbentuk cerita ke dalam simbol-simbol atau sebaliknya, (2) Interpretation (mengartikan), mampu mengartikan suatu persamaan, (3) Extrapolation (perkiraan), misalnya mampu memperkirakan suatu kecenderungan atau gambar. Pemahaman matematika dalam pandangan Bloom (dalam Ruseffendi, 1991) memuat suatu proses dan produk. Pemahaman matematika sebagai suatu proses mengedepankan aspek kognitif seperti menghitung, merumuskan, membuat simbol, mengabstraksi, menginterpretasi dan mengekstrapolasi. Sedangkan pemahaman matematika sebagai suatu produk mengedepankan aspek pemahaman konsep matematika seperti postulat, rumus, hukum, pernyataan, teorema, definisi, dan Iain-lain.
tesis pendidikan matematika-1
Michener (dalam Sumarmo, 1987) berpendapat bahwa untuk membangun pemahaman matematika, ada dua pengetahuan matematika yang harus diketahui oleh siswa, yaitu :
1. Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge)
Pengetahuan yang berisikan banyak hubungan dan jaringan ide atau pengetahuan yang dipahami.
2. Pengetahuan prosedural (prosedural knowledge)
Pengetahuan prosedural berisikan langkah-langkah dalam matematika termasuk didalamnya aturan algoritma. Pengetahuan ini akan dapat berkembang jika pengetahuan konseptual telah dipahami.
Dalam hasil studi yang dilakukan Priatna (2003) mengenai kemampuan pemahaman matematis siswa, diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan pemahaman matematis berupa pemahaman instrumental dan relasional masih rendah yaitu sekitar 50% dari skor ideal.
Wahyudin (2008) menyatakan pemahaman menawarkan cara-cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan gagasan-gagasan tentang beragam fenomena yang luas. Penggunaan nalar dan berfikir secara analitis cenderung memperhatikan pola-pola, struktur, atau keteraturan-keteraturan baik dalam situasi kehidupan nyata maupun dalam obyek yang simbolis. Jelasnya, suatu bukti matematika adalah suatu cara yang formal untuk mengekspresikan jenis-jenis pemahaman dan justifikasi tertentu. Hampir semua teori belajar menjadikan pemahaman sebagai tujuan dari pembelajaran (Dahlan, 2004). Pemahaman konsep akan berkembang apabila gum dapat membantu siswa mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberi contoh yang tepat dan menarik dari suatu konsep. Siswa dituntut untuk memahami matematika sebagai bagian dari pengembangan ide yang diberikan oleh gum.
Sebagai contoh, siswa yang memiliki pemahaman instrumental dalam menyelesaikan persamaan kuadrat 6x + 3x + 3 = 0, dengan menggunakan rumus abc, menjadi salah hasil pengerjaannya karena menganggap bahwa sebagai a = 6, b = 3, c = 3, tetapi jika siswa memiliki pemahaman relasional, maka ia akan dapat menyelesaikan persamaan kuadrat walau bentuk urutannya berbeda.
TESIS EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERORIENTASI PROBLEM SOLVING DIKEMAS DALAM CD INTERAKTIF DIDASARI ANALISIS SWOT MATERI DIMENSI TIGA

TESIS EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERORIENTASI PROBLEM SOLVING DIKEMAS DALAM CD INTERAKTIF DIDASARI ANALISIS SWOT MATERI DIMENSI TIGA

(KODE : PASCSARJ-0273) : TESIS EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERORIENTASI PROBLEM SOLVING DIKEMAS DALAM CD INTERAKTIF DIDASARI ANALISIS SWOT MATERI DIMENSI TIGA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu pendidikan di Indonesia masih cenderung rendah terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini dapat diketahui dari kriteria Kelulusan Ujian Nasional untuk tingkat SMA yaitu : 1) Peserta ujian nasional dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan ujian nasional sebagai berikut : a) memiliki nilai rata-rata minimal 5,00 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai < 4,25. b) memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dengan nilai mata pelajaran lainnya yang diujikan pada ujian nasional masing-masing minimal 6,00. 2) Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau satuan pendidikan dapat menentukan standar kelulusan ujian nasional lebih tinggi dari kriteria butir 1.
