Search This Blog

Showing posts with label prestasi belajar IPA. Show all posts
Showing posts with label prestasi belajar IPA. Show all posts

SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE KARYA WISATA BAGI SISWA TK

(KODE : PG-PAUD-0092) : SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE KARYA WISATA BAGI SISWA TK


SKRIPSI-UPAYA-MENINGKATKAN-PRESTASI-BELAJAR-IPA-MELALUI-METODE-KARYA-WISATA-BAGI-SISWA-TK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus mencari kurikulum, system pendidikan, dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. 
Berbicara tentang pendidikan berarti berbicara tentang manusia dengan segala aspeknya. Nilai suatu bangsa terletak dari kualitas sumber daya manusia yang menjadi warga Negara. Semakin baik kualitas manusianya, bangsa tersebut semakin memiliki peluang besar menuju kemajuan dan kemakmuran.
Dalam rangka pencapaian tujuan nasional, khususnya pada bidang pendidikan, perlu adanya usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang memenuhi kebutuhan pembangunan dewasa ini dan masa akan datang. guna mencapai masyarakat adil dan makmur baik jasmani maupun rohani, perlu di tumbuhkan motivasi yang kuat untuk meraih sesuatu yang dicita-citakan, yakni motivasi yang tumbuh baik secara internal maupun eksternal. Dengan motivasi yang kuat diharapkan dapat memacu meningkatkan kualitas dan potensi sumber daya manusia, khususnya prestasi dalam bidang pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam pasal 4 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan : Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
Sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan tinggi, yang ditunjang oleh adanya sikap dan prilaku yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta budi pekerti yang luhur, sangat diharapkan dalam rangka mencapai tujuan nasional. 
Adapun langkah yang harus ditempuh dalam upaya membantu mewujudkan tujuan di atas adalah dengan menumbuhkan dan membina motivasi kepada para pelaku pendidikan, terutama motivasi para siswa yang merupakan harapan bangsa untuk memacu prestasi dalam segala bidang, agar menjadi generasi-generasi yang siap dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa yang akan datang. 
Masih banyak siswa yang memiliki prestasi belajar yang rendah dan mengecewakan, hal tersebut diduga karena salah satu faktor penyebabnya adalah motivasi belajar mereka yang lemah dan tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap pendidikan yang sedang mereka tempuh. Karena tidak adanya visi ke depan sebagai motivasi belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
Untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal, perlu adanya motivasi yang kuat yang ditumbuhkan oleh pendidik, terutama oleh guru yang sebagai pengajar, agar para siswa selalu terdorong untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka, di sisi lain dalam diri para peserta didik terdapat kepribadian-kepribadian yang unik dan pasti berbeda satu sama lainnya yang semestinya dapat lebih dikembangkan berubah menjadi “robotisasi” ketika peserta didik dijadikan obyek pendidikan dan hanya diharuskan tiga D (duduk, diam, dengar) di dalam kelas, padahal sesungguhnya mereka adalah makhluk unik yang termulia yang Allah ciptakan dengan berbekalkan akal pikiran. 
Seyogyanya proses belajar mengajar jadi lebih hidup sebab ketika manusia berpikir maka merupakan cerminan jiwa dan gambaran kehidupan serta eksistensi kehidupan itu sendiri.
Dengan berpikir seperti itu maka sesungguhnya mereka telah memanusiakan manusia, ungkapan ini menggambarkan bahwa sesungguhnya banyak orang yang belum memperlakukan manusia secara manusiawi, maka manusia perlu dimanusiakan lagi agar pendidikan menjadi sebuah kualitas. 
Faktor-faktor pendidik itu ada lima macam, di mana faktor yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat.
