Search This Blog

Showing posts with label pengambilan keputusan. Show all posts
Showing posts with label pengambilan keputusan. Show all posts

TESIS ANALISIS PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN MEMILIH MAKAN DI RUMAH MAKAN MIE AYAM

(KODE : PASCSARJ-0533) : TESIS ANALISIS PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN MEMILIH MAKAN DI RUMAH MAKAN MIE AYAM (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Wijaya (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Studi Eksploratif Perilaku Mahasiswa Universitas Kristen Petra dalam Memilih Fast Food Restaurant dan Non Fast Food di Surabaya”. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif deskriptif, di mana penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana preferensi mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya dalam mengkonsumsi makanan dan minuman di rumah makan.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif studi dibagi dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jurusan di mana mereka menempuh studi. Besarnya sampel ditetapkan sebanyak 200 orang. Penyebaran kuesioner dilaksanakan selama 3 minggu, mulai akhir November 2004 sampai dengan awal Desember 2004. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sehubungan dengan frekuensi kunjungan dan dengan siapa responden berkunjung ke sebuah restoran. Selain itu, keputusan makan di fast food restaurant lebih dipengaruhi oleh faktor kualitas makanan, kecepatan layanan, dan harga yang relatif terjangkau. Sedangkan kualitas makanan, keramahan layanan dan kenyamanan restoran merupakan faktor yang lebih mempengaruhi pembelian di non fast food restaurant.
Penelitian lain dilakukan oleh Priyono (2004) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumen dalam Memilih Kafe di Kota Surakarta”. Penelitian dilakukan dengan pendekatan survei dengan penentuan sampel secara acak.
Metode analisis data yang digunakan dalam studi ini adalah analisis regresi berganda. Dari analisis yang dilakukan diperoleh bahwa : iklan, hiburan live, suasana, kencan dan lokasi paling berpengaruh terhadap keputusan pemilihan kafe. Sedangkan secara simultan keseluruhan faktor (iklan, tata suara, hiburan live, suasana, keamanan, harga makanan dan minuman, variasi makanan dan minuman, kencan, lokasi dan meeting) berpengaruh terhadap keputusan pemilihan kafe. Dengan menggunakan uji determinasi keseluruhan faktor yang diajukan dapat menjelaskan alasan pemilihan kafe oleh konsumen.

B. Teori tentang Pemasaran dan Bauran Pemasaran 
1. Pengertian Pemasaran
Setiap perusahaan tidak lepas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan untuk dapat memasarkan produk yang dijualnya. Kegiatan pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Kotler dan Keller (2006), menyatakan bahwa “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.
Selanjutnya Lamb, Hair, dan Me Daniel (2001), menyatakan bahwa “Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi”.
Secara filosofis, pemasaran bertujuan untuk menciptakan hubungan-hubungan pertukaran yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat pertukaran. Pertukaran nilai tersebut bukan hanya dengan para konsumen. Kegiatan ini merupakan bagian dari masyarakat yang berkembang karena pertukaran nilai antara berbagai anggota masyarakat sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka. 

2. Pengertian Bauran Pemasaran
Kotler (2005), menyatakan bahwa “Bauran Pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran, alat-alat pemasaran tersebut diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut “empat P” : Produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion)”.
Lamb, Hair dan McDaniel (2001) menyatakan bahwa, “Bauran pemasaran adalah paduan strategi produk, promosi, tempat dan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju”. Namun menurut Lupiyoadi (2001), definisi di atas menggambarkan pengertian bauran pemasaran untuk produk barang nyata. Bauran pemasaran untuk produk barang mencakup 4P; Product, Price, Place, Promotion. Namun untuk bauran pemasaran jasa para ahli pemasaran menambah tiga unsur lagi, yaitu : People, Process dan Customer Service. Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa di mana produksi/operasi hingga konsumsi merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan mengikutsertakan konsumen dan pemberian jasa secara langsung.
Pendekatan pemasaran 4P berhasil dengan baik untuk barang, tetapi elemen-elemen tambahan perlu diperhatikan dalam bisnis jasa. Booms dan Bitmer (dalam Kotler, 2005) mengusulkan 3P tambahan untuk pemasaran jasa yaitu : orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process). Karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, pemilihan, pelatihan, dan motivasi karyawan dapat menghasilkan perbedaan yang sangat besar dalam kepuasan pelanggan. Perusahan-perusahan juga mencoba memperlihatkan mutu jasanya melalui bukti fisik dan dapat memilih diantara berbagai proses yang berbeda-beda untuk menyerahkan jasanya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka variabel bauran pemasaran jasa adalah sebagai berikut : 
1. Produk (Product)
Menurut Kotler (2005), “Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pasarnya. Yang dimaksud dengan produk dalam kaitan ini adalah seperangkat sifat-sifat yang nyata dan tidak nyata yang meliputi bahan-bahan yang dipergunakan, mutu, harga, kemasan, warna, merek, jasa, dan reputasi penjual”.
Lupiyoadi (2001), menyatakan bahwa “Produk merupakan keseluruhan konsep obyek atau proses yang memberikan sejumlah nilai manfaat kepada konsumen. Yang perlu diperhatikan dalam produk adalah konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk tetapi membeli benefit dan value dari produk tersebut”.
Stanton (1996), menyatakan “Produk adalah sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer, dan pelayanan dari pabrik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya”.
SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMILIH PENOLONG PERSALINAN