Masalah lain pendidikan di Indonesia yaitu kurangnya kepedulian semua pihak dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu hasil belajar. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik, dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama (UU RI No. 20, 2003). Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dilakukan oleh semua pihak namun sampai sekarang masih dominan dilakukan oleh pemerintah, baik yang berkenaan dengan peningkatan mutu guru, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan maupun penyempurnaan kurikulum dan proses pembelajaran. Permasalahan yang muncul di SMA Negeri X selama ini adalah : 
1. Rendahnya prestasi belajar matematika.
2. Siswa kurang aktif dalam mengikuti pelajaran.
3. Dari data inventaris barang menunjukkan rendahnya sumber daya pendidikan terutama sarana dan prasarana pendidikan.
4. Data Penerimaan Peserta Didik dari 2 tahun terakhir ini tidak pernah memenuhi daya tampung dan dari cacatan guru BK/BP terhadap permasalahan putra-putrinya di sekolah kurang mendapat perhatian yang serius hal ini merupakan contoh kecil yang menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan relatif rendah.
5. Sebagian guru masih menggunakan pola pembelajaran konvensional yang mengakibatkan pembelajaran matematika kurang menarik bagi siswa sehingga siswa kurang bersemangat, malas, bahkan terdapat siswa yang sama sekali tidak tertarik dengan pembelajaran matematika.
6. Guru dimungkinkan belum melakukan kegiatan analisis SWOT di dalam pengambilan keputusan mengenai serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dimensi tiga merupakan bagian dari matematika yang diasumsikan korelasinya cukup banyak dengan bagian ilmu matematika lainnya yaitu aljabar, geometri, trigonometri dan vektor. Dimensi tiga banyak mempelajari tentang titik, garis, bidang, luas, volum, jarak, sudut, irisan suatu bidang. Dimensi tiga sangat berguna untuk teknik mesin, elektro, bangunan gedung, sebagai contoh untuk membuat suku cadang kendaraan bermotor, mesin listrik, dinamo, turbin pembangkit listrik tenaga air, konstruksi bangunan gedung, yang pada umumnya memerlukan gambar ruang.
Siswa kelas X SMA Negeri X merasakan pelajaran dimensi tiga sebagai mata pelajaran yang sulit karena adanya hitungan, rumus yang harus dihafalkan dan siswa harus dapat mengaplikasikan dengan dunia nyata. Banyak siswa tidak bisa mengikuti materi yang diberikan guru dengan metode ceramah di depan kelas karena banyak istilah, simbol, maupun gambar bangun ruang yang sulit diintegrasikan dalam dunia nyata. Karena merasa sulit, kadang merasa tidak bisa berbuat apa-apa terhadap materi dimensi tiga dan mungkin rendah diri atau frustasi. Metode mengajar guru yang kurang relevan dengan materi semakin membuat dimensi tiga menjadi pelajaran yang sulit dimengerti. Dengan demikian perlu mengubah kerangka berfikir/paradigma atau pola metode belajar dimensi tiga dari paradigma mengajar ke paradigma pembelajaran.
Pada rambu-rambu kurikulum mata pelajaran matematika disebutkan bahwa untuk mengajarkan konsep matematika dapat dimulai dengan masalah yang sesuai dengan situasi nyata (contextual problem). Disebutkan pula, ada dua kemampuan untuk mendukung keterampilan hidup (life-skill) yang terkait dengan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah (problem solving) dan komunikasi matematika. Dua kemampuan ini dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ditetapkan sebagai kemampuan yang hendak dicapai (Depdiknas, 2003).
Penerapan kurikulum berkaitan dengan bahan yang diajarkan, peranan guru, peranan siswa, sumber belajar dan proses pembelajaran. Pada dasarnya, semua model atau pendekatan dan strategi belajar apapun dapat diterapkan sepanjang model, pendekatan atau strategi itu memberdayakan siswa.
Dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA), pemerintah berupaya untuk menemukan solusi penanganan pembelajaran yang cocok dengan keadaan di Indonesia. Melalui berbagai penelitian pendidikan diharapkan menemukan model atau strategi pembelajaran yang cocok dengan materi yang diajarkan. Upaya ini tidak hanya diambil dari dalam negeri saja tetapi juga dari luar negeri misalnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), kurikulum ini disadur dari Australia. Hal ini dilakukan oleh karena model pembelajaran tersebut telah memberikan hasil berupa peningkatan mutu pendidikan pada negara yang telah menggunakannya. Menurut Depdiknas 2003, bahwa penjabaran kurikulum diserahkan sepenuhnya kepada sekolah atau guru, sehingga guru dituntut profesionalisme di bidangnya termasuk dalam menentukan model pembelajaran.