Adapun kelima faktor tersebut yaitu : 
1. Anak didik 
2. Pendidik 
3. Tujuan pendidikan 
4. Alat-alat pendidikan 
5. Lingkungan. 
Dari kelima faktor-faktor tersebut antara yang satu dengan yang lain sangat erat hubungannya, kesemuanya menentukan berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan agama yang dilaksanakan. 
Dengan demikian, jika salah satu faktor tersebut tidak saling melengkapi, maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan secara efektif, oleh sebab itu kelima faktor pendidikan tersebut dalam proses belajar harus ada, dan jika merujuk kepada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 1, dijelaskan bahwa; “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. Bila tuntunan yang termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas tersebut dapat direalisasikan maka out put yang dihasilkan lebih optimal bila didukung dengan diberikannya ruang untuk berekspresi. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien tidak akan lepas dari cara atau metode mengajar yang diterapkan oleh seorang guru, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah menguasai materi yang diajarkannya dan mampu mengajarkannya. 
Ini berarti selain menguasai materi guru juga harus mampu menyampaikan materi tersebut secara baik sehingga siswa dapat menyerap materi yang akan disampaikan dengan baik pula. Ciri pengajaran yang berhasil dapat dilihat dari kadar kegiatan siswa belajar, makin tinggi kegiatan belajar siswa makin tinggi pula peluang berhasilnya pengajaran.
Keaktifan siswa belajar sangat diperlukan baik di dalam maupun di luar kelas, menurut Alipandie, “Tanpa aktivitas belajar, pengajaran tidak akan memberikan hasil yang baik” Keberhasilan siswa belajar itu tidak hanya sekedar berhasil belajar, tetapi keberhasilan yang ditempuhnya dengan belajar aktif dan dapat menyebabkan ingatan yang kita pelajari lebih lama dan pengetahuan kita menjadi lebih luas dibandingkan dengan belajar pasif. 
Guru yang profesional akan mampu memberikan motivasi bagi anak didiknya dalam proses belajar mengajar, peningkatan motivasi belajar tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui metode karya wisata. Metode ini dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk memberikan suasana baru bagi anak didik, hal ini diterapkan karena untuk mengaplikasikan pelajaran yang didapat oleh siswa dalam kelas ke alam bebas terbuka, kegiatan belajar siswa melalui metode ini akan mendorong siswa agar lebih mencintai alam semesta serta menemukan konsep-konsep pokok dari suatu materi pembelajaran dan mencoba memikirkan hubungan antara manusia sebagai makhluk hidup dengan lingkungan sekitarnya. 
Keberhasilan metode karya wisata harus didukung adanya kerja sama antara guru dan siswa, maksudnya guru harus mampu memotivasi siswa untuk mengikuti pelajaran dengan metode karya wisata ini, dan bagi siswa harus memiliki sikap yang positif terhadap pemberlakuan kebijaksanaan tersebut.
Sikap adalah cenderung relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. 5 Jadi dengan adanya sikap yang positif dari siswa terhadap pengajaran dengan metode karya wisata diharapkan dapat menjadikan kegiatan belajar mengajar lebih menyenangkan sehingga akan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.
Dengan melihat uraian di atas, metode karya wisata yang diterapkan oleh seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa, hal inilah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih luas lagi sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul : “UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MELALUI METODE KARYA WISATA BAGI SISWA TK“.
SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BENTUK PERMUKAAN BUMI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BENTUK PERMUKAAN BUMI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