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMILIH PENOLONG PERSALINAN

(KODE : KEPRAWTN-0076) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMILIH PENOLONG PERSALINAN




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah yang besar di negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena hamil, bersalin dan nifas. Namun demikian banyak faktor yang membuat teknologi kesehatan kurang dapat diterapkan ditingkat masyarakat diantaranya ketidaktahuan, kemiskinan, rendahnya status sosial ekonomi perempuan, terbatasnya kesempatan memperoleh informasi dan kelangkaan pelayanan kesehatan yang peka terhadap kebutuhan perempuan juga berperan terhadap situasi ini, sedangkan pengetahuan baru, hambatan membuat keputusan, terbatasnya akses memperoleh pendidikan yang tidak memadai.
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Dimana peranan ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peranan keluarga adalah memberikan bantuan dan dukungan pada ibu ketika terjadi proses persalinan. Dalam hal ini peranan petugas kesehatan tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian proses persalinan berlangsung dengan aman baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkan (Sumarah, dkk, 2009).
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan untuk mencapai sasaran Millennium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102/100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23/1.000 Kelahiran Hidup (KH) pada 2015. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau persalinan (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan hasil SDKI Tahun 2007 derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih perlu ditingkatkan, ditandai oleh Angka Kematian Ibu (AKI) (KH) dan Tahun 2008, 4.692 jiwa ibu melayang di masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Kementerian kesehatan telah melakukan berbagai upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) antara lain mulai Tahun 2010 meluncurkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke Puskesmas di Kabupaten Kota yang di fokuskan pada kegiatan preventif dan promotif dalam program kesehatan ibu dan anak. Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (Eklampsia), infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran. Sedangkan penyebab langsung kematian bayi adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kekurangan Oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian ibu dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi, dan budaya. Kondisi geografi serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan ini. (Depkes RI, 2010).
Menteri kesehatan menambahkan salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Sedangkan data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa persalinan di fasilitas 55,4% dan masih ada persalinan yang dilakukan di rumah (43,2%). Pada kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong oleh bidan, sedangkan yang ditolong oleh dukun masih 40,2% (Depkes RI, 2010).
Beberapa hal tersebut mengakibatkan 3 kondisi terlambat yaitu (terlambat mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat sampai ditempat pelayanan, dan terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan 4 kondisi terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun), terlalu banyak (lebih dari 4 kali). Keterlambatan pengambilan keputusan ditingkat keluarga dapat dihindari apabila ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya ditingkat keluarga (Menkes RI, 2011).

Foster dan Anderson (1986) melukiskan tentang masalah klasik yang masih selalu ditemukan dalam kehidupan berbagai kelompok masyarakat, betapa sosial sering mengalahkan pemanfaatan optimal dari sarana kesehatan yang tersedia. Pasangan suami-istri lebih rela untuk memutuskan tidak menggunakan sarana pertolongan persalinan dari puskesmas atau rumah bersalin, atas pertimbangan bahwa konflik dengan kerabat tidak menggunakan jasanya dari pada biaya bersalin di rumah sakit atau puskesmas (Meutia, 1998).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui dan meneliti tentang "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMILIH PENOLONG PERSALINAN DI DUSUN X".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian tersebut yaitu apakah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pengambilan Keputusan Memilih Penolong Persalinan di Dusun x.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pengambilan Keputusan Memilih Penolong Persalinan Di Dusun X".
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sosial ekonomi ibu tentang memilih penolong persalinan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sosial budaya ibu tentang memilih penolong persalinan.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan suami dan keluarga ibu tentang memilih penolong persalinan.
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jarak pelayanan kesehatan ibu tentang memilih penolong persalinan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi praktik keperawatan
Hasil penelitian di harapkan dapat menjadi masukan untuk peningkatan asuhan keperawatan maternitas, dalam mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pengambilan keputusan memilih penolong persalinan di Dusun X.
2. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pengambilan keputusan memilih penolong persalinan di Dusun X.
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini di harapkan pada masyarakat khususnya pada seorang ibu, dapat digunakan sebagai tambahan informasi, tentang apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pengambilan keputusan memilih penolong persalinan.
TESIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN

TESIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN

(KODE : PASCSARJ-0286) : TESIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan dan peningkatan mutu sumber daya manusia. Sebagaimana dimaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan adalah sebuah aktivitas yang kompleks, di mana dalam kondisi ideal diharapkan dapat mengakomodasikan seluruh kebutuhan dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembentukan mental dan kepribadian peserta didik sebagai bentuk dari upaya memanusiakan manusia muda menjadi manusia yang bertakwa, cakap, bertanggung jawab, cerdas, mandiri, kreatif, terampil, atau dengan kata lain menjadi manusia yang seutuhnya, yang dalam konteks keindonesiaan disebut manusia Indonesia seutuhnya.
Apapun jalur, jenis dan jenjangnya, pendidikan membutuhkan institusi inti di mana kegiatan pendidikan tersebut berpusat. Dalam jalur pendidikan informal, keluarga dapat dianggap sebagai institusi inti, sedangkan institusi inti dalam jalur pendidikan nonformal dapat berupa lembaga-lembaga kursus dan semacamnya. Sementara sekolah adalah institusi inti dalam jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kualitas atau mutu pendidikan sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi dalam institusi pendidikan tersebut, meskipun sangat dipahami bahwa mutu pendidikan (formal) sangat dipengaruhi oleh banyak faktor di luar lembaga pendidikan. Seperti diketahui, sebagai sebuah kegiatan sadar tujuan, pendidikan adalah sebuah aktivitas yang sangat kompleks yang melibatkan banyak pihak dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik di dalam internal lembaga maupun di luar lembaga.
Di tengah berbagai kritik tentang fungsi dan peran sekolah sebagai institusi pendidikan, tak dapat dipungkiri bahwa sekolah adalah lembaga yang sampai saat ini diakui paling efektif dalam menjalankan fungsi pencerahan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa secara massal. Meskipun ada pemikiran semacam de schooling society yang dimotori oleh Ivan Illich, sampai saat ini sekolah adalah institusi yang menjadi tumpuan sebagian besar masyarakat untuk membentuk manusia seutuhnya dalam rangka membudayakan manusia, meskipun ada institusi lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu keluarga dan masyarakat.
Lingkungan keluarga mungkin akan sangat mempengaruhi pembentukan mental dan kepribadian, lingkungan masyarakat mungkin akan sangat mempengaruhi perilaku, tapi dari institusi-institusi tersebut sangat sulit diharapkan terjadinya proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi secara sistematis dan terencana, dan sejauh ini fungsi tersebut hanya bisa diperankan oleh sekolah, apapun bentuk sekolah tersebut. Seperti diketahui, sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional yang bertugas memberikan "bekal kemampuan dasar" kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik dan profesional (Slamet, 2005).
Sebagai sebuah institusi yang menyelenggarakan fungsi-fungsi pendidikan, sekolah diharapkan tidak hanya menjadi pusat dan wahana transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga menjadi wahana transformasi nilai-nilai dan pengembangan sumber daya manusia muda secara komprehensif. Hal ini dapat dimengerti karena peserta didik berada dalam suatu interaksi dengan pendidik dan warga sekolah lain serta lingkungannya dalam waktu yang relatif lama. Untuk sekolah lanjutan, keberadaan peserta didik di sekolah berkisar antara 40 jam sampai dengan 50 jam per minggu, dan kurang lebih ada 40 sampai 46 minggu dalam satu tahun ajaran. Durasi waktu sepanjang ini tentu mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap diri peserta didik, sehingga desain sekolah sebagai sebuah masyarakat kecil atau mini society dapat membawa pengaruh-pengaruh positif ke dalam peserta didik melalui berbagai interaksi dan proses yang terjadi di sekolah, baik yang terjadi di dalam maupun di luar kelas.
Sekolah adalah sebuah organisasi yang mempunyai tujuan spesifik, yaitu menyelenggarakan fungsi-fungsi pendidikan dengan output dan outcome berupa human resources atau sumber daya manusia. Keberhasilan atau kinerja sekolah dapat diukur dari banyak aspek, mulai dari kualitas dan kelengkapan sarana dan prasarana, kinerja kepala sekolah, tertib administrasi, penataan dan tampilan lingkungan, pelaksanaan pemelajaran, kedisiplinan warga sekolah, prestasi siswa, dan outcome lembaga tersebut. Tetapi yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana sebuah lembaga pendidikan dapat menghasilkan lulusan atau tamatan dalam ujud manusia seutuhnya, yang diukur bukan semata-mata dari kemampuan akademis saja, tetapi bagaimana output atau outcome dari lembaga tersebut dapat mengembangkan seluruh potensi dirinya secara optimal. Hal terpenting dalam proses pencapaian tujuan pendidikan yang ideal adalah bagaimana seluruh potensi sumber daya yang ada dimanfaatkan dan diberdayakan secara sinergis dalam sebuah proses yang sistematis dan terencana.
