Search This Blog

Showing posts with label pkn. Show all posts
Showing posts with label pkn. Show all posts
MAKALAH PKN MASYARAKAT MADANI

MAKALAH PKN MASYARAKAT MADANI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai teori atau konsep, civil society sebenarnya sudah lama dikenal sejak masa Aristoteles pada zaman Yunani Kuno, Cicero, pada zaman Roma Kuno, pada abad pertengahan, masa pencerahan dan masa modern. Dengan istilah yang berbeda-beda, civil society mengalami evolusi pengertian yang berubah dari masa ke masa. Di zaman pencerahan dan modern, istilah tersebut dibahas oleh para filsuf dan tokoh-tokoh ilmu-ilmu sosial seperti Locke, Hobbes, Ferguson, Rousseau, Hegel, Tocquiville, Gramsci, Hebermas.Dahrendorf, Gellner dan di Indonesia dibahas oleh Arief Budiman, M.Amien Rais, Fransz, Magnis Suseso, Ryaas Rasyid, AS. Hikam, Mansour Fakih.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan indvidu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Peradaban adalah istilah Indonesia sebagai terjemahan dari civilization. Asal katanya artinya kehalusan, pembawaan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun, tata-susila, kemanusiaan atau kesasteraan. Ungkapan lisan dan tulisan tentang masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia. 
Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih. Karena itulah untuk itu kami mencoba untuk menulusuri konsep pemikiran masyarakat tentang asas-asas masyarakat madani dengan tujuan ingin mengetahui sejauh mana masyarakat mengetahui tentang masyarakat madani.

B. Tujuan Penulisan
• Untuk menambah wawasan pengetahuan pembaca.
• Untuk membangkitkan rasa nasionalisme kebangsaan sebagai warga negara yang menganut asas pancasila.
• Untuk Mengetahui sejauh mana pandangan seseorang tentang suatu kelompok atau organisasi Indonesia dalam menjalankan kegiatannya sesuai dengan asas “Masyarakat Madani”.

C. Rumusan Masalah
• Apa pengertian Masyarakat Madani itu ?
• Bagaimana sejarah perkembangan masyarakat madani ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Wacana tentang Masyarakat Madani di Indonesia memiliki banya kesamaan istilah dan penyebutan, namun memiliki karakter dan peran yang berbeda satu dari yang lainnya. Dengan merujuk sejarah perkembangan masyarakat sipil (civil society) di Barat, sejumlah ahli di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa: masyarakt sipil yang umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara yang dikenal dewasa ini. 
Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. Ibrahim juga menyebutkan definisi negatif dengan melukiskan keadaan manusia yang bertentangan dengan ciri-ciri Masyarakat Madani. Lebih lanjut ia mengatakan
Kemelut yang diderita umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui dan tidak tasamuh kemiskinan dan kemelaratan ketidakadilan dan kebejatan sosial. Kejahilan, kelesuan intelektual serta kemuflisan budaya adalah manifestasi kritis masyarakat madani. Kemelut ini kita saksikan di kalangan masyarakat Islam, baik di Asia maupun afrika, seolah-olah umat terjerumus kepada satu kezaliman; kezaliman akibat kediktatoran atau kezaliman yang timbul dari runtuhnya atau ketiadaan order politik serta peminggiran rakyat dari proses politik.
Mengacu pada definisi ideal dan kondisi berlawanan Masyarakat Madani, menurut Ibrahim, masyarakat sipil di kawasan Asia dan Afrika masih jauh dari ciri-ciri ideal Masyarakat Madani. Masyarakat sipil di belahan dunia ini masih berkutat dengan kemiskinan, ketidakadilan ketiadaan tatanan, peminggiran politik dan kentalnya budaya tidak toleran. Dari kesimpulan Ibrahim, nampak sekali cita ideal masyarakat sipil yang hendak ia rumuskan masih bersumber pada realitas social masyarakat sipil di dunia Barat. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani mempunyai ciri-cirinya yang khas: kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling
memahami dan menghargai. Lebih lanjut Anwar Ibrahim menegaskan bahwa karakter Masyarakat madani ini merupakan "guiding ideas", meminjam istilah Malik Bennabi, dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari masyarakat madani, yaitu prinsip moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah dan demokrasi.
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dalam masyarakat madani, warga Negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusian yang bersifat non-negara. Selanjutnya Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan ide-ide di atas, menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia juga mengacu pada pembentukan masyarakat berkualitas dan ber-tamadun (civility). Sejalan dengan pandangan di atas, Nurcholish Madjid menegaskan bahwa makna masyarakat madani berakar dari kata "civility" yang mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima pelbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.
Sebelum membahas wacana Masyarakat Madani di Indonesia, seyogianya kita berkenalan secara ringkas sejarah perkembangan wacana civil society di Barat.

