Search This Blog

SKRIPSI PEMBELAJARAN BERBASIS PAKEM PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0028) : SKRIPSI PEMBELAJARAN BERBASIS PAKEM PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IV

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya yang diusahakan oleh manusia untuk mengembangkan potensi diri agar menjadi manusia yang lebih berkualitas. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dilakukan secara berkesinambungan dalam rangka membina dan mengembangkan potensi manusia agar dapat memenuhi tantangan di masa depan. Masyarakat menganggap pendidikan mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak serta dalam mengubah mutu kehidupan manusia dan bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 bab I pasal 1 angka 1 tentang sistem pendidikan nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk mengolah, mengembangkan, serta memunculkan potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap individu agar mereka menjadi individu yang berilmu, bermanfaat, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sesuai yang tertuang pada bab II pasal 3 undang-undang pendidikan, bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, tujuan pendidikan di sekolah dasar meliputi, (1). membina peserta didik agar menjadi individu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2). membantu peserta didik mengembangkan, mengolah serta memunculkan potensinya, (3). membina agar menjadi individu yang berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
Tujuan pendidikan dapat dicapai melalui kurikulum. Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan . Kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dalam KTSP terdapat beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 37 Ayat 1 menyebutkan bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, salah satunya wajib memuat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dalam kurikulum 2006, mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Kawuryan (2010 : 5) menyatakan bahwa, misi utama pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan untuk belajar menerima realitas sosial, dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, serta ketrampilan untuk membantu mengasah pencerahan manusia.
Mengacu pada pasal tersebut, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial wajib diberikan pada peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah. Melalui mata pelajaran IPS, diharapkan peserta didik dapat menjadi generasi yang demokratis, bertanggung jawab serta berkualitas baik. Generasi yang berkualitas dapat diperoleh melalui proses pembelajaran yang baik, yaitu proses pembelajaran yang melibatkan serta memaksimalkan semua subjek dan objek di sekitarnya menjadi bagian yang ikut berperan aktif yang dapat membentuk keteladanan peserta didik dengan baik, memunculkan minat belajar, mengembangkan kreativitas peserta didik, dan dapat mewujudkan tujuan dalam pembelajaran. 
Hal tersebut sesuai dengan PP. No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan bab IV pasal 19 angka 1 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan PP tersebut, proses pembelajaran pada satuan pendidikan seharusnya diselenggarakan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan bagi peserta didik yang disingkat dengan PAKEM.
Menurut Asmani (2014 : 61) PAKEM merupakan strategi pembelajaran untuk mengembangkan ketrampilan dan pemahaman siswa, dengan penekanan pada belajar sambil bekerja (learning by doing). Dalam PAKEM, aktor utamanya adalah guru dan siswa, keduanya ada dalam interaksi yang dinamis dan kontekstual. Oleh karena itu, guru perlu mewujudkan situasi pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, memicu kreatifitas siswa, serta berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga pembelajaran menjadi efektif. 
Demikian juga dalam mata pelajaran IPS yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib di pendidikan tingkat dasar dengan cakupan materi cukup luas. Pembelajaran IPS menjadi tidak berbasis PAKEM apabila hanya berorientasi pada pemberian materi saja pada siswa. Untuk itu, guru perlu mendesain pembelajaran dengan kreatif, yaitu dengan kegiatan pembelajaran yang beraneka ragam, sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran dan guru aktif mengontrol kegiatan tersebut supaya tetap kondusif, sehingga pembelajaran dapat efektif, dan peserta didik akan merasa senang ketika belajar IPS.
Fakta yang terjadi selama ini, pembelajaran di Indonesia masih banyak yang belum sesuai dengan amanat undang-undang pendidikan. Hal tersebut berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah juga ditunjukkan oleh data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP) (Kompas.com 25/06/2015). Mendikbud menjelaskan bahwa 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Hal tersebut berdasarkan pada pemetaan Kemendikbud terhadap 40.000 sekolah pada tahun 2012, diketahui bahwa isi, proses, fasilitas, dan pengelolaan sebagian besar sekolah saat ini masih belum sesuai standar pendidikan seperti yang diamanatkan undang-undang (Kompas.com 02/12/2014 dikutip dari http://Indonesiasatu.kompas.com./read/2014/12/02/18365971/Berita.Buruk.Pendidikan.Indonesia diakses pada tanggal 17 Februari 2016 pukul 13 : 05 WIB). Hal tersebut menunjukkan bahwa, proses pendidikan di Indonesia masih kurang baik. Mengacu pada teori dan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, maka proses pendidikan haruslah berlangsung secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Apabila PAKEM dilaksanakan secara sempurna dalam proses pembelajaran sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang, maka kemungkinan besar hasil dari pembelajaran tersebut akan lebih memuaskan sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan dalam pembelajaran, tak terkecuali dalam mata pelajaran IPS.
Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan saat pembelajaran IPS di kelas IV SD Gugus Gatotkaca Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang, sebagian besar guru telah mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan metode yang bervariasi, selain itu terdapat pula hasil karya siswa yang dipajang di dalam kelas dan terdapat pojok baca, sehingga kelas terlihat lebih menarik. Pembelajaran terlihat menyenangkan, karena siswa tidak hanya diam memperhatikan penjelasan guru tetapi aktif melakukan berbagai kegiatan dalam pembelajaran. Hal ini menimbulkan keinginan bagi peneliti untuk meneliti tentang pembelajaran berbasis PAKEM pada mata pelajaran IPS kelas IV SD/
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian deskriptif dengan judul "PEMBELAJARAN BERBASIS PAKEM PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IV SD".

SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN METODE BRAINSTORMING DENGAN SIMULASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V TEMA EKOSISTEM

(KODE : PENDPGSD-0027) : SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN METODE BRAINSTORMING DENGAN SIMULASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA TEMA EKOSISTEM (KELAS V)

