Search This Blog

Showing posts with label permainan edukatif. Show all posts
Showing posts with label permainan edukatif. Show all posts

SKRIPSI MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL JAWA PADA ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0080) : SKRIPSI MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL JAWA PADA ANAK USIA DINI

contoh skripsi paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingkat korupsi suatu negara dapat diukur dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Data tahun 2009 menunjukan bahwa Indonesia berada pada papan bawah dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2,8. Skala IPK mulai dari 1 sampai 10, semakin besar nilai IPK suatu negara maka semakin bersih negara tersebut dari tindakan korupsi. Dari data yang diperoleh dari Transparency International Corruption Perception Index 2009 tersebut, IPK Indonesia sama dengan negara lainnya pada urutan 111 seperti Algeria, Djibouti, Egypt, Kiribati, Mali, Sao Tome and Principe, Solomon Islands dan Togo. Angka ini menyimpulkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang belum lepas dari persoalan korupsi.
Berdasarkan data-data tentang tingkat korupsi di Indonesia, persoalan korupsi menjadi permasalahan besar yang harus diselesaikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan. Pendidikan Anti Korupsi pada hakikatnya merupakan bagian dari pendidikan karakter. Pendidikan anti korupsi berfokus pada pengembangan tata nilai & moralitas pada individu. Kemendikbud telah menetapkan bahwa pendidikan karakter dianggap sangat penting dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah. Dalam buku panduan tentang Pendidikan Karakter di SMP, Kemendiknas (2010), disebutkan bahwa karakter merupakan salah satu faktor terpenting bagi kesuksesan seseorang. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Pendidikan anti korupsi adalah pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai pada anak. Menurut Handoyo (2009) nilai-nilai yang dapat disemaikan kepada generasi muda, terutama mereka yang masih duduk di bangku sekolah diantaranya adalah kejujuran, tanggung jawab, keberanian, keadilan, keterbukaan, kedisiplinan, kesederhanaan, kerja keras, dan kepedulian.
Menurut laporan KPK tahun 2007 dalam pengembangan modul pendidikan, telah dibuat 3 modul untuk siswa SMP dan telah siap untuk dipublikasikan pada tahun 2008. Selain itu juga, untuk pendidikan pengembangan karakter anti korupsi bagi SD, telah dibuat modul pendidikan untuk siswa kelas 4, 5, dan 6. Khusus untuk pendidikan pengembangan siswa Taman Kanak-kanak (TK) telah dibuat buku dongeng anti korupsi yang berisi pesan moral yang memadukan cerita sederhana dengan tokoh dan karakter hewan-hewan lucu. Implementasi kegiatan pendidikan dengan pendekatan dongeng akan dilaksanakan pada tahun 2008.
Pendidikan anti korupsi memiliki banyak nilai yang harus dikembangkan untuk dapat membangun karakter anti korupsi kepada anak. Ada salah satu nilai yang paling penting untuk membangun karakter anti korupsi. Nilai tersebut adalah nilai kejujuran. Pendidikan anti korupsi adalah pendidikan yang berkaitan dengan cara-cara untuk menanamkan kejujuran pada diri peserta didik melalui serangkaian cara dan strategi yang bersifat edukatif (Deal dan Peterson, 1999) dalam Hamdani (2010). 
Sebagaimana pernyataan yang ditulis oleh Hamdani (2010) bahwa moral kejujuran adalah moral universal, moral yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa modern dan beradab. Yang didasarkan atas nilai-nilai kejujuran. Kejujuran pada gilirannya akan menumbuhkan kepercayaan (trust), dan kepercayaannya merupakan salah satu unsur modal sosial. Tugas pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kejujuran kepada setiap komponen di dalamnya, baik itu siswa, staff guru maupun komponen lainnya. Handoyo, dkk (2010) melakukan penelitian tentang penanaman nilai-nilai kejujuran dalam pendidikan anti korupsi di SMA 06 kota Semarang. Adanya penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pendidikan anti korupsi, kejujuran merupakan nilai yang paling penting untuk diajarkan kepada anak.