Sekolah adalah salah satu bentuk organisasi yang di ada di masyarakat yang menjalankan salah satu kebutuhan dan misi kehidupan masyarakat beradab, yaitu menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Organisasi merupakan struktur koordinasi yang terencana yang formal, melibatkan dua orang atau lebih, dalam rangka mencapai tujuan bersama. Organisasi dicirikan dengan hubungan kewenangan dan tingkatan pembagian kerja (Robbins 2002). Dari pengertian tersebut paling tidak ada tiga komponen sebagai pembentuk organisasi, yaitu anggota organisasi, tujuan bersama, dan sistem. Anggota organisasi adalah manusia, dan manusia adalah pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk organisasi tersebut.
Organisasi adalah wahana manusia untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan hidupnya. Organisasi adalah wadah atau sarana yang digunakan oleh manusia untuk mengkoordinasikan seluruh tindakan mereka dengan tujuan saling berinteraksi untuk mencapai sejumlah tujuan yang sama. Organisasi ada didorong oleh kemunculan sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapi manusia di dalam meraih tujuan yang ingin dicapainya, di mana tantangan dan masalah itu tentu harus dipecahkan. Dengan kata lain sebenarnya organisasi adalah salah satu alat dari manusia untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapinya.
Masalah dan tantangan adalah adanya kesenjangan antara harapan atau kondisi ideal yang diinginkan yang diinginkan dengan kenyataan yang ada. Ada banyak sumber masalah, antara lain keterbatasan sumber daya (scarcity) dan konsep tentang ketidakpastian masa depan atau uncertainly (Dermawan 2004). Kedua hal tersebut sebenarnya adalah inti dari munculnya sebuah mekanisme di dalam organisasi, yaitu bagaimana seluruh anggota organisasi yang tersusun dalam sebuah tatanan tertentu membuat pilihan-pilihan mengenai apa yang terbaik menurut anggota organisasi tersebut di dalam mencapai tujuan. Di dalam keterbatasan mengenai sumber daya dan ketidakpastian masa depan, anggota organisasi harus mengambil keputusan untuk memilih alternatif-alternatif yang dirasa paling menguntungkan untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, organisasi sebenarnya adalah "mesin pembuat keputusan", termasuk di dalamnya organisasi penyelenggara pendidikan.
Bila ditelusuri lebih jauh lagi, pengambilan keputusan sebenarnya adalah fitrah dari manusia, yang harus dijalani oleh manusia dalam setiap langkah kehidupannya dari waktu ke waktu. Pengambilan keputusan adalah prasyarat dari sebuah tindakan, baik itu bersifat mayor ataupun minor. Pengambilan keputusan merupakan proses memilih suatu rangkaian tindakan dari dua atau lebih alternatif (Tjiptono, 2001).
Dalam organisasi yang paling sederhana yang terdiri dari dua orang, baik secara alamiah ataupun disengaja pasti akan ada yang menjadi pemimpin atau manajer, dan lainnya secara otomatis menjadi anggota atau pengikut, serta kedua unsur tersebut pasti akan membuat keputusan-keputusan dalam sebuah mekanisme yang relatif sederhana. Dalam organisasi yang lebih kompleks di mana unsur pimpinan dapat bersifat majemuk atau kolektif dan semakin banyak jenjang yang ada dalam struktur organisasi tersebut maka akan semakin banyak pimpinan atau manajer pada masing-masing level, di mana "mesin pengambilan keputusan" akan menjadi semakin rumit.
Meskipun setiap anggota organisasi harus "mengambil keputusan", sifat atau karakteristik keputusan dan cara pengambilan keputusan pada masing-masing level tentu berbeda-beda. Keputusan yang diambil oleh pimpinan puncak akan memberi pengaruh secara signifikan terhadap organisasi, terlebih bila keputusan tersebut bersifat strategis, misalnya penentuan visi dan mi si organisasi. Dengan memahami alur pemikiran di atas, dapat dilihat bahwa kualitas dari sebuah lembaga sebenarnya dimulai dari kualitas keputusan yang diambil dalam organisasi atau lembaga tersebut, baik dilihat dari proses maupun hasilnya.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu tanggung jawab pokok setiap pemimpin atau manajer. Kualitas keputusan seorang pemimpin atau manajer sangat penting peranannya bagi dua hal. Pertama, kualitas keputusan pemimpin atau manajer secara langsung mempengaruhi peluang karir, penghargaan, dan kepuasan kerja. Kedua, keputusan manajerial memiliki kontribusi terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi. Meskipun setiap pemimpin atau manajer memiliki latar belakang, gaya hidup, dan karakter yang berbeda, tetapi manajer dalam level apapun (puncak, madya, maupun lini pertama) harus mengambil keputusan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dan bertanggung jawab atas hasil-hasil keputusan yang mereka buat.