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi, mempengaruhi banyaknya penyimpangan yang sering dilakukan oleh anak-anak atau para remaja maka dari itu penerapan nilai sikap sejak dini sangatlah penting salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai moral sehingga mampu membentuk pribadi yang memiliki karakter yang baik. Melalui pendidikan, siswa diharapkan memiliki kepribadian yang bertaqwa kepada Tuhan, kreatif, dan mandiri. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menghidupkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan menerapkan kurikulum yang mengarahkan siswa untuk menguasai kompetensi. Kompetensi tersebut dikembangkan dalam kurikulum yang diterapkan saat ini yaitu kurikulum 2013.
Menurut Prastowo (2013 : 219), di dalam kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi tertentu yang harus dicapai, adapun kompetensi yang dimaksud adalah sikap spiritual (KI-1), sikap sosial (KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4). Kaitannya dengan pembentukan warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis dan penting, yaitu dalam membentuk siswa maupun sikap dalam berperilaku keseharian, sehingga diharapkan setiap individu mampu menjadi pribadi yang baik. Melalui pembelajaran tematik siswa dapat mengkaji Pendidikan Kewarganegaraan dalam forum yang dinamis dan interaktif yang dipadukan dengan berbagai mata
pelajaran lainnya. Jika memperhatikan tujuan pendidikan nasional di atas, pembangunan dalam dunia pendidikan perlu diusahakan peningkatannya. Proses pembelajaran diperlukan adanya hubungan timbal balik antara gum dan siswa sehingga terjalin komunikasi banyak arah yang terjadi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan masyarakat sehingga menjadikan pembelajaran dapat terarah pada pencapaian kompetensi. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain : siswa, lingkungan, kurikulum, guru, metode dan media mengajar dengan tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Penerapan kurikulum 2013 mengacu pada model pembelajaran tematik. Menurut Prastowo (2013 : 117), pada dasarnya pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberi pengalaman bermakna. Proses pembelajaran kurikulum 2013 yang menggunakan model pembelajaran tematik mengacu pada pendekatan Scientific. Menurut Kemendikbud (2013 : 209), pendekatan Scientific dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan mengolah informasi dan menyimpulkan atau mengkomunikasikan. 
Kondisi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 diharapkan dapat mengarahkan siswa untuk mampu merumuskan masalah dan melatih kemampuan berpikir analitis sehingga akan terwujud kondisi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar dengan memaknai apa yang dipelajarinya. Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan "insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diintegrasikan" (Kemendikbud, 2013). Tujuan perubahan kurikulum 2013 adalah untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa aktif.
Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, menuntut kemampuan guru dalam mengembangkan metode pembelajaran yang dapat menunjang dan mendorong siswa untuk berpikir kritis. Penggunaan metode yang tepat dalam pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013 sangatlah berperan penting dalam menentukan efektifitas pembelajaran. Guru SD dalam setiap pembelajaran perlu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk memahami mated yang diajarkan khususnya pada kurikulum 2013. Proses pembelajaran pun tidak harus berasal dari guru menuju siswa, ada banyak penelitian yang menemukan bahwa pembelajaran tutor sejawat ternyata lebih efektif karena sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan teman lainnya dalam mengerjakan tugas-tugas dengan kata lain pembelajaran ini dapat digolongkan dalam pembelajaran kooperatif dan dalam hal ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Abdul Madjid (2011 : 135) "metode merupakan proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan".
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2012 : 3) Metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar-mengajar. Teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikal, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Semakin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian tujuan dan peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Menurut Lie dalam Kusumawardani (2002 : 85) pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang berorientasi pada belajar bersama dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan suatu permasalahan secara bersama-sama. Berdasarkan uraian diatas dalam pembelajaran ini diharapkan siswa mampu bekerjasama mendiskusikan untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Trianto dalam Kusumawardani (2007 : 49) macam-macam pembelajaran kooperatif antara lain : kepala bernomor (NHT), bertukar pasangan (Make a Match), Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Team Game Tournament (TGT), dan Sumbang Saran (Brainstorming).
Menurut Roestiyah (2008 : 74) penerapan metode brainstorming sebagai suatu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat. Metode Brainstorming dapat menguntungkan dalam pembelajaran, agar pembelajaran lebih efektif dan berhasil metode brainstorming dapat digabungkan dengan metode lainnya. Penelitian ini menggunakan metode Brainstorming yang dipadukan melalui simulasi agar mendapatkan hasil pembelajaran yang lebih maksimal. Penggunaan metode Brainstorming dengan simulasi ini masih belum pernah digunakan dalam proses pembelajaran di SD X sehingga penerapan metode Brainstorming dengan simulasi ini diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam proses pembelajarannya siswa dapat aktif mengemukakan pendapat yang membangun pengetahuannya. Penggunaan metode ini siswa akan merasa senang karena dapat belajar berpendapat sambil berdiskusi, bermain dan berkompetisi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tanggal 13 Desember 2014 di SD X (Lampiran C), dapat dikemukakan bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran masih kurang bervariasi atau bersifat konvensional. Pedoman dalam kurikulum 2013 mengharuskan guru lebih kreatif dalam memilih metode agar mampu mengemas pembelajaran sehingga lebih menarik. Informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari guru kelas V di SD X baik kelas V-A maupun V-B melalui data nilai Ujian Tengah Semester pada Tema 1 sampai Tema 4 semester 1 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk semua mata pelajaran dan akan dikatakan tuntas apabila telah mencapai skor > 75 dari nilai maksimal 100. Jumlah siswa kelas V-A yaitu 47 orang dan jumlah siswa kelas V-B yaitu 48 orang diperoleh dari data masing-masing kelas, untuk kelas V-A dari 47 siswa hanya 22 orang atau hanya 46,80% yang mendapatkan nilai > 75, sedangkan 25 orang atau 53,19% siswa lainnya mendapatkan nilai < 75. 
Begitu juga pada kelas V-B yaitu dari 48 siswa hanya 22 orang atau 45,83% yang mendapatkan nilai > 75, sedangkan 26 orang atau 54,16% siswa lainnya mendapatkan nilai < 75 (lampiran B). Salah satu penyebab kurangnya nilai ketuntasan pada hasil belajar tersebut adalah karena proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang mampu memadukan pendekatan saintifik dengan metode yang tepat. Permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran tematik diantaranya, kegiatan pembelajaran belum memberikan proses belajar bermakna bagi siswa, sehingga dalam membangun pengetahuan, siswa belum secara optimal mengembangkan kemampuan berpikirnya. 
Guru mendominasi proses pembelajaran, sehingga menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan mayoritas siswa cenderung pasif dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa enggan bertanya dan mengemukakan pendapat, karena guru belum melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Hal ini juga berdampak pada rendahnya minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran kurikulum 2013 memang menggunakan pendekatan saintifik, akan tetapi pada tema pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran guru dapat memadukan metode lainnya salah satunya metode brainstorming dengan simulasi karena metode ini cocok dipadukan dengan pendekatan saintifik yang mengharuskan siswa untuk berfikir kritis dan memusatkan proses pembelajaran pada siswa. Berdasarkan paparan diatas maka sangat memungkinkan metode brainstorming dengan simulasi untuk diterapkan dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran tematik di sekolah dasar dan diharapkan pada penelitian ini dapat menggali hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian eksperimental yang berjudul "PENGARUH PENERAPAN METODE BRAINSTORMING DENGAN SIMULASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V TEMA EKOSISTEM".

SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA MENGENAL PAHLAWAN BANGSAKU