Membangun karakter bukanlah merupakan produk instan yang dapat langsung dirasakan sesaat setelah pendidikan tersebut diberikan. Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Penanaman pondasi karakter anti korupsi khususnya karakter kejujuran harus ditanamkan sejak usia dini. Salah satu cara untuk menanamkan karakter kejujuran pada anak adalah melalui pendidikan di sekolah. Menurut Schweinhart (1994) dalam Megawangi (2004) pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari usia TK. Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap. Dalam membangun karakter kejujuran pada anak, terlebih dahulu harus dikenalkan konsep atau pemahaman kepada anak usia dini tentang karakter kejujuran.
Model pendidikan untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan masa perkembangan mereka yang masih didominasi oleh permainan sebagai media transfer pengetahuan. Salah satu metode yang sesuai digunakan dalam implementasi pendidikan membangun pemahaman karakter kejujuran adalah melalui bermain. Bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada dengan sendirinya (inherent), dan sudah didapat secara alami. Permainan yang bisa digunakan adalah permainan tradisional anak yang sudah cukup lama berkembang di negeri ini, bahkan permainan-permainan tersebut sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa. Namun demikian seiring dengan perkembangan jaman permainan tradisional ini semakin lama semakin dilupakan oleh anak-anak terutama di perkotaan karena sudah semakin banyaknya permainan modern yang berasal dari luar negeri.
Kajian tentang permainan tradisional anak di Indonesia umumnya belum sangat berkembang, tapi terlihat perhatian yang cukup besar dari kalangan ilmuwan terhadap fenomena budaya ini, kecuali dari kalangan tertentu. Namun demikian perhatian yang cukup serius telah diberikan oleh pemerintah melalui Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Beberapa studi telah dilakukan oleh para ahli, bahkan beberapa berusaha mengetahui proses-proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan dampaknya terhadap berbagai jenis permainan tradisional di Jawa. Salah satu faktor yang ditemukan menjadi penyebab semakin surutnya permainan anak-anak tradisional dari tengah kehidupan anak-anak di Jawa adalah masuknya pesawat televisi ke daerah pedesaan. Dengan berbagai tayangan acara yang menarik dan tidak membutuhkan tenaga untuk menikmatinya, tontonan dari pesawat televisi secara langsung menjadi hal yang lebih disukai oleh anak-anak ketimbang berbagai permainan anak-anak yang memang tidak semuanya menarik dan menyenangkan untuk dimainkan.
Permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan. Oleh karena itu permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai aset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tangan kumpulan masyarakat yang lain (Sukirman, 2004).
Misbach (2006) mengatakan dalam artikelnya bahwa permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom). Permainan tradisional bisa dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Walaupun permainan-permainan ini dibeda-bedakan dalam 3 kategori, namun tidak berarti sifat yang ada pada satu macam permainan tidak terdapat dalam permainan jenis lainnya. Ada percampuran-percampuran diantara unsur-unsur permainan tersebut. Yang mendasar, semua jenis permainan ini kental dengan nilai-nilai kerjasama; kebersamaan; kedisiplinan; kejujuran; yang merupakan nilai-nilai pandangan hidup (world-view) dari berbagai suku bangsa di Indonesia, yang mendasari filosofi terbentuknya permainan tradisional ini.
