Search This Blog

Showing posts with label problem based learning. Show all posts
Showing posts with label problem based learning. Show all posts

SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA, SIKAP KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR MATERI PERHITUNGAN PAJAK PPH 21

(KODE : PTK-0709) : SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA, SIKAP KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR MATERI PERHITUNGAN PAJAK PPH 21 (MAPEL AKUNTANSI KELAS XI SMK)

contoh ptk akuntansi kelas xi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan merupakan proses budaya yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan pendidikan bermutu, akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan itu sendiri berlaku seumur hidup dan dilakukan dalam lingkungan, keluarga, pendidikan formal (sekolah) dan masyarakat. Untuk itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan Negara.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 menyebutkan bahwa : 
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Artinya proses pendidikan di sekolah merupakan proses yang terencana dan mempunyai tujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar yang kondusif serta proses belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan secara simbang.
Suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, sehingga pendidikan itu harus berorientasi pada siswa (student active learning) dan peserta didik harus dipandang sebagai seorang yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Sedangkan tugas pendidik adalah mengembangkan potensi yang dimiliki anak.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bab 1 pasal 1 poin (a) "Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah".
Artinya, proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Guru merupakan pendorong belajar siswa yang mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan semangat para murid untuk belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran yang menarik maka siswa akan lebih mudah memahami pelajaran dan mengembangkan ilmu pengetahuannya.
Salah satu persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya kualitas pendidikan nasional. Rendahnya kualitas pendidikan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain keterbatasan dana, ketersediaan sarana dan prasarana dalam aktivitas pembelajaran, dan pengelolaan proses pembelajaran. Kondisi tersebut diperburuk dengan minimnya sosialisasi kurikulum sebelum kurikulum baru dijalankan. Problematika pendidikan itulah yang menjadi tanggung jawab dan membutuhkan keseriusan lebih untuk mencari solusinya.
Sejalan dengan itu perlu dikembangkan iklim belajar mengajar yang menumbuhkan rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang inovatif serta kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Dalam rangka mengembangkan iklim belajar mengajar seperti menumbuhkan rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif, sangat diperlukan adanya keterkaitan antara komponen-komponen pendidikan. Komponen-komponen pendidikan yang meliputi guru, siswa, kurikulum, alat (media pembelajaran) dan sumber belajar, materi, metode maupun alat evaluasi saling bekerjasama untuk mewujudkan proses belajar yang kondusif. Oleh karena itu komponen-komponen dalam pendidikan tersebut tidak bisa dipisahkan karena memiliki keterkaitan yang penting, sehingga akan membentuk suatu sistem yang berkesinambungan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Pembelajaran yang menyenangkan memang menjadi langkah awal untuk mencapai hasil belajar yang berkualitas. Dalam skripsi Amroni yang berjudul Efektifitas pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada prestasi mata pelajaran ekonomi akuntansi siswa kelas XI SMA Nurul Islami Semarang halaman 3 menyatakan "belajar akan lebih bermakna apabila siswa atau anak didik mengalami sendiri apa yang dipelajarinya". Akan tetapi, pelaksanaan pembelajaran di sekolah seringkali membuat masyarakat kecewa. Kondisi ini dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Sebagian besar siswa memiliki kemampuan dalam menyajikan materi melalui bahan hafalan semata, akan tetapi memahami dan mengerti secara dalam mengenai pengetahuan. Kondisi ini ditandai dengan siswa belum mampu menghubungkan materi pembelajaran di sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan dan belum mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran, motivasi sangat diperlukan. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2010 : 75). Motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya (Sardiman, 2010 : 75).
Dalam proses belajar mengajar guru sebagai sumber daya memiliki peranan yang penting karena merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan siswa. Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya akan tetapi ditentukan atau bahkan sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka (Hamalik, 2002 : 36).
Menurut Yunus Abidin (2014 : 122), model pembelajaran proses saintifik merupakan model yang menuntut siswa beraktivitas sebagaimana seorang ahli sains. Proses belajar secara saintifik mencakup beberapa aktivitas, diantaranya mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep yang ditemukan.
Salah satu proses belajar saintifik yang dapat diterapkan di kelas adalah penerapan strategi pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning adalah proses pembelajaran yang dirancang dengan masalah-masalah yang menuntut siswa mendapat pengetahuan penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, memiliki strategi belajar sendiri, serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Pernyataan ini pernah ada dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Elfrida Gita (2014) yang menyatakan bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi.
Pelaksanaan proses saintifik bertujuan agar dapat menumbuhkan keterampilan sikap kritis siswa selama proses interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa, sehingga siswa menghasilkan pertimbangan, keputusan yang tepat, dan menjawab secara lebih lengkap. Sependapat dengan penelitian jurnal yang telah dilakukan oleh Sri Wahyuni (Program Studi Kimia PMIPA FKIP-UT) tentang mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dengan penerapan strategi pembelajaran Problem Based Learning menerangkan bahwa keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, memecahkan masalah secara kreatif, dan berpikir logis sehingga menumbuhkan sikap kritis dalam diri siswa terutama dalam mata pelajaran Kimia (IPA).
Proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan pola berpikir siswa untuk lebih kritis dalam memecahkan materi pelajaran yang sudah disediakan. Dengan berpikir kritis akan berpikir lebih mendalam tentang materi-materi yang diajarkan dan motivasi siswa bertambah sehingga diharapkan prestasi belajar siswa juga akan meningkat dengan model ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : "PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA, SIKAP KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK X".
TESIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SMA

TESIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SMA

(KODE : PASCSARJ-0272) : TESIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SMA (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah untuk memungkinkan peserta didik mengembangkan potensi kecerdasan dan bakatnya secara maksimal. Untuk merealisasikannya pemerintah telah mengatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pelaksanaan dari amanat pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dimana visi sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memperdayakan semua warga Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan di dalam standar proses menyangkut strategi pembelajaran serta proses pengelolaan peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas serta memiliki daya saing.
Pendidikan Kewarganegaraan memegang peran yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional. Sebab visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Misi mata pelajaran PKn adalah membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai Undang-Undang Dasar 1945.
Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill/life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik. Pendidikan harus diarahkan pada usaha dasar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Unesco (1994) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat sesuai dengan system pendidikan di Indonesia, yaitu : Pertama; pendidikan harus meletakkan pada empat pilar, (1) belajar mengetahui (learning to know), (2) belajar melakukan (learning to do), (3) belajar menjadi diri sendiri (learning to be), (4) belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together). Kedua; belajar seumur hidup (life long learning).
Permasalahan yang sering diabaikan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan adalah hakekat dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Guru selama ini lebih menekankan aspek kognitif saja dalam cakupan materi maupun dalam proses pembelajarannya. Padahal karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi harus mampu membentuk sikap dan karakter bangsa, sehingga visi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sendiri tidak terwujud. Akibatnya prestasi belajar siswa Pendidikan Kewarganegaraan rendah dan belum sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Indikasi rendahnya prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek penguasaan konsep dan aspek sikap, serta penerapannya. Aspek penguasaan konsep ditunjukkan pada hasil ujian sekolah, dimana tingkat ketuntasan belajar siswa rata-rata masih dibawah batas tuntas nasional. Sedangkan aspek sikap dan penerapan secara normative dapat dilihat dari rendahnya kedisiplinan, sopan santun, banyaknya pelanggaran terhadap tata tertib sekolah dan kenakalan siswa.
Ada banyak faktor dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang mempengaruhinya. Salah satu yang paling mendasar adalah penyempurnaan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan mengimplementasikan inovasi pembelajaran . Dimana dalam menerapkan inovasi agar berhasil haruslah bersikap bijaksana untuk meluangkan waktu dan upaya mengatasi proses evaluasi menyeluruh untuk memaksimalkan kemungkinan keberhasilannya. Seperti dalam proses pembelajaran haruslah mampu untuk membangkitkan minat dan motivasi, mengembangkan bakat, meningkatkan partisipasi serta memacu daya pikir peserta didik untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
Motivasi itu sendiri berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang, untuk dapat melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Motivasi juga dapat dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila tidak suka maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu (Sardiman A.M, 2007 : 75).
Jadi motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan yang dikehendaki oleh pembelajar dapat tercapai.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak mungkin melakukan aktivitas belajar Keberhasilan siswa dalam belajar juga dipengaruhi oleh guru, model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajar. Oleh sebab itu pendidikan bertugas untuk menyiapkan peserta didik agar dapat mencapai peradaban yang maju melalui perwujudan suasana belajar yang kondusif, aktivitas pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, serta proses pembelajaran yang kreatif. Menurut Martinis Yamin (2007 : 27) dalam proses pembelajaran siswa sebagai titik sentral belajar, siswa yang lebih aktif, mencari dan memecahkan permasalahan belajar dan guru membantu kesulitan siswa-siswa yang mendapat kendala, kesulitan dalam memahami, dan memecahkan permasalahan. Sesuai dengan pendapat tersebut maka dalam hal ini pendidik harus merancang proses pembelajaran agar materi pembelajaran menjadi bermakna. Karena pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran harus memberi kompetensi berupa kecakapan hidup pada peserta didik sehingga mampu memberi bekal untuk memecahkan berbagai permasalahan kehidupan di kemudian hari, bila tiba saatnya mereka terjun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka dalam hal ini bagaimana pendidik merancang pembelajaran agar dapat dikuasai oleh siswa dan mampu untuk memberi bekal kecakapan hidupnya ?
Mel Silberman dalam bukunya Active Learning, 101 Strategi pembelajaran Aktif 2002, mengembangkan pernyataan Confucius sebagai landasan belajar aktif : Apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat ingat sedikit, Apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan saya mulai mengerti, Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan kerjakan saya dapat pengetahuan dan ketrampilan, Apa yang saya ajarkan saya kuasi. Belajar akan lebih bermakna bila siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan sekedar mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi ternyata hanya berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek (short tern memory) dan kurang berhasil dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan- persoalan dalam kehidupannya.
Dengan adanya hal tersebut di atas maka diperlukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang bervariasi, menarik, melibatkan siswa secara aktif, menyenangkan, dengan meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab siswa baik secara individual maupun secara kelompok. Sejalan dengan hal tersebut lebih lanjut E. Mulyasa (2007 : 86) mengemukakan bahwa secara umum guru diharapkan menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya, antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan dan mensponsori pelaksanaan proyek. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan alternative tindakan untuk memecahkan masalah yang diterapkan dalam upaya meningkatkan keefektifan pembelajaran sekaligus peningkatan prestasi belajar.
Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan istilah Problem Based Learning (PBL), pada awalnya dirancang untuk program gradate bidang kesehatan oleh Barrows yang kemudian diadaptasi untuk program akademik kependidikan oleh Stepein Gallager. Problem Based Learning ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang mana pembelajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan belajar yang dirancang oleh fasilitator pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan dan Problem Based Learning (PBL) sebagai suatu pendekatan yang dipandang dapat memenuhi keperluan ini, yaitu pembelajar dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, dan guru hanya berperan memfasilitasi terjadinya proses belajar, memotivasi siswa dan memonitor proses pemecahan masalah.
Penelitian ini akan membuktikan pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dan Ekspositori terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari motivasi siswa. Pertimbangan mengangkat model pembelajaran ini adalah bahwa 1) Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang secara teoritis mampu mengembangkan berbagai aspek kompetensi siswa guna meningkatkan prestasi belajarnya, namun model ini belum diterapkan secara konsisten oleh sebagian besar guru PKn SMA di Kecamatan X. Sedangkan Ekspositori merupakan model konvensional yang sudah mendarah daging dalam pembelajaran guru-guru PKn namun demikian implementasinya juga belum memenuhi standar ekspositori. Penelitian ini mengeksperimenkan model pembelajaran tersebut sehingga diperoleh kesimpulan efek masing-masing model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa, yang pada akhirnya memberi referensi kepada guru PKn dalam mendesain pembelajaran