(KODE : PENDPGSD-0026) : SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA MENGENAL PAHLAWAN BANGSAKU

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dan kemajuan sebuah negara adalah kedua hal yang memiliki keterkaitan cukup , sebab bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu mengandalkan sumber daya manusia di bangsanya, oleh karena itu pendidikan merupakan kunci yang harus disiapkan (Boediono dalam Rachman, 2010). Kurikulum dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan serta menjadi pedoman pelaksanaan pembelajaran bagi semua jenjang pendidikan. Kurikulum di Indonesia disesuaikan dengan falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila serta UUD 1945 karena sistem kurikulum yang diterapkan sebuah negara turut menentukan tujuan serta pola hidup suatu bangsa. Kurikulum menjadi "pilihan" bagi sebuah negara, sifatnya dinamis sebab harus selalu mengikuti arus perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, tingkat kecerdasan peserta didik, budaya, sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum di Indonesia juga disesuaikan dengan nilai-nilai luhur bangsa, maka kurikulum diterapkan di jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi baik formal maupun informal (Arifin, 2011 : 1-2). Peningkatkan mutu pendidikan di sebuah negara perlu adanya evaluasi serta direncanakan untuk mengetahui akan dibawa kemana arah pendidikan kita, maka sebuah negara seharusnya bersiap-siap dengan pola kurikulum yang sangat mungkin berubah.
Hidayat (2013 : 1-2) mengatakan perubahan kurikulum merupakan konsekuensi terjadinya perubahan dalam sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan IPTEK suatu bangsa. Jika kurikulum tidak berubah sesuai dengan perkembangan jaman maka yang terjadi, kurikulum yang dimiliki pada bangsa itu bersifat pasif, karena tidak fleksibel berdasarkan situasi dan kondisi yang ada. Pada dasarnya, semua kurikulum yang digunakan pada masing jenjang pendidikan adalah sama, sebab mengacu pada pedoman yang sama pula. Tetapi perbedaannya hanya terletak dalam hal penekanan pada tujuan pendidikan dan pendekatan yang digunakan untuk menerapkan kurikulum.
Implementasi setiap kurikulum tentu masih banyak kekurangan dan masalah-masalah. Pemerintah mengganti kurikulum dengan berbagai macam penyempurnaan dalam jangka waktu yang tidak tentu. Hal itu demi memenuhi sifat kurikulum yang dinamis sehingga tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum sejalan dengan perkembangan zaman, IPTEK, sosial budaya, dan ekonomi di negara. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang akan diterapkan oleh pemerintah Indonesia dimulai tahun 2013 melalui uji coba secara bertahap di sekolah-sekolah pilihan.
Dakir (2004 : 2-3) menjelaskan kurikulum berasal dari bahasa Latin currere yang berarti lapangan perlombaan lari. Batas start dan finish-nya perlombaan sudah ditentukan dalam sebuah lapangan perlombaan lari, apabila diartikan sesuai dengan konteks pendidikan, kurikulum merupakan sebuah bahan untuk belajar yang telah ditentukan secara pasti bagaimana pelaksanaannya, kapan dimulai dan kapan diakhiri. Kurikulum merupakan sebuah program pendidikan yang dirancang dan direncanakan serta berisi berbagai macam bahan ajar dan pengalaman belajar yang dibuat secara sistemik berdasarkan dengan norma yang berlaku sehingga dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran Kurikulum menjadi penting bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional karena sifatnya yang berhubungan langsung dengan pengajaran demi kemajuan bangsa.
Bahan ajar adalah salah satu bagian terpenting dalam kurikulum, salah satu contoh dari bahan ajar tersebut adalah buku ajar. Buku ajar menurut Sitepu (2012 : 20) mengandung berbagai informasi tentang perasaan, pikiran, gagasan, atau pengetahuan pengarangnya untuk disampaikan kepada orang lain menggunakan berbagai simbol visual, dalam bentuk huruf, gambar, bahkan bentuk lainnya. Buku ajar berisikan bahan belajar yang membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya sesuai tahapan pencapaian tujuan pendidikan institusional dan pendidikan nasional. Penulis bahan ajar hendaknya mengutamakan kesesuaian isi bahan ajar yang akan ditulis dengan kemampuan pengguna bahan tersebut. Bagi seorang guru sekolah dasar khususnya, bahan ajar menjadi sebuah kebutuhan yang penting untuk membantu proses pembelajaran. Guru akan mengikuti setiap alur pembelajaran dari halaman per halaman (Dakir, 2004 : 13-15).
Bahan ajar digunakan guru sebagai fasilitas belajar bagi siswa. Sebaiknya guru menyusun sendiri bahan ajarnya, karena gurulah yang mengetahui keadaan dan kebutuhan siswanya. Guru dapat memanfaatkan media cetak atau media publik untuk peroleh informasi sehingga dapat menyusun bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan jaman. Selain itu guru dapat belajar dari pengalaman sebelumnya selama mengajar karena evaluasi materi yang telah digunakan sebelumnya juga turut menentukan kelayakan bahan ajar tersebut untuk digunakan bagi siswa (Cunningsworth, 1995 : 7-8). Pentingnya penggunaan bahan ajar dikatakan pula oleh Trianto (2010 : 122) bahwa bahan ajar diperlukan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran tematik, bahan ajar hendaknya lebih lengkap dan komprehensif khususnya bahan ajar yang dipergunakan dalam pembelajaran tematik yang memadukan berbagai disiplin ilmu.
Berdasarkan hasil wawancara, Bapak Subagyo guru kelas IV yang merupakan SD percontohan Kurikulum 2013, mengungkapkan bahwa pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah belum maksimal, artinya masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh minimnya informasi mengenai implementasi Kurikulum 2013. Guru memahami mengenai Kurikulum 2013 sebatas cakupan tiga kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap, sedangkan mengenai pendekatan tematik integratif dan pendekatan sains, guru menyatakan bahwa pendekatan sains adalah pembelajaran menggunakan indera siswa, sedangkan pendekatan tematik yaitu yang sama digunakan pada pembelajaran di kelas rendah.
Pemerintah pusat telah menyiapkan bahan ajar berdasarkan tema dalam satu tahun, namun guru menyatakan masih kesulitan karena materi pada buku ajar (buku siswa dan buku guru) kurang sesuai dengan kearifan lokal sekolah setempat. Guru harus kreatif untuk mengkaitkan pembelajaran dengan budaya lokal sekaligus menanamkan pendidikan karakter bagi peserta didik. Mengenai penilaian otentik, guru menjawab belum memahami dengan pasti teknik penilaian yang digunakan seperti apa, sebab belum ada pedoman penilaian yang sesuai. Pengawas setempat mengatakan bahwa penilaian Kurikulum 2013 sama dengan penilaian pada pembelajaran tematik di kelas rendah, artinya guru belum memahami penilaian otentik yang tepat.
Guru menyatakan bahwa masih perlu adanya revisi terhadap bahan ajar yang telah disediakan agar tepat sasaran dan sesuai kebutuhan siswa. Guru juga mengatakan bahwa belum ada keinginan untuk menciptakan bahan ajar baru pada saat ini karena memang belum ada waktu untuk itu, tetapi guru sudah berusaha mencari referensi lain yang dapat digunakan untuk belajar siswa selain buku ajar dari pemerintah pusat. Guru mengharapkan adanya bahan ajar lain yang dapat memenuhi kebutuhan siswa dan mempermudah guru dalam membimbing siswa, misalnya kegiatan dasarnya jelas menggunakan pendekatan tematik integratif dan pendekatan saintifik, lalu pendidikan karakter yang sesuai budaya lokal siswa, serta penilaian otentik yang digunakan guru dalam menilai siswa.
Berdasarkan beberapa masalah yang telah diungkapkan, peneliti menyimpulkan bahwa bahan ajar merupakan salah satu bagian penting dari kurikulum untuk membantu tercapainya tujuan pendidikan khususnya pada penerapan Kurikulum 2013, bahkan berdasarkan wawancara, ketersediaan bahan ajar Kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh pemerintah pusat masih belum memenuhi kebutuhan siswa, contohnya terkait budaya lokal yang kurang tercermin dalam bahan ajar. Guru juga menjelaskan bahan ajar dari pemerintah belum menampilkan pendidikan karakter dalam kegiatan belajarnya, sehingga dengan pengetahuan yang masih terbatas guru harus mampu mengkaitkan sendiri pengetahuan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran dengan budaya lokal setempat. Namun bukan hanya budaya lokal, ciri-ciri bahan ajar dalam Kurikulum 2013 yang paling tidak mencakup pendekatan tematik integratif, pendekatan saintifik, pendidikan karakter berbasis budaya lokal, serta penilaian otentik perlu diperjelas kembali, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA MENGENAL PAHLAWAN BANGSAKU” dalam taraf percobaan dan perlu untuk disempurnakan.

SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA HEWAN DAN TUMBUHAN DI LINGKUNGAN RUMAHKU

(KODE : PENDPGSD-0025) : SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA HEWAN DAN TUMBUHAN DI LINGKUNGAN RUMAHKU 

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis sehingga mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan peserta didik. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 (dalam Permendikbud No. 54, 2013 : 1) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum menjadi acuan berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Kurikulum dikembangkan ke arah yang dapat menimbulkan nilai luhur dan kemudian dapat diaplikasikan oleh peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat. 
Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Pada tahun pelajaran 2013/2014, kurikulum di Indonesia telah berganti menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kurikulum 2013 menuntut siswa lebih kreatif dan inovatif sama halnya dengan KTSP. Perbedaan yang dapat dilihat adalah di dalam kurikulum 2013 semua mata pelajaran diintegrasikan ke dalam satu tema tertentu sedangkan dalam KTSP tiap mata pelajaran berdiri sendiri tanpa terintegrasi dengan mata pelajaran lain. 
Menurut Permendikbud (2013 : 3) kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik seperti mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Selain itu sekolah dapat memanfaatkan masyarakat sekitar untuk memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik. Kurikulum 2013 memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi kurikulum 2013 dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas yang dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
Perubahan kurikulum tentunya juga memerlukan perubahan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum tersebut. Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan aspek-aspek seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bahan ajar merupakan salah satu sarana terpenting dalam melaksanakan kurikulum. Bahan ajar yang dikembangkan dapat memberikan pengalaman belajar yang menarik dan mudah untuk diterima oleh peserta didik.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilaksanakan di sekolah yang sudah mengimplementasikan kurikulum 2013 masih ada kekurangan pada kurikulum 2013. Terutama pada bahan ajar yang digunakan oleh guru yang mengimplementasikan kurikulum 2013. Adapun kekurangan dari kurikulum 2013 yang diutarakan oleh guru kelas IV antara lain pemahaman tentang kurikulum 2013 yang belum menyeluruh dikarenakan singkatnya waktu saat diklat mengenai kurikulum 2013. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran belum maksimal karena kurang menunjangnya media pembelajaran. Menurut beliau penilaian juga menjadi kendala dalam menentukan nilai peserta didik dikarenakan masih terdapat indikator yang belum dicantumkan. Selain itu juga kurangnya buku pegangan atau bahan ajar. Menurut beliau bahan ajar yang terdapat dalam kurikulum 2013 masih kurang mendalami pada karakter yang akan dicapai oleh peserta didik. Pengembangan karakter peserta didik dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan karakter yang terdapat dalam budaya lokal setempat. Lingkungan dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa sehingga anak lebih paham dengan materi yang diajarkan oleh guru. Bahan ajar kiranya dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti merasa perlu mengembangkan bahan ajar untuk kurikulum 2013. Bahan ajar yang dikembangkan adalah tema tiga pada subtema satu yaitu hewan dan tumbuhan di lingkungan rumahku dengan spesifikasi produk menggunakan pendekatan tematik integratif, pendekatan saintifik, dan karakter berbasis budaya lokal. Melalui pengembangan bahan ajar kurikulum 2013, peneliti berharap bahan ajar dapat berguna bagi siswa dan guru agar dapat membantu pelaksanaan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013.

SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA BAHAN-BAHAN MAKANAN (KELAS IV)

(KODE : PENDPGSD-0024) : SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA BAHAN-BAHAN MAKANAN (KELAS IV)

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk mencetak anak-anak bangsa lebih berkualitas dan bermartabat. Pendidikan yang baik saat ini adalah suatu sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang seimbang antara segi intelektual dengan segi moralitas (Suwija, 2012 : 67). Hal tersebut dibuktikan dengan fungsi pendidikan nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa "pendidikan nasional mempunyai fungi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa". Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap am pendidikan yang disusun pemerintah harus terpadu dan sistematis agar dapat membentuk atau membangun karakter yang baik dalam masyarakat.
Program pendidikan yang diadakan oleh pemerintah yaitu dengan mengadakan program kegiatan belajar mengajar di sekolah. Belajar merupakan salah suatu kegiatan sadar untuk memperoleh pengetahuan dan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang baik. Proses belajar mengajar dapat dikatakan berjalan dengan baik, pemerintah harus memerlukan suatu alat yaitu kurikulum. Kurikulum itu sendiri bersifat dinamis yang berarti kurikulum akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman, masyarakat yang terus berkembang serta kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi (Hamalik, 2007 : 4). Tujuan dengan adanya perubahan tersebut, diharapkan akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik lagi dan dapat menghadapi segala tantangan zaman.
Oleh sebab itu, pemerintah sedang mengupayakan perubahan Kurikulum dari Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013. Perubahan kurikulum ini diharapkan agar para guru mampu mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi dan mampu membangun karakter-karakter yang dimiliki oleh para siswa secara maksimal. Pembelajaran tematik integratif itu sendiri merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa kompetensi dan mata pelajaran ke dalam berbagai tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dalam satu kali pertemuan. (Mendikbud, 2013 : 197). 
Selain itu, semua kegiatan belajar mengajar siswa mengajar siswa menggunakan pendekatan sains. Aspek-aspek yang dilihat dari pendekatan sains dalam pembelajaran yaitu seperti mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, serta mencipta (Hidayat, 2013 : 21). Oleh sebab itu, agar semua aspek yang diharapkan dapat terlihat, maka pada kurikulum 2013 ini, pemerintah menggunakan penilaian otentik untuk menilai segala aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian otentik merupakan suatu bentuk penugasan yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi ilmu pengetahuan serta keterampilan (Nurgiyantoro, 2011 : 25). 
Penilaian tersebut juga didukung dengan pendapat Adisusilo (2012 : 98), bahwa "pembelajaran yang baik yaitu adanya penekanan pada usaha membantu siswa agar mampu mempelajari suatu hal, bukan ditekankan pada seberapa banyak informasi yang didapat pada akhir pembelajaran." Jadi guru tidak hanya menilai hasil penguasaan pengetahuan yang didapat siswa saja, melainkan guru menilai semua aktivitas proses belajar siswa dari awal sampai akhir pembelajaran. Penilaian juga melihat dari semua segi, baik itu dari segi penguasaan pengetahuan dan keterampilan, serta dapat diakumulasikan menjadi satu nilai pada lembar penilaian portofolio.
Pembelajaran yang dilaksanakan harus mengacu pada kurikulum, terutama bahan ajar yang akan digunakan untuk mengajar tidak melenceng dari tujuan kurikulum itu sendiri. Bahan ajar sangat berperan penting dalam proses belajar mengajar. Pemilihan maupun pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran dapat memotivasi siswa dengan menarik stimulus perhatian siswa, keterampilan kinerja serta pembentukan sikap dalam memahami materi pembelajaran (Trianto, 2012 : 88). 
Bahan ajar yang sudah ada juga harus mampu dikembangkan secara maksimal oleh guru, sehingga proses belajar mengajar diharapkan dapat berpusat pada siswa bukan malah berpusat pada guru. Namun bahan ajar yang sudah disediakan oleh pemerintah masih ada beberapa kekurangan. Sebaiknya di sini guru harus bisa mengembangkan bahan ajar yang sudah ada dengan menyesuaikan keadaan lingkungan sekolahan serta karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh para siswa yang diajar, sehingga semua kemampuan yang dimiliki siswa dapat berkembang secara maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas IV, saat peneliti bertanya tentang pertanyaan sejauh mana pemahaman Ibu terhadap Kurikulum 2013? Beliau menjawab, "Saya belum begitu paham dan mengerti Kurikulum 2013 karena masih terbilang baru dan bahan ajar yang tersedia masih dalam tahap proses penyelesaian" 
Rangkuman dari semua pertanyaan yang peneliti tanyakan dapat diambil kesimpulan bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam penerapan Kurikulum 2013, karena guru masih belum begitu paham dan Kurikulum 2013 masih terbilang baru. Hal tersebut juga didukung dengan masih terlalu sederhananya bahan ajar yang sudah dibuat oleh pemerintah. Bahan ajar yang tersedia dinilai masih terlalu sederhana, karena masih dalam tahap proses pematangan oleh pihak pemerintah.
Bahan ajar dikatakan terlalu sederhana, karena materi yang disajikan dalam bahan ajar belum berbobot dan masih terlalu ringkas. Materi yang terlalu ringkas ini, menimbulkan kesulitan guru dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar yang mengintegrasikan mata pelajaran yang satu dengan lainnya menjadi satu tema pembelajaran. Pendekatan sains dalam kegiatan belajar siswa dalam bahan ajar yang sudah ada juga masih belum begitu nampak, sehingga penilaian otentik yang nantinya untuk menilai kegiatan proses belajar siswa dari awal hingga akhir sulit diterapkan oleh guru.
Guru mengungkapkan juga bahwa pada Kurikulum 2013 ini, pemerintah mengharapkan guru agar mampu mengembangkan karakter pada setiap siswa sesuai dengan budaya lokal yang ada. Pendidikan karakter yang diharapkan pemerintahan dapat dikembangkan oleh guru juga mengalami hambatan. Bahan ajar yang sudah ada diharapkan dapat membantu pembelajaran pendidikan karakter berbasis budaya lokal, masih belum begitu membantu. Isi materi dari bahan ajar masih belum begitu nampak keterkaitannya dengan budaya lokal yang ada di lingkungan sekolah. Oleh sebab itu, mau tidak mau guru harus pandai mengembangkan kegiatan belajar mengajar seefektif mungkin, agar apa yang menjadi tujuan dari Kurikulum 2013 dapat tercapai semua. Hal ini juga harus didukung dengan adanya tambahan referensi bahan ajar lainnya yang mengacu Kurikulum 2013, karena bahan ajar yang sudah disediakan oleh pemerintah saat ini masih terlalu sederhana dan sedikit.
Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti akan mencoba memberi satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Peneliti akan mencoba membantu dengan mengembangkan sebuah produk berupa bahan ajar Kurikulum 2013 yang mengintegrasikan semua mata pelajaran menjadi satu tema pelajaran. Bahan ajar yang dikembangkan adalah subtema bahan-bahan makanan dengan spesifikasi produk menggunakan pendekatan tematik integratif, pendekatan saintifik, penilaian otentik, dan pendidikan karakter berbasis budaya lokal. Dengan begitu, bahan ajar kurikulum 2013 yang dikembangkan ini diharapkan dapat membantu para guru dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada Kurikulum 2013.