Menurut Purwaningsih (2006) permainan tradisional mengandung unsur-unsur nilai budaya. Menurut Dharmamulya (2008), unsur-unsur nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional adalah nilai kesenangan atau kegembiraan, nilai kebebasan, rasa berteman, nilai demokrasi, nilai kepemimpinan, rasa tanggung jawab, nilai kebersamaan dan saling membantu, nilai kepatuhan, melatih cakap dalam berhitung, melatih kecakapan berpikir, nilai kejujuran dan sportivitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011) menunjukkan bahwa pelatihan permainan tradisional edukatif potensi lokal mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan orang tua anak usia dini dalam kegiatan bermain anak. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa permainan tradisional edukatif menanamkan sikap hidup dan keterampilan seperti nilai kerja sama, kebersamaan, kedisiplinan, kejujuran, dan musyawarah mufakat karena ada aturan yang harus dipenuhi oleh anak sebagai pemain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011) ini menunjukkan bahwa permainan tradisional adalah sangat penting untuk diajarkan kepada anak usia dini di lingkungan rumah melalui orang tua. Penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011), menunjukkan bahwa permainan tradisional mengandung nilai sikap hidup dan keterampilan. Salah satu dari nilai itu adalah nilai kejujuran.
Kajian permainan tradisional telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1982 melalui penelitian dalam bentuk inventarisasi permainan tradisional. Dalam penelitian tersebut belum sepenuhnya dijelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional. Mengingat jangka waktu inventarisasi penelitian telah dilakukan oleh Kementerian dan Kebudayaan pada tahun 1982 sudah mencapai rentang waktu 15 tahun maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dalam permainan tradisional etnis Sunda. Dalam penelitian ini banyak sekali nilai-nilai yang ada dalam permainan tradisional yaitu jiwa kepemimpinan, kerjasama, lapang dada, menegakkan keadilan, taat aturan, jujur, usaha keras, tidak sombong, cerdik, dan motivator untuk menang. Salah satu contoh misalnya permainan tradisional congkak atau dakon mengandung nilai disiplin diri, kejujuran diri, kerja sama, menghargai kawan dan lawan, kecepatan dan ketepatan, melatih kesabaran, tanggung jawab.
Penelitian yang dilakukan oleh Siagawati dkk (2007), mengungkap nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional Gobak Sodor. Nilai-nilai dalam permainan Gobak Sodor adalah sebagai berikut ; yang pertama yaitu aspek jasmani yang meliputi nilai kesehatan dan kelincahan. Yang kedua, aspek psikologis yang meliputi nilai kejujuran, sportivitas, kepemimpinan, pengaturan strategi, kegembiraan, spiritualisme, perjuangan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyusun skripsi dengan judul “MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL PADA ANAK USIA DINI”.

SKRIPSI IMPLEMENTASI PERMAINAN EDUKATIF DALAM UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI ISLAM PADA ANAK PRA SEKOLAH

(KODE : PG-PAUD-0078) : SKRIPSI IMPLEMENTASI PERMAINAN EDUKATIF DALAM UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI ISLAM PADA ANAK PRA SEKOLAH

contoh skripsi paud

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut teori Bloom, pada intinya pendidikan memiliki tujuan dalam tiga ranah, yaitu : ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotorik (ketrampilan). Dari ketiga ranah tersebut, maka dapat dipahami bahwa dalam proses pendidikan tidak hanya semata-mata berarti menyampaikan ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada peserta didik, melainkan lebih dari hal itu. Dalam pendidikan juga diusahakan pembentukan watak bagi peserta didik agar menjadi lebih baik, serta diberikan bekal berupa ketrampilan yang dibutuhkan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Karena begitu pentingnya arti pendidikan bagi kehidupan manusia, maka ia harus berlangsung terus menerus dari seseorang itu masih dalam kandungan hingga seseorang meninggal. Salah satu fase yang penting dalam proses pendidikan adalah pada masa anak-anak. Dengan kata lain masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan kepada anak-anak. Oleh karena itu pendidikan hendaknya diberikan pada anak-anak sejak usia pra sekolah, yang dapat dilakukan, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak. Orang tua harus mampu memberikan dukungan kepada anaknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anaknya. Jika ditemukan anak-anak terhenti kreativitasnya, maka lebih disebabkan karena ketidakwaspadaan orang tua terhadap perkembangan psikologi anak.