Efektivitas pembelajaran dapat dicapai secara optimal apabila pelaku pendidik mampu memanfaatkan pendidikan yang ada di sekolah, menganalisa, dan mampu memahami kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity), dan ancaman (Threat) yang dimiliki oleh sekolah, proses tersebut dinamakan sebagai analisis SWOT. Analisis SWOT sebagai dasar untuk melangkah menuju pembelajaran yang efektif. Oleh karena efektivitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Perilaku pendidik yang efektif, antara lain, mengajar dengan jelas, menggunakan variasi metode pembelajaran, menggunakan variasi sumber belajar, antusiasme, memberdayakan peserta didik, menggunakan konteks (lingkungan) sebagai sarana pembelajaran, menggunakan jenis penugasan, dan pertanyaan yang membangkitkan daya pikir dan keingintahuan : sedangkan perilaku peserta didik mencakup antara lain motivasi/semangat belajar, keseriusan, perhatian, pencatatan, pertanyaan, senang melakukan latihan, dan sikap belajar yang positif.
Selain itu untuk mengatasi kesulitan peserta didik proses pembelajaran dapat dilakukan dengan pengajaran interaktif multimedia. Perkembangan penggunaan istilah teknologi pendidikan ini melalui 3 fase atau tiga kategori : 
1. Penggunaan Audio Visual Aids atau AVA di kelas untuk memperjelas informasi dan merangsang berfikir.
2. Penggunaan bahan-bahan terprogram.
3. Terakhir, penggunaan komputer dalam pendidikan (Ali, 2004; 63).
Dari ketiga fase di atas dunia pendidikan saat ini sudah memasuki fase yang ke tiga yaitu penggunaan komputer. Seorang guru yang memberikan pelajarannya dengan bantuan multimedia bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang situasi-situasi dalam kehidupan nyata, meminta contoh-contoh dari para siswanya untuk menjelaskan bagaimana konsep dan teori itu berlaku dalam situasi tertentu. Dengan cara ini pelajaran yang membosankan menjadi hidup dan memperkaya, dan kapasitas belajar sang siswa menjadi sangat ditingkatkan. (Saputra, 2003 : 41).
Keberhasilan guru dalam menampilkan suatu model pembelajaran, pada akhirnya bergantung pada sikap mental dan upaya guru itu sendiri. Konservatifisme guru (berpegang pada satu gaya tertentu saja) maupun kreativitas (selalu mencari cara bentuk gaya mengajar) menyebabkan guru dapat menampilkan model, pendekatan atau strategi belajar mengajar secara lebih efektif dan efisien (Ali, 2004 : 66). Dengan SWOT, pembelajaran menjadi efektif kalau pembelajaran dikemas dalam CD interaktif, CD diberikan sebelum pembelajaran untuk dipelajari secara mandiri. Hasil belajar siswa melalui belajar mandiri di-review pada saat tatap muka di kelas sehingga keaktifan siswa muncul. Untuk memantapkan pemahaman siswa pada materi yang dipelajari diterapkan model pembelajaran berorientasi problem solving disini siswa dituntut menemukan formula-formula dalam menyelesaikan masalah secara mandiri. Model pembelajaran yang dimaksud itu adalah model pembelajaran yang didasari analisis SWOT berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif, yaitu model pembelajaran yang diharapkan mampu menumbuhkan keaktifan siswa dan keterampilan proses sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah keaktifan siswa, keterampilan proses dan prestasi belajar pada pembelajaran matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga dapat mencapai tuntas belajar ?
2. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa terhadap prestasi belajar matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga ?
3. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh keterampilan proses siswa terhadap prestasi belajar matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga ?
4. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa dan keterampilan proses secara bersama-sama terhadap prestasi belajar matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD didasari analisis SWOT interaktif pada materi dimensi tiga ?
5. Apakah prestasi belajar siswa pada model pembelajaran matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT lebih baik dari pada prestasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional pada materi dimensi tiga ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pencapaian ketuntasan belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga.
2. Untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga.
3. Untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar pengaruh keterampilan proses siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga.
4. Untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa dan keterampilan proses secara bersama-sama terhadap prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga. 
5. Untuk mengetahui prestasi belajar matematika antara siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT dengan pembelajaran konvensional pada materi dimensi tiga.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan bagi : 
1. Siswa, dapat tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan, siswa dapat lebih menyerap materi yang berupa pengetahuan sehingga prestasi belajarnya menjadi lebih baik.
2. Guru, diperolehnya suatu pendekatan pembelajaran yang lebih efektif pada pembelajaran matematika khususnya materi dimensi tiga.
3. Sekolah, diperoleh masukan yang baik dalam rangka perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Kurikulum, diperolehnya masukan tentang model pembelajaran Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dan prestasi belajar siswa.