(KODE : PTK-0132) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BENTUK PERMUKAAN BUMI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (IPA KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam penjelasan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk dapat mewujudkan fungsi pendidikan nasional tersebut, diperlukan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Sugiyanto (2010 : 1) mengemukakan bahwa profesionalisme seorang guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswanya. Menurut Degeng dalam Sugiyanto (2010 : 1-2) daya tarik suatu mata pelajaran (pembelajaran) ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua oleh cara mengajar guru. Oleh karena itu, tugas profesional guru adalah menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadikannya menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tak berarti menjadi bermakna.
Kebermaknaan dalam proses pembelajaran dapat diwujudkan melalui beberapa upaya yang harus ditempuh. Beberapa upaya tersebut antara lain yaitu memilih dan mengorganisasikan bahan ajar yang tepat, berkomunikasi dengan anak baik secara individu maupun secara klasikal, menentukan pendekatan pembelajaran yang efektif dan mengelola waktu. Hal ini tentu saja tidak dapat dilakukan tanpa proses pengalaman dan pemikiran secara ilmiah. Sehubungan dengan itu jenjang pendidikan sekolah dasar merupakan pendidikan dasar awal yang sangat penting, hal ini dikarenakan : (1) Dasar awal cepat berkembang menjadi pola kebiasaan yang akan mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak sepanjang hidup, (2) Hasil belajar dan pengalaman semakin memainkan peranan secara dominan dalam perkembangan dengan bertambahnya usia anak, (3) pola sikap dan perilaku yang dibentuk pada awal kehidupan, cenderung bertahan (Soeparwoto, 2007 : 33).
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran di satuan pendidikan sekolah dasar turut memberikan kontribusi dalam usaha pencapaian cita-cita pendidikan nasional. Selain itu IPA juga merupakan salah satu mata pelajaran yang dimasukkan dalam ujian UASBN. Oleh karena itu, sebagai guru harus mampu mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA. 
Bagi sebagian siswa kelas III SDN X, IPA merupakan mata pelajaran mudah tetapi sulit. Hal ini ditandai dari perolehan hasil evaluasi mata pelajaran IPA pada materi penerapan energi, sebagian siswa tidak dapat menjawab soal evaluasi sehingga hasil evaluasi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa siswa mendapatkan nilai dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu nilai 62.
Pada test formatif mata pelajaran IPA materi penerapan energi, dari 28 siswa kelas III SDN X, hanya 19 siswa atau 67,85% yang memperoleh nilai diatas KKM. Sisanya 9 siswa atau 32,15 masih memperoleh nilai dibawah KKM (belum tuntas/lulus KKM). Dari pengamatan penulis, siswa mengalami kesulitan dalam proses pengerjaan dan penyimpulan jawaban akhir, yang berarti pembelajaran yang dilakukan siswa belum begitu bermakna. Guru umumnya hanya menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak berpusat pada siswa, oleh karena itu peneliti mengupayakan model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan hasil pembelajaran mata pelajaran IPA melalui pendekatan kontekstual.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mewujudkan hasil pembelajaran yang diharapkan, diperlukan strategi baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, namun strategi yang mendorong siswa menerapkan pengetahuan di benak mereka sendiri. Sesuai dengan karakteristik siswa dilihat dari usianya, usia anak SD (7-11 tahun) berada pada tahap operasional konkret, yaitu berada pada tahap berfikir yang harus dikaitkan dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal yang telah dibangun oleh mereka sendiri (Piaget dalam Syah, 2006 : 31). Menurut Rifa'i dan Anni (2009 : 29) pada tahap operasional konkret anak mampu mengoperasikan berbagai logika menggantikan penalaran intuitif, namun hanya pada situasi konkret dan kemampuan untuk menggolong-golongkan sudah ada namun belum bisa memecahkan masalah abstrak.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan (Trianto, 2007 : 102). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.
Berdasarkan pada latar belakang diatas, peneliti mencoba menerapkan pendekatan kontekstual pada pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Sugandi, 2007 : 41). Dengan menerapkan pendekatan kontekstual, diharapkan semua kendala yang ada di atas dapat diselesaikan, prestasi belajar siswa dapat meningkat karena pendekatan ini dapat mengaktifkan siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut diatas, peneliti merumuskan permasalahan yang hendak di selesaikan melalui PTK yaitu : 
a. Bagaimana cara menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga pembelajaran IPA materi bentuk permukaan bumi di kelas III SDN X dapat meningkat ?
b. Apakah dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan pembelajaran IPA materi bentuk permukaan bumi di
kelas III SDN X ? 
2. Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, pemecahan masalah yang diajukan yaitu melalui penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III SDN X pada mata pelajaran IPA materi pokok bentuk permukaan bumi.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Tujuan Umum
Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar dalam mata pelajaran IPA.
b. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan hasil belajar dan proses/keaktifan siswa kelas III SDN X serta performansi guru dalam mata pelajaran IPA materi pokok bentuk permukaan bumi.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa, guru, sekolah (instansi terkait), dan peneliti. 
1. Bagi Siswa
a. Meningkatnya pemahaman terhadap materi bentuk permukaan bumi dalam mata pelajaran IPA.
b. Meningkatnya keterampilan dalam menyelesaikan soal materi bentuk permukaan bumi dalam mata pelajaran IPA.
c. Meningkatnya keaktifan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA.
2. Bagi Guru
a. Guru mendapat pengalaman dalam kegiatan pembelajaran IPA melalui pendekatan kontekstual.
b. Pendekatan kontekstual sebagai alternatif dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi dan kreatifitas guru di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
3. Bagi Sekolah
Membantu meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas pembelajaran IPA materi pokok bentuk permukaan bumi di kelas III SDN X.