Pendidikan anak-anak selain diberikan di lingkungan keluarga, juga harus diberikan pendidikan formal. Salah satu pendidikan formal untuk anak-anak pra sekolah adalah Taman Kanak-Kanak (TK).
Perlu diketahui, bahwa pada pendidikan Taman Kanak-Kanak TK memiliki karakteristik-karakteristik tujuan yang akan dicapai, yaitu : pengembangan kreatifitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik, dan pengembangan sikap dan nilai dari para peserta didik.
Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas pada pendidikan Taman kanak-Kanak (TK) dibutuhkan pemilihan metode yang tepat, sesuai karakteristik dari peserta didik maupun karakteristik tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) tersebut. Sistem pengorganisasian pada pendidikan TK perlu disusun berdasarkan pendekatan yang lebih meningkatkan kreatifitas pada anak, dengan menggunakan sumber belajar yang dapat digunakan untuk merealisasikan kegiatan-kegiatan yang kreatif.
Sesuai dengan usia siswa di Taman Kanak-Kanak (TK), maka metode-metode yang dapat digunakan dalam menyajikan materi pelajaran antara lain : Bermain, karyawisata, bercakap-cakap, bercerita, demonstrasi, proyek, pemberian tugas.
Dari beberapa pilihan metode yang dapat diterapkan di taman Kanak-Kanak (TK) di atas, salah satu metode yang tepat bila diterapkan pada anak TK adalah metode bermain. Bermain adalah dunia kerja anak usia prasekolah dan menjadi hak setiap anak untuk bermain tanpa dibatasi usia. Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Dari alasan ini, maka metode bermain tidak dapat ditinggalkan pada proses pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK).
Permainan merupakan prasyarat untuk keahlian anak selanjutnya, suatu praktek untuk kemudian hari. Permainan penting sekali untuk perkembangan kecerdasan. Dalam permainan anak-anak dapat bereksperimen tanpa gangguan, sehingga dengan demikian akan mampu membangun kemampuan yang kompleks.
Dengan bermain akan memberi pengaruh penting dalam penyesuaian pribadi dan sosial anak. Dalam sejarah Islam disebutkan bahwa telah dibedakan antara bermain dengan belajar. Mereka hanya membolehkan anak-anak bermain sesudah selesai belajar. Pandangan itu berbeda dengan pandangan modern yang menyatukan bermain dengan belajar, yaitu belajar dalam bentuk permainan. Al-Ghazali menyatakan bahwa sesungguhnya melarang anak-anak bermain dan memaksanya belajar terus-menerus dapat mematikan hatinya dan menghilangkan kecerdasannya serta menyukarkan hidupnya.
Pendidikan agama harus diberikan kepada anak-anak sedini mungkin, karena agama adalah bekal bagi mereka di kemudian hari dalam menghadapi masalah-masalah hidup mereka kelak. Secara umum dasar-dasar ajaran Islam meliputi aqidah, ibadah, dan akhlak. Dasar-dasar ini terpadu, tidak dapat terpisahkan antara yang satu dengan yang lain, pemilahannya hanya terjadi dalam tataran keilmuan. Begitu pula dalam kehidupan agama pun anak membutuhkan pendidikan yang memberi kesan indah, gembira, senang dalam jiwa mereka. Kesan yang indah dan menggembirakan dalam pendidikan agama demikian itu akan membawa perasaan cinta pula kepada agama pada masa dewasa.
Dunia anak adalah dunia yang identik dengan permainan. Sehingga ketika menyadari hal tersebut, tentunya diharapkan dapat menjadikan permainan tidak hanya sekedar menjadi alat yang bersifat menghibur, melainkan dapat pula dijadikan sebagai alat mendidik (edukatif) yang paling tepat bagi anak-anak. Dengan menyesuaikan usia perkembangan anak, dapat dimasukkan nilai-nilai yang positif (nilai-nilai Islam dalam permainan).