SKRIPSI PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE

(KODE : PENDPGSD-0023) : SKRIPSI PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia pendidikan erat hubungannya dengan kurikulum. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas) pasal 1 ayat (9), menyatakan bahwa "kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu". Di Indonesia, kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan, ini berarti setiap ada perubahan kurikulum juga diikuti dengan perubahan tujuan, isi dan bahan pelajaran, tidak terkecuali pada kurikulum 2013 sekarang ini. Perubahan atau pengembangan kurikulum menunjukkan bahwa sistem pendidikan itu dinamis (Hidayat, 2013 : 111). 
Pada awal pelajaran 2013/2014 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah berganti menjadi Kurikulum 2013. Pembelajaran Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran tematik, berbeda dengan pembelajaran KTSP yang pembelajarannya terpisah-pisah. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik (Rusman, 2011 : 254). Peserta didik mendapatkan pembelajaran yang bermakna melalui pembelajaran tematik, melalui pembelajaran tematik dapat dihasilkan standar kelulusan yang mencakup ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan seperti yang dipaparkan dalam kurikulum 2013.
Berbicara mengenai standar kelulusan kurikulum 2013, yang bisa menghasilkan standar kelulusan tersebut adalah para guru yang mengajar di sekolah. Namun pada kenyataannya, sebagian besar guru di sekolah dasar masih merasa kebingungan dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. 
Berdasarkan data analisis kebutuhan yang diperoleh dari keenam sekolah dasar menyatakan bahwa 2 kepala sekolah sudah mengikuti pelatihan Kurikulum 2013, 4 kepala sekolah belum mengikuti pelatihan Kurikulum 2013; semua guru pada keenam sekolah dasar belum mengikuti pelatihan kurikulum 2013; baik guru maupun kepala sekolah dari keenam sekolah juga belum memahami model pembelajaran berbasis multiple intelligence; data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa keenam sekolah dasar tersebut belum memiliki fasilitas pembelajaran seperti silabus, RPP, media, LKS, perangkat penilaian dan modul pembelajaran tematik berdasarkan Kurikulum 2013 berbasis multiple intelligence. Pembaharuan kurikulum ini berakibat pada terbatasnya fasilitas pembelajaran yang menunjang keberhasilan para peserta didik. Selain guru, perangkat belajar juga merupakan sesuatu yang penting untuk menunjang keberhasilan siswa dalam belajar dan menghasilkan standar kelulusan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 berusaha untuk menanamkan nilai karakter pada peserta didik, ini terlihat dari standar kelulusan yang terbagi dalam 3 domain, yakni domain sikap (beriman, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun), rasa ingin tahu, estetika, percaya diri, motivasi internal, toleransi, gotong royong, kerjasama, musyawarah, pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan cinta perdamaian), domain keterampilan (membaca, menulis, menghitung, menggambar, mengarang, menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, membuat, mencipta) dan domain pengetahuan (obyek : ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya; subyek : manusia, bangsa, negara, tanah air, dan dunia.). Domain-domain tersebut dapat dikembangkan melalui sembilan kecerdasan manusia seperti teori Howard Gardner mengenai Multiple intelligence.
Domain sikap dapat dikembangkan melalui kecerdasan linguistik, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial; domain keterampilan dapat dikembangkan melalui kecerdasan matematika, spasial, kecerdasan kinestetik, sedangkan domain pengetahuan bisa dikembangkan melalui kecerdasan musik. Multiple intelligence atau kecerdasan ganda adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata, sehingga dengan multiple intelligence atau kecerdasan ganda yang dimiliki maka anak akan bisa memecahkan masalah yang dihadapi dalam situasi yang bermacam-macam. Multiple intelligence tersebut meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan ruang-spasial, kecerdasan kinestetik-badani, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan lingkungan/naturalis, kecerdasan eksistensial (Suparno, 2008 : 17,19).
Berdasarkan hubungan antara standar kelulusan kurikulum 2013 yang bisa dikembangkan dengan kesembilan kecerdasan ganda dan analisis kebutuhan, maka peneliti mencoba mendapatkan solusi untuk memberikan suatu modul pembelajaran tematik yang layak dan sesuai dengan Kurikulum 2013 yang berbasis Multiple intelligence yang dapat mewadahi kecerdasan-kecerdasan yang ada dalam setiap individu.

SKRIPSI PELAKSANAAN KETERAMPILAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0022) : SKRIPSI PELAKSANAAN KETERAMPILAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV


contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pendidikan, seluruh aspek mulai dari guru, siswa, orang tua, dan juga pemerintah memiliki peran masing-masing untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Namun aspek terpenting dalam pelaksanaan pendidikan adalah guru dan siswa, dimana guru berperan sebagai pemberi ilmu pengetahuan dan siswa sebagai penerima ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan itu sendiri adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Demi mewujudkan tujuan pendidikan, pelaksanaan pendidikan mulai dari jenjang dasar sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain pada Bab VI pasal 14 dijelaskan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Untuk kurikulum pendidikan dasar dan menengah telah dijelaskan pada Bab X pasal 37 ayat 1 bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal. Serta dengan lahirnya Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa melalui mata pelajaran IPS siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Dengan berlandaskan berbagai peraturan tersebut maka untuk mencapai tujuan pendidikan, pemerintah memberikan mata pelajaran IPS dalam pelaksanaan pendidikan di jenjang Sekolah Dasar (SD) sebagai bekal mereka untuk melaksanakan kehidupan bermasyarakat nantinya serta didukung dengan adanya peran aktif guru, siswa, orang tua, maupun pemerintah.
Istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu social, humaniora, sains, bahkan berbagai isu dan masalah social kehidupan (Sapriya, 2015 : 20). Menurut Saidiharjo (dalam Taneo, 2010 : 1.8) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata pelajaran tersebut memiliki ciri-ciri yang sama, oleh karena itu dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal ini ditegaskan lagi oleh Hidayati (2008 : 1.7) bahwa IPS adalah fusi dari disiplin-disiplin ilmu sosial. Pengertian fusi disini adalah bahwa IPS merupakan bidang studi utuh yang tidak terpisah-pisah dalam kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya bahwa bidang studi IPS tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu.
Taneo (2010 : 1.14) IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu social dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan bidang studi yang didalamnya terkandung beberapa mata pelajaran cabang-cabang ilmu social yang masih berkaitan satu sama lain.
Tujuan IPS yang tercantum dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 adalah; (a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya (b) Memilki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan social (c) Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan (d) Memilki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a) Manusia, tempat, dan lingkungan, b) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan c) Sistem sosial dan budaya, d) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Permendiknas No 22 tahun 2006). Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.
Suyono (2014 : 9) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakekat belajar. Peran aktif siswa dalam pembelajaran sangat penting dalam rangka menumbuhkan sikap kritis dan kreatif yang nantinya akan berdampak pada keberlangsungan hidupnya bersama orang lain.
Aktivitas belajar tidak hanya mencakup pada pengetahuan, akan tetapi juga mencakup sikap dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya tidak sekedar menerima informasi, mengingat, dan menghafal, tetapi siswa dituntut untuk terampil berbicara, terampil untuk bertanya, mengemukakan pendapat dan gagasan di muka forum, melibatkan diri secara aktif, serta memperkaya diri dengan ide-ide. Guru berperan sebagai pengajar bertugas untuk membantu siswa yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami mated yang dipelajari. Sehubungan dengan hal tersebut, guru harus membuat sesuatu lebih jelas bagi siswa, dan bemsaha terampil dalam memecahkan masalah. Guru dituntut untuk menjelaskan berbagai informasi secara jelas dan terang, memberikan layanan variatif, menciptakan momentum, dan mendorong semua siswa untuk berpartisipasi.
Pembelajaran yang bermutu tercermin pada respon siswa selama proses pembelajaran berlangsung, siswa akan aktif dan focus pada mated yang disampaikan oleh guru. Guru harus mampu mengkondisikan kegiatan belajar mengajar agar mampu mendorong kreativitas siswa secara keseluruhan, membuat siswa aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan pembelajaran berlangsung dalam kondisi menyenangkan (Suyono, 2011 : 207). Pembelajaran dikatakan berhasil manakala tujuan dad pembelajaran tersebut dapat tercapai. Kondisi seperti ini akan tercipta jika guru memiliki keprofesionalan dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Menurut Saud (2010 : 55) guru professional adalah guru yang dapat melakukan tugas mengajarnya dengan baik. Dalam mengajar diperlukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk kelancaran proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Keterampilan guru dalam proses belajar mengajar antara lain : (1) keterampilan bertanya, (2) keterampilan memberi penguatan, (3) keterampilan mengadakan variasi, (4) keterampilan menjelaskan, (5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (7) keterampilan mengelola kelas (8) keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil.
Keterampilan-keterampilan tersebut akan memunculkan aktualisasi diri siswa, salah satunya adalah keterampilan bertanya. Dalam setiap kesempatan pastilah muncul berbagai macam pertanyaan yang terlontar dari siswa, untuk itu guru harus mampu memfasilitasinya melalui keterampilan bertanya yang dimilikinya. Keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru menentukan kualitas jawaban peserta didik (Mulyasa, 2015 : 70). Dalam kegiatan pembelajaran, bertanya memiliki peranan penting. Pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan pertanyaan yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap aktivitas belajar siswa seperti meningkatnya partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, mengembangkan pola pikir dan cara belajar aktif siswa. Dengan aktif bertanya, mengemukakan pendapat, gagasan, saran, dan ide-ide diharapkan guru mampu mendiagnosis kesulitan-kesulitan yang menghambat belajar siswa.
Berbagai hasil penelitian relevan yang memperkuat kegiatan yang akan peneliti lakukan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Asemanyi Abena, Abokom (2015) dengan judul "An Assessment of Student's Performance in Communication Skills" menyatakan bahwa komunikasi efektif antara guru dan siswa akan menumbuhkan sikap saling pengertian dan meningkatkan pembelajaran. Komunikasi yang dilakukan dengan cara guru memberikan pertanyaan kepada siswa ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dimana siswa diberi durasi waktu tiga detik untuk memberikan respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru. Penelitian tentang pentingnya keterampilan bertanya dalam pembelajaran juga dilakukan oleh Naz, Arab dkk (2013) dengan judul "Teacher's Questioning Effects on Students Communication in Classroom Performance". Naz mengungkapkan bahwa berbagai jenis pertanyaan yang dilontarkan oleh guru kepada siswa akan berpengaruh pada kemampuan komunikasi siswa di dalam kelas, dalam hal ini partisipasi siswa dalam kegiatan yang bersifat akademis. Pemberian pertanyaan kepada siswa secara berkala akan mempercepat pemahaman siswa. Dari kedua penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa keterampilan bertanya guru dalam pembelajaran dapat diterapkan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang akan mengasah kemampuan akademik siswa sehingga siswa aktif dalam mengikuti kegiatan belajar.
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di 5 SD Gugus, peneliti melihat bahwa guru masih kesulitan dalam menyampaikan pertanyaan yang mampu memancing siswa sehingga sebagian besar siswa masih bersikap pasif saat pembelajaran berlangsung, artinya siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru, tidak ada respon lebih lanjut. Setelah guru menjelaskan materi dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya maupun mengungkapkan pendapat, hanya beberapa siswa saja yang berani melakukannya.
Keterampilan bertanya yang baik seharusnya memberikan pengaruh positif bagi respon siswa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun dalam pelaksanaannya, masih ada beberapa komponen keterampilan bertanya yang belum diterapkan oleh guru sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan keterampilan bertanya dasar dan lanjut pada pembelajaran IPS kelas IV di SD Gugus X dan bagaimana respon siswa terhadap pelaksanaan keterampilan bertanya dasar dan lanjut pada pembelajaran IPS kelas IV di SD X.