Pemimpin atau manajer dalam konteks sekolah atau lembaga pendidikan antara lain adalah Kepala Sekolah atau Direktur, Wakil Kepala Sekolah atau Wakil Direktur, dan sebagainya. Di dalam struktur organisasi Sekolah Menengah Kejuruan ada yang disebut dengan Ketua Jurusan, yang berperan sebagai pemimpin atau manajer dalam sebuah jurusan atau departemen. Keputusan yang dibuat oleh para manajer ini akan memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan dan jalannya organisasi. Semakin berkualitas sebuah keputusan diambil, maka perkembangan dan jalannya organisasi dimungkinkan lebih baik, dan berdampak kepada kualitas output maupun outcome-nya. Namun yang perlu diingat bahwa keputusan yang baik saja tidak cukup, karena perlu ditindaklanjuti dengan tindakan yang juga berkualitas dan sumber daya yang memadai menyusul pengambilan keputusan tersebut.
Dengan melihat apa yang terjadi di organisasi khususnya organisasi pendidikan atau sekolah sebagai sebuah dengan pendekatan proses, maka secara logis dapat dikatakan bahwa output dan outcome yang berkualitas bukan dihasilkan oleh tindakan yang asal-asalan, tetapi tindakan yang terpilih dari sekian banyak alternatif yang ada. Menentukan tindakan terpilih adalah sebuah proses pengambilan keputusan, dengan demikian kualitas sebuah lembaga dimulai dari bagaimana pengambilan keputusan tersebut di buat. Adair (dalam Syafaruddin, 2004 : 7) menjelaskan, "the first requirement for success in any enterprise, then is high quality management decision". Keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan sangat bergantung pada tingginya mutu keputusan yang diambil oleh para manajer yang memimpin.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa di dalam lembaga yang berkualitas maka keputusan-keputusan yang diambil pun adalah keputusan yang berkualitas, apakah dilihat dari proses ataupun hasil dari keputusan tersebut. Demikian pula sebaliknya, bila keputusan-keputusan yang diambil tidak berkualitas, hampir dipastikan bahwa organisasi tersebut tidak berkualitas. Dengan demikian maju atau mundurnya lembaga pendidikan, berkualitas atau tidaknya sekolah, salah satu faktornya adalah pada apa dan bagaimana keputusan tersebut di ambil. Hipotesis tersebut di atas berlaku secara umum, berarti juga berlaku pada lembaga pendidikan kejuruan, baik negeri maupun swasta.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan studi mengenai bagaimana proses pengambilan keputusan dilakukan di Lembaga Pendidikan Kejuruan.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, fokus dari penelitian ini adalah bagaimana pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan dilakukan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.
Adapun dari fokus penelitian tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa subfokus, yaitu : 
1. Model pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.
2. Teknik pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian, secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah menemukan sekaligus mendeskripsikan proses pengambilan keputusan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X di dalam menangani atau mengelola pendidikan dan pelatihan. Tujuan umum tersebut dijabarkan menjadi tujuan khusus, yaitu : 
1. Mendeskripsikan model pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.
2. Mendeskripsikan teknik pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut : 
1. Memberi gambaran mengenai proses pengambilan keputusan di lembaga pendidikan unggulan sehingga dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan lembaga pendidikan. 
2. Memberi masukan kepada para pengelola dan pemerhati lembaga pendidikan mengenai bagaimana cara pengambilan keputusan yang berkualitas.
3. Secara konseptual dapat memperkaya teori manajemen pendidikan, terutama dalam bidang kepemimpinan pendidikan.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti berikutnya atau peneliti lain yang ingin mengkaji lebih mendalam dengan topik dan fokus serta setting yang lain untuk memperoleh perbandingan sehingga memperkaya temuan-temuan penelitian ini.