Dari hal tersebut, anak-anak hendaknya diperkenalkan dengan berbagai jenis permainan, namun harus memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dari alat permainan tersebut. Karena tidak semua bentuk permainan memberi nilai positif bagi anak-anak. Orang tua dan guru tidak asal memilih, tetapi harus memperhatikan unsur edukatif yang terdapat dalam permainan tersebut.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian apakah dalam belajar mengajar di Taman Kanak-Kanak (TK) dengan menggunakan permainan edukatif dapat menanamkan nilai-nilai Islam bagi anak pra sekolah. Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu lembaga pendidikan anak pra sekolah yang dalam proses pembelajarannya juga memanfaatkan metode bermain sambil belajar dengan memanfaatkan permainan edukatif dalam setiap area belajarnya. Dengan dasar tersebut peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian yang dirumuskan dalam judul “IMPLEMENTASI PERMAINAN EDUKATIF DALAM UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI ISLAM PADA ANAK PRA SEKOLAH”.

SKRIPSI EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF KEPING PADU TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK

(KODE : PG-PAUD-0074) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF KEPING PADU TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK

contoh skripsi pg paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini (wikipedia.com).
Berbagai fenomena permasalahan di TK maupun RA ditemui guru dalam memberikan pelayanan pendidikan di sekolah, khususnya dalam perkembangan motorik halus anak usia dini misalnya tulisan siswa yang kurang rapi sehingga sulit untuk dipahami, sehingga hal ini menimbulkan hambatan dalam proses belajar. Keterampilan motorik halus merupakan salah satu kemampuan yang penting bagi anak karena diperlukan anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah dan berperan serta dalam kegiatan bermain dengan teman sebaya.
Bermain merupakan peristiwa hidup yang sangat digemari oleh anak-anak, melalui kegiatan bermain, banyak fungsi-fungsi kejiwaan dan kepribadian yang dapat dikembangkan. Hal ini disebabkan karena di dalam aktivitas bermain banyak kejadian- kejadian yang melibatkan keaktifan kejiwaan dan kepribadian pesertanya. Dengan bermain anak dapat mengaktualisasikan seluruh aspek kehidupan yang ingin disampaikannya (Simatupang, 2005). Namun apabila dicermati secara seksama terjadi pergeseran makna bermain sebagai dampak kemajuan teknologi. Dengan berkembangnya zaman dan kemajuan dalam bidang teknologi maka kegiatan bermain yang dilakukan anak beralih dari kegiatan yang menggunakan aktivitas fisik secara aktif dan dilakukan secara individu atau berkelompok ke bentuk permainan yang menggunakan alat-alat elektronik yang cenderung dilakukan sendiri seperti play station, game online dsb. Kegiatan bermain yang menggunakan alat-alat elektronik berupa animasi elektronik menyebabkan anak-anak cenderung bergerak secara terbatas dan pasif, selain itu mereka lebih banyak melakukan aktivitas secara individu. Sehingga tidak ada komunikasi yang biasanya terjadi saat melakukan permainan secara berkelompok.