SKRIPSI ANALISIS SOAL TRY OUT MATEMATIKA SD DENGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) MATEMATIKA SD-MI

(KODE : PENDPGSD-0021) : SKRIPSI ANALISIS SOAL TRY OUT MATEMATIKA SD DENGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) MATEMATIKA SD-MI

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan maka ditetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang berupa Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN. Berdasarkan Lampiran Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
Banyak hal yang dilakukan oleh sekolah untuk mendongkrak agar nilai UN lebih baik. Tidak hanya sekolah, pemerintah daerah pun baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota melakukan berbagai terobosan, sehingga daerah yang bersangkutan akan memperoleh peringkat terbaik. Memperhatikan standar kelulusan yang ditentukan Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) pada UN setiap tahunnya terus meningkat, hal ini dirasa cukup berat. Oleh karena itu, sekolah selaku pengemban tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melakukan berbagai upaya agar siswanya mampu mencapai kriteria kelulusan tersebut.
Dari tahun ke tahun, sejak pemerintah memutuskan dilaksanakannya Ujian Nasional banyak menuai kecaman meskipun tidak sedikit dukungan yang mengalir. Sekarang, dengan istilah lain dan beragam, pemerintah terus dan terus berupaya untuk meningkatkan mutu dengan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan dari para praktisi pendidikan mengenai kualitas pendidikan, salah satunya dengan tetap dilaksanakannya Ujian Nasional. Dengan meningkatkan standar nilai kelulusan diharapkan mutu pendidikan akan meningkat. Dengan kata lain bila hasil UN membaik maka mutu pendidikan pun membaik.
Salah satu upaya yang efektif dalam rangka meningkatkan hasil UN maka diadakannya try out atau latihan UN agar bisa mengukur sejauh mana kemampuan peserta didik SDN X dalam mempersiapkan UN. Try out UN setiap tahunnya dilakukan dalam beberapa kali. Penyelenggaraan try out UN peserta didik akan terbiasa dan terlatih dengan soal-soal ujian dan kemungkinan akan meningkatkan dari pada mutu pendidikan. Try out hanyalah sebagai media untuk berlatih soal-soal UN. Semakin banyak berlatih, maka peserta didik akan semakin siap. Seperti seorang atlit yang akan menghadapi pertandingan, maka para siswa itu harus pula dipersiapkan agar mereka juga siap untuk menghadapi ujian nasional. Semakin banyak berlatih, maka mereka akan semakin siap. Sebab pada hakekatnya, kesuksesan itu dimulai dari banyaknya latihan atau persiapan yang matang. Tak ada kemenangan tanpa latihan terus menerus.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka diperlukannya kurikulum yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode jenjang pendidikan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan pendidikan.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terdapat penjelasan mengenai Standar Isi yang mencakup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu serta standar kompetensi lulusan yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Kompetensi lulusan mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Penyusunan soal try out yang disusun oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat dibuat berdasarkan materi yang telah diajarkan, soal-soal tersebut dibuat berdasarkan soal-soal UN terdahulu, kemudian ditambah dengan soal yang dibuat sendiri oleh Dinas Pendidikan setempat. Biasanya soal-soal try out dibuat lebih sulit dibandingkan dengan soal-soal UN yang nantinya akan dihadapi, karena soal-soal tersebut hanya soal-soal prediksi yang akan keluar pada UN. Pengadaan try out dilaksanakan minimal tiga kali sebelum menghadapi ujian UN. Penilaian try out sama dengan penilaian UN, didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL), namun try out hanyalah uji coba atau latihan ujian yang diadakan untuk melatih peserta didik agar terbiasa dalam menghadapi ujian sebenarnya atau menghadapi UN.
Hasil UN digunakan untuk pemetaan mutu dan/atau satuan pendidikan. Dengan kata lain, UN merupakan instrumen pengukur standar kompetensi lulusan dari segi aspek kognitif. Aspek tersebut terbagi menjadi enam tingkatan yaitu mengenal (recognition), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Sedangkan hasil try out digunakan oleh sekolah untuk data arsip atau pengukuran tingkat keberhasilan peserta didik dalam menguasai kompetensi-kompetensi tertentu.
Penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas. Seseorang dikatakan lulus jika telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Nilai batas berfungsi untuk memisahkan peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan yang berdasarkan pada standar isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) tiap-tiap mata pelajaran yang disajikan.
Try out berupa soal-soal dari beberapa mata pelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik selama beberapa hari sesuai dengan jadwal setiap mata pelajaran. Suatu sistem pendidikan nasional harus mengacu pada kurikulum sehingga materi ujian dikembangkan dari kurikulum yang diberlakukan dengan benar, maka tidak ada alasan peserta didik gagal dalam ujian. Standarisasi penyusunan soal-soal try out didasarkan atas SI dan SKL yang secara khusus disebut dengan SKLUN yang terintegrasi dalam kurikulum yang digunakan pada saat itu.
Kurikulum yang digunakan pada saat itu ialah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik (Mulyasa, 2010 : 8). Penyusunan soal-soal try out harus relevan dengan SKLUN yang dikeluarkan oleh Mendiknas karena kompetensi-kompetensi di dalam kurikulum yang akan diujikan dirangkum dan dirinci dalam SKLUN tersebut. Soal-soal try out juga harus memperhatikan tingkat kognitif yang akan diujikan karena try out menguji kemampuan bidang kognitif peserta didik. Selain itu juga harus menyesuaikan dengan karakteristik peserta didik dari daerah setempat, potensi sekolah, serta sosial budaya masyarakatnya sesuai dengan prinsip pengembangan kurikulum yang digunakan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak selamanya memberikan dampak yang baik, karena banyak guru yang belum paham dengan kurikulum tersebut, sehingga penerapan di satuan pendidikan tidak tercapai secara maksimal. Pada kenyataannya, hasil try out yang telah dilaksanakan oleh satuan pendidikan biasanya sering mendapatkan hasil yang buruk, karena peserta didik mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal try out. Dengan hasil yang rendah ini menimbulkan pertanyaan, apakah dalam penyusunan soal-soal try out sudah sesuai dengan kurikulum yang ada pada saat ini?.
Hal ini terjadi di SDN X yang nilai try out matematika mendapatkan hasil yang kurang baik, padahal nilai mata pelajaran yang lain mendapatkan nilai yang cukup baik. SKL yang ditetapkan adalah 6,0, sedangkan hasil yang didapatkan pada SD tersebut mencapai 3,25. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman guru terhadap kurikulum saat ini. Ketidakpahaman guru ini mengakibatkan kecenderungan siswa kesulitan dalam mengerjakan soal try out khususnya soal try out matematika. Menurut guru kelas VI semua materi telah diajarkan dengan baik, namun dalam pelaksanaan try out ternyata menghasilkan nilai yang kurang memuaskan. Hal ini disebabkan karena materi yang diberikan tidak memperhatikan karakter, potensi, serta kondisi di satuan pendidikan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitiannya adalah "ANALISIS SOAL TRY OUT MATEMATIKA SEKOLAH DASAR DENGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) MATEMATIKA SD/MI".