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : 
1. Prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan belum sebagaimana tertuang dalam standar kompetensi ketuntasan minimal (KKM), disamping prestasi belajarnya rendah juga belum seimbang cakupan isi aspek-aspek Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Masih banyak guru-guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional, memberi konsep-konsep abstrak dengan ceramah sehingga kurang mendukung partisipasi peserta didik dalam pembelajaran.
3. Sebagian guru Pendidikan Kewarganegaraan telah menerapkan inovasi pembelajaran dengan variasi model pembelajaran namun karena keterbatasan referensi model pembelajaran para pendidik, sehingga kurang mampu mengimplementasikan model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan. 
4. Prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern meliputi tingkat intelegensi, emosi, bakat, minat, dan motivasi. Sedang faktor ekstern meliputi sarana, lingkungan dan gaya mengajar guru. Dan masih banyak guru yang kurang memperhatikan motivasi siswa sehingga kurang tepat dalam menerapkan model pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan kemampuan yang ada pada peneliti, dan agar penelitian ini lebih mendalam, maka dalam penelitian ini permasalahan pokok yang akan diteliti adalah sejumlah variabel yang berdasarkan beberapa kajian pustaka memiliki relevansi dan diduga mempunyai hubungan dengan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), adalah sebagai berikut : 
1. Pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning dan Ekspositori yang diterapkan pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMA kelas XI pada kompetensi dasar Menganalisis Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional.
2. Motivasi siswa dalam penelitian ini berdasar dokumen hasil angket yang diselenggarakan oleh sekolah yang diteliti. Dalam penelitian ini kategori tingkatan motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu tingkat motivasi tinggi dan kelompok tingkat motivasi rendah.
3. Prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan dalam penelitian ini dibatasi pada hasil belajar siswa yang dicapai melalui proses pembelajaran. Dalam hal ini berdasarkan hasil penilaian kelas atau kompetensi dasar "Menganalisis Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional" siswa kelas XI.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan permasalahan yang dilakukan diatas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 
1. Apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran Ekspositori terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan ?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara tingkat motivasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar pendidikan Kewarganegaraan ? 
3. Apakah ada interaksi pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dan tingkat motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan ?

E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang diajukan di atas tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 
1. Mengetahui signifikansi perbedaan pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Ekspositori (PE) terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengetahui signifikansi perbedaan pengaruh tingkat motivasi tinggi dan tingkat motivasi rendah terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Mengetahui signifikansi interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan motivasi siswa terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 
1. Dari segi praktis
a. Bagi Kepala Sekolah untuk mengambil kebijakan yang dimiliki untuk mendukung setiap upaya kondusif dalam menumbuhkan sikap profesional guru dalam proses pembelajaran.
b. Bagi sekolah dapat dijadikan masukan guna menyelenggarakan proses pembelajaran secara efektif, aktif, kreatif dan menyenangkan.
c. Bagi guru; (1) memperbaiki kinerja dalam melaksanakan tugasnya, (2) melaksanakan struktur pembelajaran yang lengkap, (3) dapat digunakan sebagai salah satu upaya meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (4) memperhatikan dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang sesuai dan dapat menciptakan belajar yang aktif (5) memperhatikan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik dan tidak multi-tafsir.
2. Dari segi teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu pengetahuan guna mendukung teori-teori yang telah ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. 
c. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain yang relevan.