Sebagai individu yang aktif, anak memiliki kemampuan untuk membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara merefleksikan pengalamannya. Aktivitas yang paling tepat bagi anak usia dini untuk mengkonstruksi pengetahuannya adalah kegiatan bermain. Bahkan melalui bermain, seluruh potensi perkembangan anak bisa dikembangkan, baik aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, emosi, sosial, berimajinasi, beraktivitas, etika dan moral. Bermain dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang alami bagi proses perkembangan anak. Melalui bermain konstruktif memungkinkan anak untuk membangun suatu pengetahuan baru, mengembangkan keterikatan sosial, mengembangkan kecakapan untuk mengatasi kesulitan, mengembangkan rasa memiliki kemampuan dan dapat mengembangkan koqnitifnya. (Willy dkk, 2006)
Cara mendidik anak yang tepat adalah dengan cara bermain. Namun, yang dimaksud bukan sekedar bermain, tetapi bermain konstruktif. Untuk mendukung kegiatan bermain anak, orang tua dan guru berperan sebagai fasilitator yang harus menyediakan media permainan sesuai dengan karakteristik anak, situasi dan kondisi yang ada. Bermain konstruktif adalah suatu bentuk permainan dengan menggunakan objek-objek fisik untuk membangun atau membuat sesuatu. (Desmita, 2008 : 143)
Permainan konstruktif sangat diperlukan pada masa anak. Hal ini dikarenakan pada masa anak adalah masa dimana perkembangan sangat pesat pesatnya seperti perkembangan motorik halus anak. Untuk mengembangkan potensi kemampuan motorik halus anak diperlukan kerjasama antara berbagai pihak, dan yang paling penting pada saat masa anak-anak adalah orang tua dan guru, kemampuan motorik halus hanya bisa dikembangkan dengan latihan-latihan yang menuju ke arah mengembangkan kemampuan anak. Hal ini memerlukan rangsangan yang optimal agar perkembangan potensi kemampuan motorik halus anak bisa optimal.
Pengembangan motorik sangat memerlukan bantuan orang tua atau pembimbing untuk melatih dalam pertumbuhannya, sehingga potensi motorik anak bisa berkembang secara optimal. Gerak motorik baru bagi anak usia dini memerlukan pengulangan-pengulangan dan bantuan orang lain, pengulangan itu merupakan bagian dari belajar. Setiap pengulangan dalam keterampilan baru, memerlukan konsentrasi untuk melatih koneksitas dan koordinasi gerak dengan indera lainnya (Papalia, 2001 : 144)
Perkembangan potensi kemampuan motorik halus anak sangat berpengaruh terhadap hasil sebuah pengajaran di sekolah, tetapi siswa atau peserta didik pada awal-awal sekolah, belum menyadari tentang hal itu. Oleh karenanya sebagai agen perubahan guru hendaknya mampu menuntun, mengoptimalkan aspek ini sehingga tercapailah pengajaran yang diinginkan secara optimal, sehingga kelak anak itu sendirilah yang akan memetik buah dari kerja keras. Mengingat sangat pentingnya kemampuan motorik halus anak, maka kita harus bisa mengembangkan semua potensi yang ada pada anak itu secara optimal agar kemampuan lebih yang sudah dia miliki bisa dikembangkan.
Untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak, salah satunya adalah dengan menggunakan alternatif permainan konstruktif keping padu yang terbuat dari bahan kertas. Selain bahan yang sangat mudah didapatkan dan ramah lingkungan, kertas sangat aman untuk dijadikan media permainan anak pra sekolah. Oleh karena itu, alternatif permainan konstruksi keping padu dari kertas dapat dijadikan sebagai media pembelajaran anak pra sekolah yang dapat mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan motorik halus, sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak dalam menulis, menggambar, mewarnai, dan menciptakan suatu kerajinan tangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara kuantitatif deskriptif yang dilakukan oleh Deny Willy Dkk, yang berjudul "PENGEMBANGAN PIRANTI PERMAINAN ALTERNATIF BAGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI" diperoleh bahwa permainan keping padu (boneka lipat edukatif untuk anak usia dini) dapat meningkatkan keterampilan motorik halus siswa secara cukup signifikan. Namun dalam penelitian ini tidak dapat menunjukkan seberapa jauh pengaruh permainan keping padu terhadap peningkatan motorik halus siswa.