SKRIPSI PENERAPAN BUKU GURU DAN BUKU SISWA PADA PEMBELAJARAN PENJASORKES KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0020) : SKRIPSI PENERAPAN BUKU GURU DAN BUKU SISWA PADA PEMBELAJARAN PENJASORKES KELAS V

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya untuk menuju perubahan yang lebih baik, sebagaimana dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 22 Tahun 2003 bahwa : 
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara."
Tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 dilakukan melalui pendidikan bermutu yang diatur dalam system pendidikan nasional. Semua kegiatan pendidikan baik di jalur formal, non formal, dan informal diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum merupakan bagian penting dari penyelenggaraan pendidikan karena kurikulum merupakan rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum sebagai pedoman pendidikan, maka pembaharuan kurikulum perlu dilakukan agar kurikulum senantiasa sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi, tidak ketinggalan zaman, relevan dan kompetitif, sehingga tepat untuk diterapkan pada pelaksanaan pendidikan dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan untuk membantu perkembangan peserta didik mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kegiatan pendidikan berintikan interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber-sumber pendidikan lain, dan berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan sebenarnya berfungsi membantu mengembangkan potensi, kecakapan dan karakteristik peserta didik agar berkembang sesuai dengan harapan masyarakat. Tujuan dalam pendidikan merupakan sasaran-sasaran yang harus dicapai atau dikuasai oleh peserta didik untuk kehidupannya sebagai pribadi, warga masyarakat, belajar lebih lanjut dan melaksanakan tugas-tugas pekerjaan. Dalam mengembangkan potensi dan kecakapan peserta didik diperlukan suatu pembaruan pendidikan, dimaksudkan dengan adanya pembaruan pendidikan, pendidikan diharapkan memenuhi tujuan dan fungsi pendidikan yang seutuhnya, sehingga jika semua tujuan dan fungsi tercapai maka akan tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Menurut Abdul Malik Fadjar (dalam Poerwati, 2013 : 170-171) pentingnya perubahan pendidikan, terdapat empat hal yang harus tampak : (1) Pertumbuhan, (2) Perubahan, (3) Pembaruan, (4) Kontinuitas. Jadi, ada pertumbuhan, perubahan, pembaruan dan kontinuitas dalam dunia pendidikan kita, itu bukan hal yang negatif, tetapi justru sebaliknya untuk mengembangkan dan menyesuaikan dengan kemajuan zaman sekarang ini. Pendidikan Indonesia sebenarnya sudah menyesuaikan dengan kemajuan zaman tape terlalu banyak kendala-kendala, kendala-kendala tersebut antara lain penghargaan praktisi pendidikan terlalu rendah, kurang adanya pemberdayaan sumber daya praktis dan teoritis pendidikan, tuntunan kurang berlebihan, kurangnya penguasaan para praktisi pendidikan terhadap kurikulum yang berlaku selama ini, dan lemahnya sistem pengawasan.
Sejalan dengan pendidikan diatas, dunia pendidikan perlu banyak yang harus diperbaiki, kualitas sumber daya manusianya dan kurikulum yang pasti, serta masalah-masalah yang lain harus diselesaikan dengan tepat, cepat dan akurat, sehingga mutu pendidikan baik akan mempengaruhi output sumber daya manusia berkualitas dan mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya.
Sekarang ini seiring perubahan kurikulum guru pun dituntut untuk bisa memilih bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan pada waktu sekarang. Pada kurikulum 2013 ini mewajibkan guru untuk menggunakan buku pegangan guru yang diterbitkan oleh pemerintah. Kaitannya dengan isi buku pun juga harus disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Dalam Standar Isi telah tertulis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang menjadi pedoman dalam pengembangan materi pokok atau bahan ajar untuk peserta didik.
Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung pada proses pembelajaran yang terjadi di sekolah. Kemampuan guru yang berhubungan dengan pemahaman guru akan hakekat belajar akan sangat mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung. Guru yang memiliki pemahaman hakekat belajar sebagai proses mengakumulasi pengetahuan maka proses pembelajaran yang terjadi hanyalah sekedar pemberian sejumlah informasi yang harus dihafal siswa. Sebaliknya, apabila pemahaman guru tentang belajar adalah proses memperoleh perilaku secara keseluruhan, proses pembelajaran yang terjadi mencerminkan suatu kesatuan yang mengandung berbagai persoalan untuk dipahami oleh anak secara keseluruhan dan terpadu. Seperti yang diungkapkan oleh Surya (2002 : 84) bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Dari definisi akan hakikat belajar dapat diketahui bahwa landasan pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah merunut pada teori belajar gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti 'whole configuration' atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan dan keseluruhan. Teori ini memandang kejiwaan manusia terikat pada pengamatan yang berwujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori belajar ini seorang belajar jika ia mendapat "insight". Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan demikian memecahkan masalah itu (Nasution, 2004; Slameto, 2003).
Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004 : 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu pembelajaran tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.
Dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan teori/tahap perkembangan kognitif Piaget), anak usia ini berada pada tahap transisi dari tahap pra operasi ke tahap operasi konkrit. Piaget, dalam hal ini, menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap berbagai objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang obyek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004 : 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Poerwadarminta (1984 : 1.040) Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengarang sajak, dsb).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema "Air" dapat ditinjau dari mata pelajaran I PA dan Matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, Bahasa Indonesia, Penjasorkes, dan SBK. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka.
Proses belajar anak tidak sekedar menghafal konsep-konsep dan fakta-fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Belajar dimaknai sebagai proses interaksi dari anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari halhal yang konkrit, yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba dan dibaui. Hal ini sejalan dengan falsafah konstruktivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak. Sejalan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik cara anak belajar tersebut, maka pendekatan pembelajaran siswa SD kelas-kelas awal adalah pembelajaran tematik.
Strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik (selanjutnya disebut pembelajaran tematik) sebenarnya telah diisyaratkan sejak kurikulum 1994, akan tetapi karena keterbatasan kemampuan guru, baik yang disebabkan oleh proses pendidikan yang dilaluinya maupun kurangnya pelatihan tentang pembelajaran tematik mengakibatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik tidak dapat diwujudkan dengan baik. Terlebih lagi disadari, bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini memerlukan persiapan yang tinggi dari guru, dalam hal waktu, sumber, bahan ajar, serta perangkat pendukung lainnya. Oleh karena itu penelitian tentang implementasi model pembelajaran tematik di kelas rendah Sekolah Dasar beserta faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, terutama untuk meningkatkan kemampuan dasar siswa SD dalam membaca, menulis dan berhitung, sangat diperlukan.
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di kelas rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak lepas dari perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu. Menilik perkembangan konsep pendekatan terpadu di Indonesia, pada saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan berkembang adalah model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty (1990). Model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (1989). Jacob (1989) dan Fogarty (1991) berpendapat bahwa wujud penerapan pendekatan integratif itu bersifat rentangan (continuum).
Bertolak dari konsep pendekatan integratif yang dianut Jacob tersebut, Fogarty (1991) menyatakan bahwa ada 10 model integrasi pembelajaran, yaitu model fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked. Model-model itu merentang dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject sampai eksplorasi keterpaduan antar aspek dalam satu bidang studi (model fragmented, connected, nested), model yang memadukan antar berbagai bidang studi (model sequenced, shared, webbed, threaded, integrated), hingga memadukan dalam diri pembelajar sendiri dan lintas pembelajar (model immersed dan networked).
Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut Tim Pengembang PGSD (1997 : 3-4) adalah : (1) Holistik, suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. (2) Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan dampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari; (3) Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari. (4) Aktif, pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan discovery inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
Dalam pengamatan saya di SD dalam penerapan buku guru sering dijumpai sebuah permasalahan yang dalam penerapannya belum sesuai dan masih bingung untuk melaksanakan kurikulum 2013 dan guru pun mencari referensi buku lain seperti menggabungkan KTSP, buku Erlangga dan Iain-Iain untuk dijadikan sebuah pembelajaran, kesulitan dalam mencari kekurangan materi guru pun dibebani dengan evaluasi pembelajaran, guru harus menilai siswa dalam tiga kriteria penilaian yaitu penilaian sikap, penilaian pengetahuan dan penilaian keterampilan dalam proses penilaian guru masih merasa bingung dan guru penjasorkes selalu menggabungkan dengan penilaian yang dahulu. Untuk penerapan buku siswa hanya dibekali oleh buku tematik terpadu, masih banyak siswa yang merasa bingung karena dalam buku belum banyak adanya contoh gambar tentang pembelajaran penjasorkes dan siswa merasa tidak menarik tentang materi pembelajaran penjasorkes kurangnya dalam contoh pembelajaran, siswa mengeluhkan dalam pekerjaan rumah (PR) siswa selalu kekurangan materi di dalam buku dan siswa selalu bertanya kepada orang tua.
Penerapan buku guru dan buku siswa di SD Negeri, belum sepenuhnya berjalan efektif dan masih banyak guru dan siswa yang merasa mengeluh tentang penerapan buku. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana Pelaksanaan Buku Guru dan Buku Siswa pada Pembelajaran Penjasorkes Kelas V Semester II di SD Negeri Se-Kecamatan X.
Berdasarkan uraian di atas penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengangkat judul "PENERAPAN BUKU GURU DAN BUKU SISWA PADA PEMBELAJARAN PENJASORKES KELAS V".