2.2 Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani (Civil Society)
Adalah filsuf Yunani Aristoteles (384-322 SM) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan fase pertama sejarah wacana civil society. Tentu saja pandangan ini telah berubah sama sekali dengan rumusan civil society yang berkembang dewasa ini, yakni masyarakat sipil di luar dan penyeimbang lembaga negara. Mazhab pandangan Aristoteles selanjutnya dikembangkan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), Thomas Hobbes (1588-1679 SM) dan John Locke (1632-1704 SM).
Pada masa Aristoteles civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politikdan pengambilan keputusan. Istilah koinonia politike yang dikemukakan oleh Aristoteles ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum. Hukum sendiri dianggap etos, yakni seperangkat nilai yang disepakati tidak hanya berkaitan dengan prosedur politik, tetapi juga sebagai substansi dasar kebijakan dari berbagai bentuk interaksi di antara warga negara.
Berbeda dengan Aristoteles, Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) menamakannya dengan societies civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Istilah yang digunakan Cicero lebih menekankan pada konsep negara kota (city-state), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisir. Rumusan Cicero ini lebih menekankan pada konsep civility atau kewargaan di satu pihak dan urbanity yakni budaya kota di lain pihak. Kota, dalam pengertian itu, bukan hanya sekedar sebuah konsentrasi penduduk, tetapi sebagai pusat kebudayaan dan pusat pemerintahan.
Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan John Locke (1632-1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural society. Menurut Hobbes, sebagai entitas negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga negara.
Berbeda dengan Hobbes, menurut John Locke, kehadiran civil soci ety adalah untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara. Mengingat sifatnya yang demikian itu, civil society tidaklah absolut dan harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proporsional.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Menurut Ferguson, ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan, la yakin bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan sentimen moral yang dapat menghalangi munculnya kembali despotisme. Kehawatiran Ferguson atas semakin menguatnya sikap individulistis dan berkurangnya tanggungjawab sosial masyarakat mewarnai pandangannya tentang civil society pada fase ini. 
Fase ketiga, berbeda dengan pendahulunya, pada 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan ia dianggap sebagai antitesa negara. Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi. Menurut pandangan ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep negara yang absah, menurut mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin sempurna sesuatu masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan warganya sendiri.

2.3. Karakter Masyarakat Madani
Karaketeristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani, karateristik tersebut antara lain:
- FREE PUBLIC SPHERE
Maksudnya adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.
- DEMOKRATIS
Merupakan satu entitas yang penegak wacana masyarakat madani, warga Negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas sehariannya. Jadi Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras, dan agama.
- TOLERAN
Merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
- PLURALISME
Menurut Nurchalish Madjid adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaaban dan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia.
- KEADILAN SOSIAL
Maksudnya adalah keseimbangan dan pembagian yang profesional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.


BAB III
PENUTUP

Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam al-Quran, gambaran masyarakat ideal itu dinyatakan dengan “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” (negerimu adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha pengampun).
Kata Madani merupakan penyifatan terhadap kota Madinah, yaitu sifat yang ditunjukkan oleh kondisi dan sistem kehidupan yang berlaku di kota Madinah pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad saw.


DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi, Azra. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.Jakarta: Tim ICCE UIN.

MAKALAH PKN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

MAKALAH PKN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di dalam hiruk-pikuk masyarakat dunia termasuk di Indonesia, dewasa ini terjadi tindak criminal yang sudah membudaya dan sangat kronik.
Suatu tindakan dapat digolongkan korupsi, kalau tindakan itu merupakan penyalahgunaan sumber daya public, yang tujuannya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok .
Hasil survey (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi Negara terkorup di Asia. Apabila banyak upaya baik tingkat legislative, yudikatif, maupun eksekutif untuk memberantas korupsi, maka timbul pertanyaan apakah korupsi telah membudaya? Mampukah Sistem Pendidikan Nasional dijadikan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia?
Merujuk pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini, maka kajian ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu strategi pemberantasan korupsi di Indonesia.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana mengatasi korupsi di lingkungan Negara maupun masyarakat?
b. Apa dampak korupsi di masyarakat?
c. Apa penyebab korupsi?

3. Tujuan 
- Salah satu upaya untuk menghilangkan budaya korupsi
- Menyadarkan masyarakat
- Mendidik generasi muda agar tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga dapat memajukan negara


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi :
a. Orde Lama 
Dasar hukum : KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. 
Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai musuh Soekarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi ditubuh TNI. Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. Parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
b. Orde Baru
Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
c. Era Reformasi
Dasar hukum : UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi : 
- Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
- Kepolisian
- Kejaksaan
- BPKP
- Lembaga non-pemerintah : media massa, organisasi massa (mis : ICW)

2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah : 
- Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap makna KKN
- Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
- Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
- Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.