Selain itu, berdasarkan studi sekat lintang di tempat penitipan anak yang dilakukan oleh Lucy Permana Sari Dkk, yang berjudul "HUBUNGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF DAN PERKEMBANGAN MOTORIK PADA TAMAN PENITIPAN ANAK" menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat bermakna dalam skor keterampilan motorik pada kelompok yang mendapatkan stimulasi APE dan yang tidak mendapatkan stimulasi APE. Dengan menggunakan tes skrining Denver-II didapatkan skor keterampilan motorik (Mean ; SD) kelompok yang mendapatkan stimulasi APE sebesar 148,50 ; 23,28 sedangkan skor kelompok yang tidak mendapatkan stimulasi APE 104,98 ; 10,42 dengan p < 0.001. Dijumpai pula perbedaan yang sangat bermakna pada keempat dimensi kemampuan motorik yakni kecepatan, keakuratan, kestabilan, dan kekuatan kesemuanya dengan p < 0.001.
Dengan adanya penelitian EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF "KEPING PADU" TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK A ini, diharapkan mampu memberikan informasi baru mengenai pengaruh permainan konstruktif keping padu terhadap kemampuan motorik halus pada siswa.

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF MAZE

(KODE : PTK-0570) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF MAZE PADA KELOMPOK B TK (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kecerdasan Visual Spasial 
1. Pengertian Kecerdasan Visual Spasial
Menurut Gardner (dalam Sujiono, 2009 : 176) menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Kecerdasan menurut Gardner (dalam Musfiroh, 2008 : 36) adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk yang dibuat dalam satu atau beberapa budaya. Sedangkan Bandler dan Grinder dalam DePotter (dalam Sujiono, 2009 : 176) kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat dijadikan modalitas belajar. Dari beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk menemukan jalan keluar dari suatu masalah.
Lain lagi yang dikatakan oleh Armstrong (dalam Sujiono, 2010 : 58) berpendapat bahwa visual spasial adalah kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang. Kecerdasan ini digunakan oleh anak untuk berfikir dalam bentuk visualisasi dan gambar untuk memecahkan suatu masalah atau menemukan jawaban. Sedangkan menurut Samsudin (2008 : 17) visual spasial merupakan kemampuan seseorang untuk melihat secara visual/ruang. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung berfikir dalam pola-pola yang berbentuk gambar.
Anak usia dini sangat menyukai melihat peta, bagan, gambar, video, film sebagai media untuk belajar. Dan menurut Gunarti, Suryani, dan Muis (2010 : 2.25) visual spasial adalah kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Anak-anak ini memiliki kemampuan, misalnya mencipta imajinasi bentuk dalam pikirannya atau menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi, seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan. Dari beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan visual spasial adalah kemampuan seseorang yang lebih peka terhadap ruang dan gambar.
Campbell dan Dickinson (dalam Yuliani 2010 : 58) menjelaskan bahwa tujuan materi program dalam kurikulum yang dapat mengembangkan kecerdasan visual spasial, antara lain penayangan video, gambar, menggunakan model (modeling), dan atau diagram.
Biasanya anak yang memiliki kecerdasan visual spasial adalah seorang anak yang memiliki kemampuan untuk memvisualkan gambar di dalam pikirannya atau seorang anak yang dapat memecahkan suatu masalah atau menemukan suatu jawaban dengan memvisualkan bentuk atau gambar (Aisyah, 2009 : 1.18). 

2. Cara Mengembangkan Kecerdasan Visual Spasial
Menurut Sujiono (2010 : 58) menguraikan bagaimana cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak sebagai berikut : 
a) Mencoret-coret, untuk mampu menggambar, anak memulainya dengan tahapan mencoret terlebih dahulu. Mencoret biasanya dimulai sejak anak berusia sekitar 18 bulan ini, pada dasarnya kegiatan mencoret merupakan sarana anak mengekspresikan diri. Meski apa yang digambarnya dalam coretannya belum tentu langsung terlihat isi pikirannya. Selain itu, kegiatan ini juga dalam melatih koordinasi tangan-mata anak.
b) Menggambar dan melukis, kegiatan menggambar dan melukis dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dengan biaya yang relatif murah. Sediakan alat-alat yang diperlukan seperti kertas, pensil warna dan krayon. Biarkan anak melukis atau menggambar apa yang ia inginkan sesuai imajinasi dan kreativitasnya karena menggambar dan melukis merupakan ajang bagi anak untuk mengekspresikan diri.