SKRIPSI KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MAPEL MATEMATIKA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0019) : SKRIPSI KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MAPEL MATEMATIKA KELAS V

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan diselenggarakan dengan memberikan keteladanan. membangun kemauan dan pengembangan kreatifitas dalam proses pembelajaran (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003).Berkaitan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pendidik mempunyai peran penting dalam meningkatkan keberhasilan pendidikan khususnya dalam pelajaran Matematika. Lampiran Permendiknas RI No. 22 (2006 : 134) menyebutkan Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis. sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran penting di sekolah dasar. Selain itu matematika juga sangat penting di kehidupan sehari-hari untuk perhitungan.
Setiap manusia pasti belajar ketika masih hidup. Belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Belajar dapat dilakukan di rumah, tempat bermain sebagai pembelajaran formal. Siswa dapat belajar dengan bimbingan guru dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang agar dapat mencapai kompetensi yang diinginkan. Dalam belajar seseorang menginginkan hasil belajar yang tinggi. Hasil belajar merupakan kemampuan seseorang dalam pencapaian berfikir yang tinggi, melalui proses belajar seseorang akan memiliki
atau di sekolah. Belajar di lingkungan sekolah khususnya di dalam kelas disebut pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik. Proses belajar dapat berlangsung efektif, efisien dan menarik. Jika proses belajar itu didesain melalui prosedur yang sistemik dan sistematik.
Desain sistem pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan proses belajar yang dapat membantu individual untuk mencapai kompetensi secara optimal. Proses belajar dapat disebut sukses apabila memenuhi kriteria sebagai berikut, yakni siswa melakukan interaksi dengan sumber belajar secara intensif. melakukan latihan untuk penguasaan kompetensi memperoleh umpan balik segera setelah melakukan proses belajar, menerapkan kemampuan dalam konteks nyata dan melakukan interaksi dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Kenyataan yang ada di lingkungan, cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau massage lisan kepada siswa belum mencapai tujuan pembelajaran dan belum dapat memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap.
Benny A (2009 : 56) mengatakan "komponen-komponen dalam sistem pembelajaran meliputi siswa, tujuan atau kompetensi, metode, media, strategi pembelajaran dan evaluasi. Output dari suatu komponen akan menjadi input bagi komponen-komponen yang lain".
Dengan melihat pengertian tersebut seorang guru sebagai pengajar harus dapat menjadi desainer program pembelajaran, hal ini dilakukan agar guru dapat mengimplementasikan model tersebut untuk menciptakan program pembelajaran yang memiliki efektifitas, efisien dan daya tarik.
Hasil observasi di SDN X banyak terdengar keluhan dari guru bahwa pembelajaran matematika kurang disenangi oleh siswa, ini terjadi oleh beberapa hal yang mempengaruhi kondisi tersebut. Kondisi yang mempengaruhi kondisi itu diantaranya kondisi materi matematika yang sulit, kondisi guru yang belum menguasai model pembelajaran, dan kondisi siswa yang jenuh karena pembelajaran mono ton masih konvensional. Jika ditinjau dari materi matematika merupakan hal yang abstrak yang terdiri dari fakta, konsep, dan prinsip. Jika hal tersebut kurang diperhatikan oleh guru, maka dapat menjadi salah satu penyebab kurang berhasilnya pembelajaran matematika.
Hasil observasi penelitian di SDN X khususnya di kelas V terdapat 75% jumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran matematika. Hasil belajar siswa rendah dapat dilihat pada hasil tes matematika masih banyak siswa mendapat nilai dibawah KKM yaitu 65.
Adapun penyebab masalah yang terjadi di SDN X adalah kurang mengaktifkan siswa dalam pembahasan materi, guru membahas materi terlalu cepat, kurangnya pemanfaatan media pembelajaran sehingga materi yang dijelaskan terlalu abstrak. Cara penyampaian bahan pembelajaran kurang menarik dan membosankan, kurang bervariasinya metode pembelajaran, kurangnya contoh dan latihan, siswa tidak termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Hal ini penulis mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament untuk mengatasi permasalahan di atas. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep matematika dan menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa berkerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cara belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan guru, tetapi lebih sering menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual, cara belajar individual dan dorongan yang individual. Apabila diatur dengan baik, siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsop-konsep yang dipikirkan.
Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif sebagai salah satu metode atau model pengajaran yang menjadikan pelajaran matematika menyenangkan dan siswa akan lebih paham. Pembelajaran kooperatif ini siswa belajar dengan cara berkelompok, dari sisi sinilah siswa akan selalu aktif bertanya jawab terhadap teman satu kelompoknya. Cooperative Learning juga siswa untuk belajar secara aktif. Ada banyak jenis-jenis Cooperative Learning yang salah satunya adalah model Teams Games Tournament. Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament memberikan kesempatan siswa untuk berkompetisi secara sportif, bekerjasama dalam kelompok dan mengungkapkan pendapat. Dari model tersebut peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh penerapan model tersebut terhadap hasil belajar siswa.
Dari uraian tersebut perlu diadakan penelitian tentang keefektifan model Teams Games Tournament terhadap hasil belajar matematika kelas V. Untuk itu penulis melakukan penelitian tentang "KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V".