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

(KODE : PTK-0109) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (FISIKA KELAS VIII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Permendiknas No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses menyatakan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah hams interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Oleh karena itulah proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar sesuai dengan tuntutan Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi dikemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Berarti pendidikan IPA seharusnya dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA hendaknya diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Proses pembelajaran IPA sebaiknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.
Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat masih mengajar IPA di kelas yang akan diteliti (kelas VIII), banyak sekali masalah-masalah yang dirasakan oleh peneliti sendiri ketika proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa yang dicapai masih belum sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah rencanakan. Proses pembelajaran IPA yang dilakukan masih berpusat pada guru, guru seringkali melakukan pembelajaran dengan metode ceramah. Hal ini mengakibatkan masih banyak siswa yang prestasi belajarnya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah. Sedangkan rencana awal pembelajaran IPA adalah menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan harian mereka, konteks pribadi, sosial dan budaya mereka, sehingga lebih bermakna.
Hal serupa juga dialami guru pengganti, selama peneliti melanjutkan pendidikan. Berkaitan dengan proses pembelajaran fisika diperoleh informasi dari guru pengganti, bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa pada pokok bahasan getaran dan gelombang (KD 6.1) yang terdiri dari 7 soal adalah sebesar 60 yang masih berada di bawah KKM (sebesar 65), sedangkan dari 29 siswa yang nilainya mencapai KKM adalah 16 siswa (ketuntasan klasikalnya 55,17%). Selain itu, pada saat guru pengganti mengajar pokok bahasan cahaya pada tahun pelajaran 2009-2010 mengungkapkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan untuk mengaitkan dalam kehidupan mereka, terutama kemampuan pemahaman (C2) dan penerapan (C3).
Berdasarkan hasil wawancara non formal dengan siswa, diperoleh informasi bahwa dalam proses pembelajaran di kelas, guru seringkali menggunakan metode ceramah, guru tidak menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan harian mereka, dan kurang mengkaitkan konsep fisika dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga mengakibatkan siswa merasa jenuh dengan untuk belajar fisika.
Ketuntasan belajar menurut Panduan Penyusunan KTSP & Silabus (BSNP, 2006) setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Sementara itu, hasil perhitungan KKM di Madrasah yang bersangkutan menetapkan bahwa untuk mata pelajaran IPA pembelajaran dikatakan berhasil jika 75% siswa telah memperoleh nilai yang mencapai KKM.
Pemaparan tersebut mendorong peneliti untuk memberikan suatu tindakan pada kelas yang bersangkutan agar keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat ditingkatkan, yang akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu alternatif tindakan yang dapat dilakukan, adalah dengan menerapkan pendekatan kontekstual, alternatif tersebut dipilih pendekatan kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan dalam konteks kehidupan siswa serta pembentukan pengetahuan secara aktif oleh siswa, sehingga pembelajaran jadi lebih bermakna. Selain itu, CTL juga berorientasi pada masalah-masalah yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam bentuk penelitian yang memfokuskan pada pendekatan kontekstual (CTL) dengan judul penelitian : "UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian disini adalah : Lemahnya kemampuan Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah dalam aspek pemahaman (C2) dan penerapan (C3) pada pokok materi cahaya, sehingga KKM pada pokok materi tersebut tidak dapat tercapai.

C. Tujuan Penelitian
Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII MTs X dalam ranah kognitif C2 (pemahaman) dan C3 (penerapan) pada pokok materi cahaya, agar mencapai KKM yang telah ditetapkan, yaitu 65 serta ketuntasan klasikal siswa minimal 75%.
D. Pembatasan Masalah
Supaya masalah tidak terlalu luas dan kompleks, peningkatan prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan IPK yang semakin besar sehingga mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu minimal 75%.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Penelitian Bagi Guru
Dengan dilaksanakan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat menjadi masukan berharga dalam memperluas pengetahuan dan wawasan serta pengalaman mengenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL), sehingga dapat diharapkan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.
2. Manfaat Peneliti Bagi Siswa
a. Agar siswa dapat merasa dirinya mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, jawaban, ide, gagasan dan pertanyaan. 
b. Siswa juga dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok serta mampu mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok.
c. Mendapatkan pengalaman pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL) yang memudahkan siswa dalam memahami materi.
d. Hasil penelitian ini dapat memperbaiki cara berfikir dan belajar sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif.
3. Manfaat Peneliti Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangsih pemikiran dan pengalaman baik pada sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.
4. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, pengetahuan berkaitan dengan menggunakan pendekatan kontekstual.