3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan multicultural. 

4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi. 
a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
- 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
- 14 Februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4 tahun penjara
- 10 April gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
- 27 November Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
- dll.
b. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
- UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
- UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
- Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
- UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
- Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK

5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan : pesogok dan penerima sogok
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah : 
1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara-negara ini)
2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka tentang korupsi)
3. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah indicator pemerintahan.

6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut : 
1. Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2. Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5. Lemahnya ketertiban hukum
6. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7. Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8. Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke pemilu
9. Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatur
11. dll.

7. Dampak Korupsi di Berbagai Bidang
a. Bidang Ekonomi
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal. 
3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. 
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
1. Korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat.
2. Korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. 
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.

8. Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah.
Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain : 
Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002). 
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak hanya itu. Gupta et al (1998) pun menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal. 
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. 
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. 
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). 
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi : 
1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal
2. Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok

9. Pendidikan Anti Korupsi
Bangkit atau Bangkrut! Jargon tersebut menjadi salah satu yang didengungkan dalam Training of Trainer Pendidikan Anti-Korupsi (ToT PAK) untuk Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemdikbud) bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat ini, korupsi telah mewabah hampir pada seluruh sendi kehidupan bangsa Indonesia. Kejahatan luar biasa ini memerlukan upaya yang luar biasa untuk memberantasnya. Salah satu upaya untuk memberantasnya adalah memberikan pembekalan kepada mahasiswa sebagai pewaris masa depan.
Inilah mengapa Ditjen Dikti dan KPK membentuk tim penyusun dari perwakilan perguruan tinggi negeri maupun swasta untuk membuat buku ajar yang berisi materi dasar mata kuliah Pendidikan Anti-Korupsi bagi mahasiswa. Setelah buku ini rampung, diselenggarakanlah pelatihan bagi para dosen (ToT) yang akan mengampu mata kuliah PAK.
Dirjen Dikti Djoko Santoso memberikan wewenang bagi pengelola perguruan tinggi untuk menjadikan PAK sebagai pelajaran sisipan, mata kuliah pilihan ataupun wajib. Menurut Djoko, citra buruk bangsa Indonesia sebagai koruptor akan menimbulkan banyak kerugian. Ia berharap pembekalan ini mampu memberikan persepsi yang sama mengenai pengertian, penanganan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Direktur Pendidikan Anti-Korupsi KPK Dedi Arrahim menyambut baik ToT ini. PAK menjadi elemen pendukung dalam penanaman nilai-nilai integrasi generasi muda. Dedi yakin PAK dapat menjadi salah satu upaya pencegahan tidak pidana korupsi di masa depan. “PAK dimulai dari usia dini hingga perguruan tinggi,” ujar Dedi.

10. Kerjasama antara Kemdikbud dan KPK
Sebelumnya, Kemendikbud dan KPK menandatangani nota sepahaman (MoU) untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi secara lebih efektif sesuai wewenang masing-masing. Penandatanganan dilakukan oleh ketua KPK Abraham Samad dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di Jakarta, 9 Maret 2012 lalu.
Ruang lingkup kerja sama ini meliputi PAK, penelitian dan pengembangan, pertukaran data dan informasi, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Program Pengendalian Gratifikasi (PPG), pengaduan masyarakat dan pengawasan serta penertiban barang milik negara.
Selain itu di hari yang sama, Nuh juga melantik Inspektur Jenderal Kemdikbud Haryono Umar. Ia berharap mantan pimpinan KPK ini mampu menciptakan iklim Anti-Korupsi di Kemdikbud. Bagi Haryono, tugas ini adalah tantangan dalam mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah. “Anti-Korupsi harus dimulai dari setiap lini, termasuk dari dalam kementerian,” ucap Haryono.


BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Bahwa sampai saat ini pemerintah Indonesia masih belum tegas dalam menangani korupsi. Itu dapat dilihat dari hukuman yang dijatuhkan pada terpidana korupsi dengan uang yang telah mereka korupsi. Hukuman yang dijatuhkan pemerintah masih belum sebanding dengan perbuatan mereka. Dan dengan adanya bisnis strategis dapat membuka peluang besar untuk korupsi.

2. Saran
Dari kelompok kami dapat menyarankan bahwa seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.

3. Daftar Pustaka
- www.google.com
- ms.wikipedia.org
- id.wikipedia.org
- www.sinarbaru.com
- Ganeca Exact, KTSP, Kelas X
- Yudhistira, Kurikulum 2006, Kelas X
- Yudhistira, Kurikulum 2010, Kelas X