SKRIPSI PTK IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA KONSEP OPTIK GEOMETRI

SKRIPSI PTK IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA KONSEP OPTIK GEOMETRI

(KODE : PTK-0161) : SKRIPSI PTK IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA KONSEP OPTIK GEOMETRI (FISIKA KELAS X)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Riyanto belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Dengan adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang melalui proses belajar tersebut maka akan menghasilkan sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Proses pembelajaran yang sesungguhnya ialah kegiatan belajar peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Belajar bukan hanya menghapal dan bukan pula mengingat. Proses pembelajaran di kelas yang optimal dapat menghasilkan hasil belajar yang optimal pula. Peningkatan hasil belajar peserta didik selalu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya ialah metode mengajar. Seorang guru dituntut untuk pintar dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru sebagai seorang pengajar kadang-kadang salah dalam menerapkan metode apa yang seharusnya digunakan dalam proses pembelajaran.
Kesalahan dalam menerapkan metode mengajar dapat menimbulkan ketidakefektifan dalam belajar, perolehan hasil belajar yang tidak optimal, kejenuhan dalam belajar, dan hal-hal lain yang dapat menghambat proses pembelajaran. Berdasarkan hal inilah seorang guru atau pengajar harus mampu memberikan motivasi yang besar pada peserta didik agar mereka dapat menerima materi yang diberikan dengan rasa senang. Pemilihan metode dalam pembelajaran hendaknya dapat melibatkan peserta didik secara aktif, baik secara fisik, intelektual dan emosionalnya dalam belajar, apalagi dalam pembelajaran fisika yang menuntut peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan di sekolah SMAN X khususnya di kelas X-D, diperoleh hasil pertama, sebanyak 62,07% peserta didik di kelas X-D tidak menyukai mata pelajaran fisika. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peserta didik menganggap bahwa materi pelajaran fisika sulit, inilah yang menyebabkan nilai fisika peserta didik di kelas X-D sangat rendah dibandingkan dengan kelas-kelas yang lain. Terutama pada konsep optik geometri. Kedua, konsep fisika yang dianggap sulit oleh peserta didik di kelas X-D adalah konsep optik geometri. Hal ini dapat dimaklumi karena konsep optik geometri bersifat matematis, sehingga untuk memahaminya diperlukan kemampuan matematika yang cukup tinggi.
Ketiga, setelah ditelaah ternyata konsep optik geometri bersifat kontekstual, karena banyak berkaitan atau ditemui peserta didik dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini mengisyaratkan bahwa kegiatan pembelajaran pada konsep optik geometri lebih baik menggunakan model atau pendekatan yang bersifat kontekstual. Keempat, metode pembelajaran yang sering digunakan oleh guru untuk mengajar fisika adalah ceramah, diskusi, eksperimen dan pemecahan masalah. Dari keempat metode yang sering digunakan di kelas X-D diatas metode ceramah lebih dominan dibandingkan metode diskusi, eksperimen, dan pemecahan masalah yang hanya sesekali diterapkan. Kelima, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan belum sepenuhnya melibatkan peserta didik secara aktif, sehingga tidak semua peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul di dalam proses belajar mengajar. Untuk itu seorang guru harus mampu menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik untuk mencari pengetahuannya sendiri.
Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam yang di dalamnya dipelajari tentang perilaku dan struktur benda secara fisis. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Tujuan dari mempelajari fisika adalah untuk mengetahui keteraturan alam berdasarkan pengamatan manusia melalui proses ilmiah. Namun di sisi lain peserta didik beranggapan bahwa fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang paling ditakuti. Padahal, mata pelajaran fisika itu sebenarnya menarik dan dekat dengan kehidupan. Oleh sebab itu perlu penerapan metode, strategi dan model yang bervariasi dalam pembelajaran fisika, sehingga peserta didik tidak menganggap fisika adalah sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan sesuatu yang menarik untuk dipelajari.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan belum sepenuhnya melibatkan peserta didik secara aktif, sehingga tidak semua peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya kritis dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul di dalam proses belajar mengajar. Salah satu materi pelajaran fisika yang menghubungkan antara konsep dengan kejadian-kejadian nyata di lingkungan peserta didik adalah konsep optik geometri karena di dalamnya berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari para peserta didik. Selama ini peserta didik selalu kesulitan terutama dalam hal membedakan sifat bayangan maya dan nyata yang terbentuk khususnya pada cermin dan lensa. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya mereka menghafalkan setiap pembentukan bayangan, padahal pembelajaran yang diinginkan tidak seperti itu. Peserta didik diharapkan mampu memahami sifat bayangan maya dan nyata pada cermin dan lensa. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan lebih baik jika peserta didik melihat langsung proses pembentukan bayangan tersebut, melalui percobaan laboratorium sehingga mereka dapat membedakan kedua sifat bayangan tersebut tanpa harus menghafal tetapi peserta didik harus memahami dengan benar sesuai dengan apa yang mereka lihat ketika melakukan percobaan.
Artinya pembelajaran fisika pada konsep optik geometri membutuhkan pemahaman tingkat tinggi, bukan hanya bersifat matematis. Konsep optik geometri merupakan konsep yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu model yang mendorong peserta didik untuk memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan berusaha untuk memecahkan masalahnya adalah model problem based learning. Model problem based learning dapat melatih peserta didik untuk mengorganisasikan pengetahuan dan kemampuan peserta didik, karena menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Pemecahan masalah akan mengembangkan motivasi, ketekunan, dan kepercayaan diri peserta didik. Model pembelajaran ini menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan mendiskusikannya untuk menyelesaikan masalah.
Pada model problem based learning pembelajaran dimulai setelah peserta didik dikonfrontasi dengan struktur masalah yang rill. Semua informasi akan mereka kumpulkan melalui penelaahan materi, praktikum ataupun melalui diskusi dengan teman sebaya, untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Pembelajaran berdasarkan masalah dimaksudkan untuk meningkatkan hasil belajar fisika dan dapat memotivasi peserta didik, karena melalui belajar berdasarkan masalah, peserta didik belajar bagaimana menggunakan sebuah proses literatif untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi dan secara kolaborasi menyelaraskan hipotesisnya berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan.
Berdasarkan uraian di atas, penggunaan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik mempunyai peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar fisika. Dipilihnya model problem based learning dalam penelitian ini karena model pembelajaran ini pada dasarnya lebih mendorong peserta didik untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : "IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED-LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA KONSEP OPTIK GEOMETRI".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut : 
1. Terdapat kesulitan peserta didik dalam memahami konsep Optik Geometri berdasarkan hasil observasi awal.
2. Belum ada model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada konsep optik geometri.
3. Terdapat faktor-faktor kesulitan yang dihadapi peserta didik ketika mempelajari konsep Optik Geometri.

C. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan masalah yang diteliti, maka masalah yang akan diteliti dibatasi pada penerapan model problem based learning dalam meningkatkan hasil belajar fisika pada konsep optik geometri. Ada pun masalah yang akan dibatasi pada : 
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model problem based learning menurut Arends yang terdiri dari 5 tahapan pembelajaran.
2. Hasil belajar yang diteliti merupakan hasil belajar peserta didik pada ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl yang mencakup aspek Cl, C2, C3, C4 dan C5.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : "Apakah penerapan Model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar fisika pada konsep optik geometri ?".
Pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 
1. Bagaimana hasil belajar fisika peserta didik setelah penerapan model problem based-learning ?
2. Apakah model problem based-learning merupakan pembelajaran yang efektif diterapkan pada konsep optik geometri ?

E. Tujuan Hasil Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 
1. Seberapa besar peningkatan hasil belajar fisika pada konsep optik geometri.
2. Keefektifan penerapan model problem based-learning dalam pembelajaran fisika pada konsep optik geometri.

F. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peserta didik, guru, dan peneliti. Adapun manfaat dari penelitian ini secara : 
1. Peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat mengatasi kesulitan peserta didik dalam mempelajari konsep fisika.
2. Guru, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif pilihan untuk menggunakan model pembelajaran yang lebih efektif dalam pembelajaran fisika.
3. Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam bidang penelitian pendidikan dan model-model pembelajaran yang akan menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah menyelesaikan studinya.