c) Kegiatan membuat prakarya atau kerajinan tangan menuntut kemampuan anak memanipulasi bahan. Kreativitas dan imajinasi anak pun terlatih karenanya. Selain itu, kerajinan tangan dapat membangun kepercayaan diri anak.
d) Mengunjungi berbagai tempat, dapat memperkaya pengalaman visual spasial anak, seperti mengajaknya ke museum, kebun binatang, menempuh perjalanan alam lainnya.
e) Melakukan permainan konstruktif dan kreatif, sejumlah permainan seperti membangun konstruksi dengan menggunakan balok, maze, puzzle, permainan rumah-rumahan ataupun peralatan video, film, peta atau gambar, dan slide.
f) Mengatur dan merancang, kejelian anak untuk mengatur dan merancang, juga dapat diasah dengan mengajaknya dalam kegiatan mengatur ruang di rumah, seperti ikut menata kamar tidurnya. Kegiatan seperti ini juga baik untuk meningkatkan kepercayaan diri anak, bahwa ia mampu memutuskan sesuatu.
g) Pengenalan informasi visual, informasi visual mengacu pada pesan pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk nonverbal. Pesan pengetahuan disampaikan dalam bentuk grafik/diagram dan denah.

3. Indikator Kecerdasan Visual Spasial Anak Usia Dini
Menurut Armstrong (dalam Musfiroh, 2010 : 4.7) Anak yang cerdas dalam visual spasial sangat peka tatanan dan peka terhadap perubahan tatanan itu dan anak memberikan reaksi. Mereka suka mengerjakan maze, dan permainan lain yang memerlukan ketajaman melihat. Anak-anak sering memanfaatkan waktu mereka untuk menggambar, merancang sesuatu, membangun balok-balok, lego atau melamun.
Kecerdasan visual spasial muncul pada masa kanak-kanak. Anak-anak yang cerdas dalam visual spasial peka terhadap bentuk dan peristiwa, mampu merekam bentuk-bentuk tersebut dalam memorinya, serta memanggilnya dalam bentuk melamun, menggambar atau menyatakan dalam kata-kata. Anak-anak mampu mendeskripsikan peristiwa dengan urutan-urutan yang jelas dan terperinci. Anak-anak yang cerdas dalam visual spasial mampu melihat bentuk, warna, gambar, tekstur secara lebih detail dan akurat.
Anak yang mengalami perkembangan kecerdasan visual spasial yang sangat menonjol kadang mengalami kesulitan mengidentifikasi simbol bahasa tertulis. Anak-anak mengerti simbol sebagai gambar dan melihatnya dari berbagai perspektif, yang hal tersebut tidak berlaku dalam dunia simbol linguistik. Kecerdasan visual spasial memiliki indikator sebagai berikut : 
1. Individu yang cerdas secara visual spasial (lebih) mudah membaca peta, gambar, grafik, dan diagram.
2. Individu yang cerdas secara visual spasial menonjol dalam seni lukis dan seni kriya.
3. Individu yang cerdas secara visual spasial mampu memberikan gambaran visual yang jelas ketika sedang memikirkan sesuatu.
4. Individu yang cerdas secara visual spasial mampu menggambar sosok orang atau benda menyerupai aslinya.
5. Individu yang cerdas secara visual spasial film, slide, gambar dan foto.
6. Individu yang cerdas secara visual spasial menikmati permainan yang membutuhkan ketajaman, seperti zigzag, maze.
7. Anak memiliki kepekaan terhadap warna, cepat mengenali warna dan mampu memadukan warna dengan lebih baik dari pada anak-anak sebayanya.
8. Anak suka menjelajah lokasi di sekitarnya dan memperhatikan tata letak benda-benda di sekitarnya, serta cepat menghafal letak benda-benda.